12 | Lala dan Keputusannya

402 30 5
                                    

Lala mengugurkan kandungannya. Itu keputusan yang besar. Dia bertekad tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Pun akan fokus pada pekerjaannya, agar pulang nanti membawa nama baik untuk sang orangtua.

Karena Lala, aku pun sedikit mengubah pandanganku tentang orang-orang yang memilih mengugurkan kandungan. Mereka pasti memiliki alasan masing-masing. Aku setuju jika alasannya seperti yang Lala beritahu padaku, tidak ingin menciptakan masa depan yang buruk bagi anaknya.

Seks bebas memang mengerikan, aku tidak pernah berpikir akan terjerumus seperti Lala. Semoga saja tidak pernah. Mungkin akan memberi kenikmatan, tapi hanya sesaat. Seperti yang Lala alami saat ini. Risiko deritanya berkepanjangan.

Sama seperti Lala, aku pun belum siap jika harus memiliki seorang anak di usia muda. Aku saja masih sering dolak-dalik, kekanakan, egois. Bagaimana bisa mengurusi anak. Tidak mau juga kalau nantinya aku menjadi orangtua seperti mama papa. Membayangkan hal mengerikan ini pun tak sanggup.

"Kalau udah sampai Minang, kabarin aku ya, La!"

Selepas pengguguran, Lala memutuskan untuk cuti kerja selama seminggu. Untung saja bos gadis itu adalah orang baik. Jadi, minta izin seminggu pun tak masalah.

Lala berencana akan menghabiskan satu minggunya di rumah orangtuanya. Sudah dua tahun nggak pulang, katanya.

"Pasti. Akan aku kabarin, kok. Makasih ya masih mau jadi temanku."

"Tentu saja. Kamu orang baik. Karenamu aku belajar banyak. Makasih juga, La. Aku sayang kamu." Mataku terasa panas. Buru-buru aku tubruk tubuh Lala untuk menyembunyikan wajah di dadanya.

Aku merasakan tawanya, setelah itu Lala membalas pelukanku. "Aku juga sayang kamu." Lala mencium puncak kepalaku. Bersama Lala, aku seperti memiliki seorang kakak. Ciuman dan pelukannya terasa hangat. Andai aku bisa mendapatkan ini dari mama juga papa. Hum, jadi melow gini mau ditinggal Lala.

"Baiklah. Kalau begitu aku pergi."

Lala mengurai pelukan kami. Aku mengangguk seraya menyeka air di bawah mataku. Rasanya tak rela ditinggal Lala. Padahal, cuma seminggu saja.

"Be careful."

Sebelumya, aku dan Lala janjian di kedai kopi tempat pertama kami bertemu. Dia menceritakan soal pengugurannya. Pun soal kepulangannya ke rumah sang orangtua untuk berlibur. Aku meminjamkannya uang untuk membeli tiket pesawat agar dia bisa pergi melewati jalur udara. Awalnya Lala menolak, tapi aku memaksa agar ia tidak perlu menguras tabungan yang ditabung untuk orangtuanya itu.

Tigapuluh menit kepergian Lala, tubuhku masih enggan untuk berdiri. Kedai ini masih terlalu nyaman untuk ditinggali. Satu bulan ini, pikiranku benar-benar sesak. Seperti tidak ada waktu untuk istirahat. Masalah nilaiku, kemarahan papa dan kepergian dia secara tiba-tiba, mama yang seminggu lalu baru pulang ke rumah dengan amarah, pun berita kehamilan Lala. Sungguh, aku hanya ingin menenangkan diri sekarang.

Ya, meskipun marah mama bukan untukku. Namun, aku merasa iba saja saat beberapa pelayan di rumah menjadi pelampiasannya. Selama mama di rumah pun, ia tak pernah menyapaku. Jangankan menyapa, bersitatap saja aku merasa belum pernah lagi. Mama seperti menghindariku (?)

Aku tidak dapat bertanya ke mana dia selama ini? Apa yang membuatnya marah? Atau kenapa dia tidak mau menatapku? Bukan tidak ingin menanyakan, tapi tidak pernah ada kesempatan untuk itu. Sesekali, aku hanya ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi pada mama atau papa.

Memikirkan itu semua benar-benar menguras emosiku. Rasanya lelah. Aku ingin sekali menyerah, tapi aku teringat Banda. Dia satu-satunya orang yang membuat aku bertahan untuk menikmati hidup lebih lama.

Tanganku merogoh tas. Aku baru ingat, sesampainya di kedai tadi, ponselku dimatikan. Niatku hanya ingin berfokus pada cerita Lala saja. Saat kunyalakan, banyak sekali panggilan masuk dari telepon rumah. Aku yakin itu bi Iyam. Paling-paling, mama menyuruhku pulang hingga membuat bibi panik dan menghubungiku sampai puluhan kali seperti ini.

Rupanya, selain menelepon menggunakan telepon rumah, bibi juga mencoba melalui nomor ponselnya. Semarah itukah mama saat  tahu aku sedang berada di luar? Huh.

[]

Banyak Lala-nya, ya. Maap ya se-part dengan 500words kurang bagi Lala~

Day 13, semangat walau harbolnas berakhir, diskonan tetap ada~

13 Desember 2019.

31 DWC | Toxic RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang