25 | Salah Paham

295 24 2
                                    

Salah satu anak teman papa menghubungiku, dia bilang ada yang ingin dibicarakan denganku. Berhubung hari ini tidak ada kegiatan apapun, aku mengiyakan ajakannya untuk pergi ke toko buku.

Kalau tidak salah ingat, namanya kak Arda. Nama ayahnya aku lupa. Kami berkenalan saat acara amal yang perusahaan papa adakan. Waktu itu aku memisahkan diri dengan papa dan mama karena mereka membicarakan soal bisnis dengan rekan-rekannya yang membuatku ngantuk.

Aku duduk di kursi sendirian tak berapa lama, kak Arda datang menghampiriku. Tampilannya berprestise, juga tampan mengenakan tuxedo silver. Aku masih ingat.

Untunglah, hari ini aku belum membuat janji untuk pergi dengan Banda. Jadi, aku bisa pergi dengan kak Arda.

Soal Banda, dia masih saja ketus terhadapku gara-gara masalah kemarin di mal. Dia akan menghubungiku saat ingin saja, atau membalas pesanku singkat-singkat. Sebelum minta maaf lagi kubiarkan saja dia begitu dulu untuk hari ini.

"Kamu lapar tidak?" Kak Arda baru saja selesai membayar bukunya.

Mataku memperhatikan benda yang dijinjing kak Arda kemudian menatapnya dan menggeleng. "Nggak, sih. Tadi udah makan di rumah."

"Yakin?"

"Iya. Kaka cari buku aja? Atau mau cari yang lain juga?"

"Saya lapar, nih." Kak Arda memegang perutnya. Memang sih, daritadi perutnya berbunyi terus. "Mau ya, temani saya makan?"

Aku berpikir sebentar. Kalau aku temani dia makan pasti cukup lama, tapi kalau aku pulang duluan nanti dia kecewa. Sudah jauh-jauh ke rumahku untuk membicarakan sesuatu masa aku langsung pulang saja. Padahal, kak Arda saja belum mengatakan apa maksud tujuannya. "Makan di mana?"

"Kita cari yang dekat sini saja."

Aku mengangguk dan mengikuti setiap langkahnya. Setiap kali langkahku tertinggal, dia akan berhenti dan berjalan di sisiku. Seperti pertama bertemu dulu, kak Arda ini kelihatannya orang yang sangat baik, tapi aku tidak terlalu mengenalnya.

"Ngomong-ngomong, aku tidak melihat om Arasy. Beliau ke mana?"

Aku menggedik sekejap sebelum menjawab. "Kata bibi, dia ke luar negeri lagi. Nggak tahu ngapain. Ngurusin bisnis baru mungkin."

Kak Arda menaikkan alis tebalnya. "Oya? Sudah lama?"

"Lumayan. Dia waktu itu cuma pulang bentar abis itu pergi lagi."

Kalau dipikir-pikir, kak Arda ini gaya bicaranya mirip sekali dengan papa. Namun, cara kak Arda berbicara kepadaku cenderung lembut dan enak saja saat berbicara dengannya.

Dia pun orang yang memiliki banyak topik. Pasti saja ada celah untuk dirinya mengajakku berbicara. Sejak di perjalanan ke toko buku dia banyak bercerita. Saat di toko buku pun dia menceritakan soal buku-buku kesukaannya. Dia menganggapku sudah seperti teman lamanya yang bertemu kembali.

"Wah. Sibuk sekali ya beliau. Kalau mama kamu, saya lihat tadi dia ada di rumah. Dia tahu kan saya datang?"

"Tahu kok. Cuma dia lagi sibuk, makanya ngga bisa nemuin kakak. Maaf ya."

"Ah, tidak apa-apa. Tidak usah meminta maaf. Saya maklum, kok. Tante Arula itu memang wanita karir yang sibuk. Prestasi dia di dunia bisnis tidak bisa diragukan lagi." Bibirnya tertarik kedua sisi hingga mata elangnya menyipit.

"Oh, iya. Ngomong-ngomong tadi kak Arda mau bicara apa?"

"Sa—" Tubuh kak Arda terpental ke depan begitu saja sebelum dia menyelesaikan ucapannya.

Mataku terbeliak saat melihat pelakunya, Banda. Aku menutup mulutku ketika Banda terus menghujani kak Arda dengan pukulan-pukulan.

"Banda, stop! Stop, Nda!" Tanganku berusaha menggapai Banda.

Netra Banda nyalang ke arahku. Ia berhenti memukuli kak Arda kemudian menarik lenganku. Kami bersitatap dengan tangan Banda masih meremas lenganku. "Kamu nuduh aku selingkuh, kamu sendiri selingkuh. Anjing!"

"Ak—" Pipiku terasa panas saat telapak tangan kanan Banda menapukku. Remasan di lenganku semakin kuat dan terasa perih. Banda tidak sedikitpun memberi kesempatan aku berbicara.

[]

Day 26 semangat lima hari lagi~

Pagi-pagi updatenya sebelum pigi biar nga lupa whwhwhw /udah kayak ikan dori aja/

26 Desember 2019

31 DWC | Toxic RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang