05 | Nilai Ulangan

701 44 15
                                    

Mama mulai mengurangi pekerjaannya membuat dia berlama-lama di rumah. Kalau dulu, aku akan senang jika dia berada di rumah terus. Untuk kali ini, aku membencinya. Dia terus menyuruhku untuk belajar, mengerjakan soal latihan ulangan, mengerjakan soal Matematika, melukis, berlatih piano—padahal aku benci bermainnya.

Melukis dan piano juga dua hal yang paling mama benci. Dia selalu merobek kanvasku, menyiramnya dengan kopi yang dia minum dan banyak lagi. Pernah aku iseng melukis wajahnya dan dia mengatakan, "Dasar tidak berguna! Untuk apa malah melukis wajahku?! Lukisanmu itu jelek, tidak lebih dari sampah. Tolol!"

Wajahnya merah sekali saat mengucapkan itu. Aku tidak mengerti kenapa dia benci lukisan dan dilukis, tapi dia malah menyuruhku melukis. Ah, lupa. Papa yang memintaku, jika bukan karenanya mama tak ingin menemaniku—maksudnya mengawasi—melukis. Papa juga yang menyuruhku bermain piano. Mama pernah mengatakan mending menemaniku mengisi soal matematika 7 hari 7 malam daripada mendengarkanku bermain piano, bikin sakit telinga. Entah kenapa juga dia membenci itu.

Papa mulai menyuruhku melukis dan bermain piano itu baru-baru ini, setelah dia mengetahui ada anak rekan kerjanya yang sukses membuat pameran lukisan dan resital. Papa ingin aku seperti anak-anak rekan kerjanya. Pun mama ingin aku lebih dari anak teman-temannya yang jago di berbagai macam mata pelajaran dan mendapatkan terus juara satu di kelas atau di berbagai lomba.

Maunya orangtua ini apa, sih? Mau aku jadi ilmuwan, matematikawan, pianis, seniman, atau apa, sih?

Mungkin bagi mereka, aku ini ajang pamer anak yang memiliki kemampuan 'wow'.

Sekolah tahun ini benar-benar menguras tenangaku. Bagaimana tidak, aku harus mengerjakan ini itu dalam waktu bersamaan. Jatah libur hanya di hari Minggu, itu pun kalau mama berada di rumah aku tidak bisa ke mana-mana. Bertemu Banda hanya jika aku pintar-pintar mencuri waktu saja.

Seperti memasuki ulangan semester akhir ini, aku sama sekali tidak boleh keluar. Satu minggu penuh aku disuruh untuk membaca, mengisi soal dan membaca lagi. Bahkan, papa menyuruh mama untuk cuti selama seminggu agar bisa terus mengawasiku. Ini sungguh menyiksa.

Aku dikurung dalam ruangan belajar yang memang khusus dibuat untukku. Ruangan yang dibuat hampir mirip toko buku. Pasalnya, jenis buku pelajaran, ilmu pengetahuan, motivasi semua ada di sini kecuali novel atau komik. Sekitar seribu lebih buku yang selesai kubaca diletakan di rak kayu yang menempel di dinding.

Selama masa ulangan semester, mama mengawasiku di luar karena ruangan ini hanya cukup untuk aku dan buku-buku saja. Ia akan terduduk di sofa tunggal yang menghadap ke arahku. Pandangannya hanya terhalang pintu kaca lejas. Saat aku tengah belajar, dia sibuk dengan ponselnya sesekali memandang kepadaku—memastikan kalau aku membaca atau mencatat sesuatu. Tidak tahu saja kalau aku tak melakukan keduanya. Untung saja ulangan sudah berakhir.

Sedang asik-asiknya bermalas-malasan dengan ponsel menikmati liburan akhir semesterku, tiba-tiba pintu kamarku terbuka lebar. Mama melesak masuk tanpa izin. Ia membanting ponselku lagi seperti tahun lalu. Dia menarikku berdiri dari posisi duduk di tepi ranjang dan mengacungkan beberapa lembar kertas. "Ini apa?!" Lembaran kertas itu di lempar ke wajahku, setelah kuketahui itu adalah hasil ulanganku. Ah, sudah sampai tangan mama rupanya.

"Percuma aku ambil cuti seminggu untuk menemani anak bodoh sepertimu belajar. Bukannya mendapat nilai bagus malah jelek. Lebih baik kamu bakar sampah-sampah ini dan jangan sampai papah kamu lihat, ngerti!" Setelah itu, mama melenggang pergi.

Aku berjongkok seraya memunguti satu per satu kertas ulanganku. Aku tidak menangis saat merapikan kertas-kertas itu. Tidak sama sekali. Haha. Lagipula, aku sudah terbiasa mendapat perkataan itu dari mama.

Bagi mama, nilai 80–90 itu jelek. Seperti nilai-nilai ulanganku ini. Padahal, meskipun nilaiku menurun dari semester lalu, tetap saja aku paling unggul di kelas.

[]

Hampir mogok nulis eh pas nulis malah word-nya kelebihan, mesti pangkas lagi deh~

Yuhuu day 6, masih semangat kan? Whwhw

Baru inget ini hari ulangtahun kakakku jaah

Bandung, 6 Desember 2019.

31 DWC | Toxic RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang