30 | Tak Mau Berubah

538 24 10
                                    

Cerita bu Puri tentang mama terputus karena teror dari Banda. Setelah itu, bu Puri disibukkan mengurusi anaknya yang baru pulang sekolah pun keesokannya hingga sekarang ia lupa pernah menceritakan tentang mama, aku pun tak membahasnya lagi sampai mama kembali dan mengajakku keluar dari rumah bu Puri.

Setelah mengambil surat kelulusan di sekolah ditemani mama, aku pulang sendiri. Sebab, mama bilang ada urusan sekalian memugas pekerjaannya yang lain hingga pulang agak telat nanti.

Sudah seminggu aku tinggal berdua bersama mama di rumah kecil yang difasilitasi dua kamar tidur pun satu kamar mandi juga ruang tengah terbuka. Aku harus kembali beradaptasi dengan tempat tinggal yang baru.

Sejak pulang sekolah, aku langsung memasuki kamar dan menyibukkan diri dengan melukis di buku sketsa sambil telungkup di ranjang, tanpa menyadari gawaiku terus berbunyi. Dengan langkah malas, aku berjalan menuju benda tersebut yang sedang aku cas berdekatan dengan pintu kamar.

Keningku berkerut membaca nomor yang tak dikenal memenuhi layar ponselku dengan beberapa panggilan. Tidak lama setelah itu pintu depan terketuk. "Mungkin itu mama." Aku bermonolog seraya meletakan ponsel itu kembali.

Tanpa rasa curiga apa pun, langkahku terus melaju sampai pintu dan membukanya. Seketika mataku terbelalak. Belum sempat aku menutup pintu, seseorang yang datang itu menahannya. Jantungku berdebar cukup kencang saat itu juga. Firasatku merasa tak baik.

"Pergi, Banda."

Banda menyelonong masuk membuat kakiku mundur beberapa langkah. Tangannya mencengkeram lengan kananku. "Aku mohon. Kita mesti bicara Grahita."

Air mataku terjatuh tanpa bisa aku cegah saat kepalaku menggeleng cukup keras. "Nggak Banda. Kita udah selesai."

"Aku nggak mau. Aku mohon Grahita. Kasih aku kesempatan." Tekaman tangannya semakin kuat.

Kuat-kuat aku menggigit bibir bawah agar tak terisak. "Kesempatan? Kesempatan buat apa lagi, Banda? Aku udah sering kasih kamu kesempatan. Beberapa bulan terakhir ini, sikapmu nggak bisa aku kasih kesempatan lagi, Nda. Aku capek."

Sekarang, kedua tangannya malah mencekam kedua lenganku dan menggoyang-goyangkan tubuhku. "Kasih aku sekali lagi! Semua bisa dibicarakan baik-baik, kan? Dulu pun aku kasih kamu kesempatan buat balikan, kenapa sekarang kamu nggak kasih buat aku Grahita? Kamu bener-bener nggak adil." Matanya menyalang.

Di saat seperti ini, aku berharap mama segera pulang. Namun, tidak mungkin mengingat mama mengatakan ia akan pergi cukup lama. Banda masih terus mencengkeramku sampai aku mengaduh kesakitan dan meronta untuk melepaskan diri. "Lepas! Kamu lupa? Kesempatan yang kamu kasih selalu aku manfaatkan dengan baik. Aku selalu berusaha menjadi apa yang kamu mau. Tapi, usahamu apa? Kamu malah terus membuat aku makin tersiksa, Banda." Kedua tanganku mengusap lengan dengan cara menyilang untuk menghilangkan sedikit rasa nyeri.

"Kasih aku kesempatan, plis!"

Kepalaku menggeleng. "Nggak. Aku udah cukup dengan semua ini. Cukup lina tahun lebih, aku nggak mau mengulang kebodohan aku lagi." Tanganku mendorong tubuh Banda sekuat tenaga pun segera menutup untuk dan menguncinya.

Kuyakin kepalan tangannya sekarang tengah menggedor-gedor pintu agar aku membukanya. Dia terus meneriakkan namaku. Tubuhku merosot, punggungku menyender di pintu kemudian memeluk lutut seraya terisak-isak.

"Grahita! Grahita buka! Plis, kasih aku kesempatan. Aku janji aku akan berubah buat kamu, Grahita. Plis buka pintunya!" Gedorannya semakin kuat.

"Nggak! Aku nggak mau Banda! Aku nggak yakin kamu mau berubah. Aku tahu kamu."

Pintu hampir saja terbuka karena tubuh Banda mencoba mendobraknya. Tubuhku berusaha menahan sekuat tenaga, tapi lelah juga.

Langkahku mengendap-endap menuju kamar kemudian mengunci pintunya. Aku membuka ponsel segera menelepon kontak teratas yang muncul tanpa aku baca siapa namanya. Telepon tersambung, tapi tak diangkat. Aku terus mencoba menelepon sampai berkali-kali.

"Keluar Grahita!" Banda berhasil memasuki rumah dan kini menggedor pintu kamarku yang berhasil ia temukan.

"Pergi Banda. Kita udah selesai. Plis tinggalin aku. Plis."

Telepon itu masih tersambung tanpa diangkat. Pun setelah aku mengucapkan itu, suara Banda tak terdengar lagi.

[]

Day 31 alias ENDING :'D

Lagu ketiga dari Keisha Ratuliu yang liriknya makjleb.

Yaampun terima kasih aku, akhirnya aku bisa konsisten menulis sehari sebab:'D

Terima kasih Mbandi pun teman-teman di 31DWC. Terima kasih banyak 💖

Mon maap kalau tulisan ini banyak kekurangan. Terima kasih juga yang sudah mau menyempatkan membaca ❣️

And happy new year! Besok. Hehehe~

31 Desember 2019

31 DWC | Toxic RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang