09 | Lala

464 38 5
                                    

Aku hamil

Mataku terbeliak saat membaca pemberitahuan di status bar ponselku. Berisi pesan dari salah satu teman daringku. Aku tidak segera membukanya. Pikiranku melayang ke kejadian beberapa minggu lalu saat liburan sekolah.

Setelah kejadian pertengkaran papa dan mama saat itu, esoknya aku sudah di atas ranjang saat terbangun. Bi Iyam tidak memberitahu ke mana orangtuaku pergi setelah malam itu, aku pun tak bertanya sebenarnya. Sampai dua hari berlalu masih tak aku jumpai wajah mereka.

Ketidakhadiran mereka membuatku sedikit lega. Aku bisa keluar tanpa perlu izin pada mama. Aku sempat meminta ketiga temanku untuk menemani ke mal. Aku mengatakan akan membelikan hadiah untuk Banda, mereka menyetujui. Mood-ku saat itu cukup baik sebelum olokan mereka merusaknya. Aku memutuskan pulang tanpa mereka setelah mendapat apa yang kucari.

Lala. Nama itu seketika memenuhi ruang pikiranku. Sore selepas hujan berakhir, aku menemui Lala dan mengutarakan keinginanku bertemu dia. Mengembalikan mood.

"Angku mancari urang yang tapek." Lala dengan bahasa Minangnya yang kadang membuat keningku berkerut.

"Artinya apa, La?" Aku dan Lala jalan beriringan entah akan menuju ke mana. Dia belum mengatakannya.

"Kamu mencari orang yang tepat, Grahita Sayangku Manisku Cintaku."

Aku mencebik. "Tadi nggak sepanjang itu, deh." Lala tidak menanggapi, dia hanya tertawa melihat bibirku sudah seperti bebek sekarang.

Dia merangkul lenganku dan menariknya pelan untuk berjalan lebih cepat. Sekarang, aku tahu ke mana tujuan dia. Menemui Ardi, Sana, Lia dan Jamal di stasiun kereta api. Keempatnya teman Lala yang dikenalkan padaku.

Aku yakin, jam-jam pulang kantor begini, kondisi stasiun pasti amat penuh dan sesak. Lala pernah mengajakku ke sini sebelumnya, kondisinya cukup buruk karena saat itu baru pertama kali aku menginjakkan kaki di stasiun. Sekarang, kalau pun aku menolak Lala itu takakan bisa karena kami sudah sama-sama sampai di stasiun dan sedang berdesakan memasukan diri ke dalam gerbong. Aku hampir gila!

"Sadiah musiti geridit pidit sarupojo iko, paruik ambo sakik. Saba, saba. Musiti saba." Wajah Lala memelas.

"La, jangan pakai bahasa Minang bisa?"

"Aku rindu kampung halaman, Gara." Ck.

"Iya ... tapi aku nggak ngerti bahasa kamu!"

Lala tertawa di tengah kesesakan. "Iya maap. Nanti aku ajarin deh."

"Dari kapan tahu ngomong gitu."

Lala kembali terbahak cukup kencang sehingga membuat hujan lokal. Ludahnya mengenai kemeja bapak-bapak di depannya. Aku mengerutkan hidung menatapnya. "Udahlah, sebentar lagi kita akan sampai."

"Mau ngapain sih kita?"

"Pestalaah. Party. Party. Biar kek anak gaul yekan."

"Nggak cocok."

"Ck."

Aku tidak mengira party yang Lala maksud adalah meminum minuman dan merokok di kontrakan Ardi diiringi musik DJ ala-ala aplikasi video yang sedang ramai sekarang ini. Menghilangkan penat dengan cara tepat, katanya. Cukup menyenangkan memang, meskipun aku tidak ikut merokok atau minum, rasa kesalku pada Tamam, Mina, dan Gemi agak terlupakan.

Sampai keesokannya, aku terbangun dengan kondisi baju, rambut dan wajah berantakan, semua serba berantakan. Aku terbaring di lantai terapit oleh Lia dan Sana. Keduanya cukup pulas.

Tiba-tiba perutku mual saat kedua wajah mereka mendekatiku. Bau alkohol cukup kuat. Badanku berdiri untuk menjauh dari mereka. Perlahan melangkah menuju kamar mandi untuk memuntahkan isi perutku. Namun, sebelum sampai ke kamar mandi. Kakiku terhenti di depan pintu kamar Ardi yang terbuka.

Di sana, Lala dengan tubuh telanjang bulat dipeluk oleh Jamal dan Ardi. Selimut, seprei dan kasur busa sudah tak karuan. Baju mereka berserakan di mana-mana. Lama mataku terbuntang, perutku bergejolak hebat. Mulutku mengeluarkan isinya di sana tanpa dapat aku cegah.

Semenjak kejadian itu sampai hari ini, aku tidak pernah bertemu Lala lagi. Sekarang, dia memulai kembali percakapan dengan mengirim pesan mengagetkan itu. Hamil? Apa karena kejadian itu? Entahlah. Rasa malas membuatku tidak membuka pesan dari Lala. Mengingat kejadian itu lagi membuat perutku sungguh mual.

[]

Geridit pidit sarupojo iko paruik. Halaaal apapula ini 🤣

Maafkanlah jika ada bahasa Minang yang salah penempatan. Jujur ini cuma bermodalkan kamus yang tiba-tiba kudownload pas mau menulis bab ini. Pun mesti mengubah si Lala menjadi gadis Minang😂

Day 10 ini bener-bener dah~

10 Desember 2019.

31 DWC | Toxic RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang