27 | Pilihan

300 25 2
                                    

Mungkin dulu aku sangat menggandrungi Banda sehingga semua keburukan tentangnya tertutupi begitu rapat di mataku. Seseorang membuka mataku akan hal ini, kak Arda.

Jika dulu aku akan menampik perkataan Tamam, Gemi dan Mina, sekarang aku sendiri yang akan menyebut diriku bucin bodoh. Mungkin sekesal ini mereka dulu, kini aku bukan hanya kesal tapi juga benci pada diriku sendiri karena mau-maunya bertahan begitu lama dalam hubungan beracun ini.

Beberapa bulan terakhir ini, pertengkaranku dengan Banda tak ada ujungnya. Malamku dihabiskan untuk menangisi perkataan-perkataan Banda yang makin kasar terhadapku.

Sikap posesifnya sungguh membuatku makin tersiksa. Saat belajar disangka yang lain, telat membalas pesan atau tidak mengangkat telepon disangka sedang dengan orang lain, tidak menemuinya sekali disangka ada janji dengan orang lain.

Hal itu semakin memperburuk nilai ujiannya di semester lima. Apalagi, saat liburan semester aku full bersamanya. Jika tidak, kaki akan bertegkar hebat.

Untuk kali ini, aku tidak bisa fokus belajar buat UN sungguh. Ponselku harus setiap saat di tangan, ke mana pun, di mana pun, saat sedang apa pun.

Mama atau papa makin tidak peduli terhadapku, buktinya saat nilai ujianku keluar, mereka tak satu pun membahas. Mereka benar-benar sudah tak peduli soal nilai-nilai sekolahku. Aku akan senang jika mereka tidak mempermasalahkan tentang nilai, tapi yang membuatku sedih adalah ketidakacuhan mereka.

Harusnya, dulu aku bersyukur karena mama menekanku untuk belajar. Sebab, pada saat itulah aku bisa menatap mama lebih lama. Atau saat aku mendapat nilai bagus. Sebab, saat itulah papa akan memujiku di depan rekan-rekannya, meski sebuah formalitas saja.

Jujur, makin ke sini aku semakin lelah dengan Banda pun hidupku. Aku tidak memiliki tujuan. Apa yang mesti aku tuju? Aku sudah tidak punya teman, karena tanpa kusadari bukan hanya Tamam, Gemi, atau Mina yang aku jauhi. Mama papa sudah tidak ada yang peduli. Pun Banda semakin menunjukkan sifat aslinya. Lalu, aku hendak apa? Hidupku untuk apa?

"Aku capek kita begini terus, Banda." Netraku pasti terlihat kuyu di hadapan Banda. Insomnia pun melandaku semenjak pertikaian besar pertama dengannya.

"Harusnya aku yang capek. Kamu selalu sulit aku kasih tahu, kamu keras kepala, kamu selalu melawan. Aku yang harusnya capek menghadapi kamu! Aku melakukan semua ini demi kebaikan ka—"

Aku mengangkat telapak tanganku di depan wajahnya. "Cukup Banda. Kebaikan mana yang kamu maksud? Aku semakin tersiksa karena semuanya!"

Tatapan Banda semakin menyalang. Kepalannya semakin kuat terlihat dari urat-urat yang menonjol. "Apa maumu?" Nada intimidasi yang ia keluarkan. Sebelumnya aku akan takut dengan nada itu, mungkin tidak untuk kali ini.

Tidak seperti Tamam, Gemi dan Mina yang menyuruhku putus dan menghinaku 'bucin' saja. Kak Arda lebih membuatku memilih pilihan sendiri tanpa menyuruh atau menghinaku. Hidupku adalah pilihanku, katanya. Karena itu aku memilih ini.

Dengan berani aku menatap lelaki yang hampir lima tahun aku pacari. "Aku mau putus."

Sekonyong-konyong Banda berdiri dari duduknya membuat kursi kayu yang ia tempati berdecit nyaring. "Apa?!"

Sebelum tangannya menggapai tubuhku, aku segera berdiri dan melarikan diri terlebih dulu. Berlari sekuat yang aku bisa ke luar dari kafe. Indra pendengaranku masih sanggup menangkap teriakan Banda yang memanggilku. Kala menengok ke belakang, jarak Banda denganku tinggal beberapa langkah. Napasku semakin tidak teratur.

Aku sungguh ingin mengakhiri semua ini. Tanpa pikir panjang, aku berlari ke tengah jalan. Entah apa yang direncanakan Tuhan, aku berhasil menyeberangi jalanan tanpa tersenggol mobil atau motor satu pun. Hanya bunyi klakson dan teriakan pengendara yang kesal terhadapku karena menyeberang tiba-tiba. Saat itu pula, Banda berada di seberang jalan sana menunggu mobil atau motor berhenti agar ia bisa menyeberang untuk mengejarku.

[]

Tanpakuedit maap yak /sembunyi di pojokan/

Day 28 Mangat euy tiga hari lagi~

28 Desember 2019

31 DWC | Toxic RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang