29 | Gamam

365 31 2
                                    

Mama menitipkanku pada seseorang, sedangkan dirinya pergi tidak tahu ke mana. Dia mengatakan akan kembali lagi untuk mengajakku pulang ke rumahnya. Namun, aku cukup percaya pada mama karena barang-barang miliknya ada di sini.

Aku tidak tahu rumah mana yang mama maksud atau mama memang pernah memiliki rumah sebelumnya. Entahlah, mama terlalu misterius bagiku. Segala sesuatu tentangnya tak pernah diketahui olehku kecuali perigal dirinya yang seorang wanita karir.

"Mamamu udah kasih kabar mau ke sini lagi?" Bu Puri meletakkan secangkir teh di meja. Ia memaksaku duduk di ruang tamu sepulang sekolah tadi, ada yang ingin dibicarakan katanya.

Bu Puri adalah pemilik rumah tempat aku menginap sekarang. Aku tidak tahu apakah ia mengenal mama atau baru mengenal saat menyewa kamar untukku.

"Belum Bu. Ibu cuma mau menanyakan ini?"

Bu Puri segera menggeleng dan mengambil posisi duduk di sebelahku. "Ndak. Ibu cuma kepengin ngobrol sama kamu. Tidak terasa ya kamu sudah sebesar ini."

Alisku terangkat. "Ibu pernah melihatku sebelumnya?"

"Iya Neng. Dulu ibu menemukan neng di teras panti asuhan tempat mamamu it—"

Mataku membuntang kemudian menyentuh tangan bu Puri yang berada di pahanya. "Tunggu, tunggu. Panti asuhan?"

"Iya, Neng. Ibu ini dulu tinggal di panti asuhan sama mama kamu juga. Sebelum mama kamu sesukses sekarang, dia itu dulu anak sebatang kara. Nggak tahu di mana orangtuanya.

"Sampai akhirnya dia kenal papa kamu, menikah dan punya anak. Padahal setahu ibu, dia tidak suka yang namanya pernikahan juga anak kecil. Dia juga sempet kasih tahu alasan kenapa dia buang kamu di panti asuhan, tapi ketahuan papa kamu jadi kamu diambil lagi."

Aku mengangkat sebelah kakiku menyilang dan berhadapan dengan wanita paruh baya itu. "Apa alasan aku dibuang, Bu? Karena dia benci anak kecil? Terus kenapa dia mengandung dan melahirkanku?"

Ia memegang kedua bahuku dan menggeleng perlahan. "Ibu tidak tahu banyak soal itu, dia orangnya tertutup. Tidak suka kalau dikepoin. Dulu dia cuma cerita, dia buang kamu karena sudah dibohongi suaminya. Ibu juga tidak tahu suaminya berbohong karena apa."

"Ibu udah lama kenal mama?"

"Cukup lama Neng. Dulu ibu panti menemukan mama kamu tergeletak di pinggir jalan, penuh darah gituh. Eh Neng, itu hapenya nyala terus dilihat dulu siapa tahu mama kamu."

Aku mengikuti arah pandang bu Puri. Netranya terus memperhatikan gawaiku yang berbunyi sedari tadi. Ratusan misscall dari Banda juga beberapa pesan.

From: Banda Caraka

Cepet balas
Kamu lg di mana
Rumahmu kosong terus
Plis jangan putusin aku
Cepat balas
Grahita! Balas buruan.
Aku nggak mau putus sama kamu
Dulu waktu kamu minta balikan aku kasih, sekrng ak yg minta
Cepet balas!

Aku hanya membacanya, tidak berniat untuk membalas kemudian memasukkan nomornya ke daftar hitam. Berbulan-bulan ini Banda terus menerorku dengan puluhan pesan setiap jam juga telepon-telepon setiap menitnya. Saat Ujian Nasional pun aku terpaksa tidak memainkan handphone sepanjang minggu itu untuk menghindari Banda dan fokus belajar.

Aku sudah menolak ajakan Banda kembali, dia masih saja terus membujukku. Berkali-kali dia berusaha menemuiku, tapi tidak pernah berhasil. Dia pun tidak tahu tempat tinggalku sekarang. Pernah sekali Banda berhasil menemuiku saat pulang sekolah, kakiku sampai berkelukur karena flatshoes kekecilan yang kugunakan untuk berlari.

Sejujurnya, semakin ke sini aku makin tersiksa karena Banda pun masalah lain yang belum dapat terselesaikan. Sikap mama juga yang seminggu ini tidak memberiku kabar di mana dia. Aku sampai tak enak hati pada bu Puri karena terus merepotkannya, sekalipun aku yakin mama pasti membayarnya.

[]

Day 30~

Satu bab menuju ending~

30 Desember 2019

31 DWC | Toxic RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang