16 | Sontek

301 27 5
                                    

"Anak-anak, kita ulangan Fisika sekarang. Kumpulkan buku catatan kalian ke depan. Erza bagikan soal ini." Bu Wiwin tidak memberi kesempatan sama sekali pada kelasku untuk menyanggah.

Kelas yang semula riuh tiba-tiba senyap setelah kehadiran bu Wiwin. Aku tidak kawatir jika hari ini ulangan Fisika dadakan, karena aku sudah cukup belajar meskipun kemarin-kemarin jarang di rumah karena mama sakit. Sedikitnya, aku sudah menguasai pelajaran ini. Tidak seperti ketiga temanku yang sekarang kelimpungan.

Padahal, bu Wiwin sudah mengingatkan soal ulangan ini jauh-jauh hari. Meskipun harinya sendiri tidak diberitahu kapan.

Setelah kertas soal ulanganku berada di meja, aku segera bergegas mengerjakannya dengan santai. Aku yakin akan menyelesaikannya lebih cepat daripada yang lain.

Sesekali aku menyiahkan rambut yang menghalangi pandanganku saat mengisi soal. Hampir setengahnya sudah aku isi dalam dua puluh menit terakhir. Bu Wiwin masih mengamati di mejanya. Hal itu membuatku cukup tenang karena teman-teman tidak ada yang mengangguku untuk menanyai jawaban. Namun ketenanganku dipatahkan oleh kalimat bu Wiwin berikutnya yang menginterupsi murid di kelas ini.

"Anak-anak, kerjakan sampai selesai tanpa ibu, ya. Ibu ada keperluan. Ingat jangan berisik saat mengerjakan, satu jam lagi ibu kembali."

Kepergian guru Fisika yang galak bagi anak-anak lain itu membawa kesenangan tersendiri bagi mereka, kecuali aku. Sementara itu, belum lama bu Wiwin pergi, barisan yang paling dekat dengan jendela dan pintu sudah memulai aksinya, menyontek.

Tak ketinggalan ketiga temanku. "Grahita, liat jawaban lo." Gemi menarik kertas jawabanku. Dia yang memang duduk di sampingku sudah memberi kode sejak tadi untuk mendapatkan hasil jawabanku.

Aku menahan kertasnya agar tetap di dekat lenganku. "Kerjain aja sendiri, mana yang nggak ngerti? Sini gue ajarin."

"Ah, lama lo." Gemi tetap mengambil kertas jawabanku dan meletakkannya di atas kertas soal miliknya.

Ck. Belum habis kekesalanku terhadap Gemi, seseorang menusuk-nusuk punggungku dengan jari. "Ta, jawaban nomor limabelas apa?" Tamam pelakunya.

"Belum."

"Alasan, lo. Buruan dong." Dia malah menggoyang-goyangkan pundakku sekarang. Aku menepis tangannya.

"Belum sampe situ juga." Aku kembali mengambil kertas jawabanku dengan paksa lalu mengerjakan kembali.

"Percuma, Mam tanya dia. Mentang-mentang udah belajar. Ngerjainnya sendiri, ngga mau bagi-bagi jawaban. Pelit banget, si." Mina misuh-misuh dengan suara yang cukup aku dengar dengan baik. Posisi meja mereka tepat di belakangku.

"Buruanlah Ta, kek nggak akan pernah butuhin gue sama Mina aja. Giliran Gemi aja dikasih, gue sama Mina kagak."

"Gue emang belum selesai, kok. Kenapa nggak cari jawaban sendiri di buku aja, sih."

"Bukunya kan udah dikumpulin, Grahita Adiraja Jatukrama. Gemes, deh!" Mina melempar gumpalan kertas ke arahku. Seberapa besar pun usahaku menolak, upaya mereka untuk mendapat hasil jawabanku lebih gencar.

Percuma menanggapi mereka lagi, soal-soalnya tidak akan selesai diisi nanti.

"Ta, buru, Ta. Keburu bu Wiwin ke sini lagi."

"Buruan, si Ta."

"Kasih, ajasi Ta pelit amat."

"Lu juga kagak ngasih Gem, Jingan!"

"Haha."

"Ketawa lu Setan, bukannya bagi-bagi ke gue sama Mina."

"Santai. Nunggu Grahita beres dulu."

Berikutnya, aku hanya mendengarkan ocehan-ocehan mereka tanpa henti sesekali saling lempar gumpalan kertas atau benda-benda kecil lain. Bukannya mengerjakan sendiri, mereka malah menunggu aku selesai mengerjakan semuanya.

[]

Day 17 aku nga publish kemarin whwwh tapi masih semangat kok
ヾ(¯∇ ̄๑)

18 Desember 2019

31 DWC | Toxic RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang