02 | Teman Arisan Mama

1.1K 86 16
                                    

Hasil ulanganku di semester pertama cukup memuaskan. Ya, juara satu di kelas membuat mama melupakan perihal lomba menyanyi yang aku ikuti itu. Dia juga tak pernah mengungkit-ungkit lagi soal kemarahannya. Boro-boro mengungkit, bertanya apakah saat kejadian itu aku baik-baik saja pun tidak. Aku terlalu berharap untuk mendapat kepeduliannya.

Oh, ya. Beberapa pelayan di rumah sibuk dengan kerjaannya masing-masing. Karenanya, aku tidak bisa bersantai di ruang tv untuk menonton atau bermain PS. Malas sekali membawa PS ke kamarku, semua pelayan tak ada satu pun yang bisa dimintai tolong.

Ah, aku bosan. Lebih baik melihat ke bawah untuk menanyakan pada bi Iyam—kepala pelayan di rumah—akan ada acara apa hari ini. Pas sekali! Saat aku baru menuruni anak tangga pertama, bi Iyam naik membawa baki entah berisi apa karena diberi penutup apalah itu. Sepertinya hendak ke kamar mama, mungkin?

"Bi, Ada apa, sih? Tumben banget hari ini pelayan pada sibuk?" Tanganku menahan lengan bibi agar ia berdiri di hadapanku.

Bi iyam menatapku kemudian, "Anu, Non. Hari ini bakal ada arisan di rumah. Nyonya suruh kami buat beres-beres di ruang tv yang akan dijadikan tempat arisan kali ini. Permisi, Non, bibi harus ke kamar nyonya dulu." setelah itu, ia buru-buru meninggalkanku di anak tangga pertama.

Hah, apa katanya? Akan ada arisan? Astaga! Aku yakin mama pasti akan menyuruhku sesuatu nanti. Aku harus segera pergi jalan-jalan atau apapun itu. Kalau tidak, aku akan terjebak di arisan mama seperti tahun lalu.

Aku benci arisan dan teman-teman mama, ini menyebalkan! Aku selalu menganggap itu sebagai tengara buruk dalam hidupku setelah papa. Pokoknya, aku harus segera pergi sekarang.

"Non!" Baru saja kakiku menapaki anak tangga lainnya, bibi memanggil.

Aku memutar mata dan tergeming di tempat. Bibi menghampiri. "Nyonya nunggu Enon di kamar."

Dahinu mengernyit. "Kamar siapa?"

"Kamar Non Grahita."

Aku mendengkus kemudian berbalik menuju kamar seraya menghentakkan kaki cukup kuat. Menyebalkan, bagaimana bisa mama sudah di kamar?

*****

Di sini aku sekarang, bersama kumpulan ibu-ibu sosialita dengan dandanan menor rambut mengembang dan perhiasan norak di badan mereka. Menggelikan.

Tak ketinggalan mama yang menggunakan kalung berlian di lehernya, anting, gelang dan tiga cincin di jemarinya, sepaket. Pemberian papa beberapa waktu lalu sebagai hadiah untuk dipamerkan pada orang lain. Rambutnya digelung dan diberi hiasan bunga yang dari berlian juga. Polesan di wajahnya tidak terlalu menor. Kuakui, dia memang paling cantik daripada yang lain. Namun, tetap saja risih melihat tubuh dipakaikan aksesoris begitu banyak.

"Jadi, kali ini Grahita juara kelas di SMA-nya?" Tante Anti, dengan perhiasan emas memenuhi tubuhnya. Gelangnya sampai bertumpuk di kedua tangan. Acap kali melakukan pergerakan, selalu terdengar gemericik—ah, apalah itu sebutannya. Pokoknya seperti emas yang bergesekan tahu, kan? Ah, orang miskin tidak akan merasa related. Mana mungkin tahu suara emas sungguhan seperti apa. Baiklah, aku mulai sombong.

Aku melihat mama menatapku. "Iya, juara satu. Nilainya paling bagus dari yang lain." Mama tersenyum—palsu. "Dia juga nanti bakal ikut olimpiade, loh." Senyum itu ditunjukkan lagi.

"Anaknya jeng Memey juga juara satu, tuh. Grahita baru mau ikut olimpiade, ya? Jeng nggak tahu apa, kalau anaknya jeng Memey juara olimpiade Matematika beberapa minggu lalu. Iya, kan Jeng Mey?" Tante Anti menatap tante Memey, tetangga depan rumah. Anaknya tante Memey itu memang dikenal pintar. Dia lawanku saat lomba nyanyi kemarin, perwakilan angkatan 11.

Mama tersenyum rikuh mendengar penuturan tante Anti kemudian menatap tajam ke arahku beberapa detik sampai menampilkan senyum palsu lagi ke arah mereka. Ah, aku tidak bisa mengartikan tatapannya terhadapku, yang pasti itu bukan pertanda baik.

[]

Kemarin jadi anak durhaka, sekarang sombong. Dasar Grahita.

Day 3 masih aman masih semangat~

Eh, di web gimana cara bold sama italic tulisan ya? /Nangis/

Bandung, 3 Desember 2019.

31 DWC | Toxic RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang