19 | Gendut?

325 25 2
                                    

Perkataan Banda kemarin benar-benar membuatku lengar semalaman. Pulang-pulang, tidak bisa tidur sampai pagi. Alhasil, aku jadi tidak bisa fokus di mata pelajaran. Permintaan dia hanya iseng, katanya. Katanya?! Menyebalkan sekali, kan?

Pulang sekolah, tentu saja aku menghujani cubitan di tubuhnya saat ia menjemputku. Ia malah menampakkan wajah tanpa dosa sesekali meminta aku berhenti mencubitnya. Bukan sakit tapi geli, katanya. "Udah, udah. Udah puas cubitinnya, hmm ... hmm."

Tubuh kekarnya dengan mudah membalikan badanku dan memeluk dari belakang seraya menahan kedua tanganku. "Ish! Sebel tahu."

Kepala Banda menyembul di balik leherku. "Jangan sebel-sebel nanti cantiknya luntur. Mending jalan-jalan aja sekarang."

"Jalan-jalan pakai apa?" Tubuhku memberontak untuk melepaskan diri. "Aku, ngga bawa mobil. Lagian, tumben banget jemput tanpa diminta?"

"Kenapa? Nggak suka?" Tangannya menyilang di dada.

Mataku membola dibarengi bibir yang mengerucut. "Kata siapa? Ya, sukalah!"

"Ya, udah sekarang kamu pesen taksi online terus kita ke rumah kamu buat ambil mobil. Kita jalan-jalan."

Kerutan di keningku pasti jelas sekali sekarang. "Kenapa ngga sekalian aja, sih?"

"Aku pengin nyetir, Sayangku Baby Grahita." Kedua telunjuk dan ibu jari Banda mengapit pipiku dan menarik-nariknya ke sisi yang berbeda berkali-kali.

Aktivitas Banda terhenti saat aku menahan pergelangan tangannya. "Yeedeh khitha phulang shekawrhang!"

"Ngomong apasih?"

"Lepas makanya." Aku menarik paksa tangan Banda kemudian membuatku perih sendiri. "Udahlah, ayo pulang!"

"Pesan taksinya aja belum."

"Oh, iya lupa!" Aku menepuk dahulu sendiri. Bodohnya diriku.

"Dasar."

*****

Sesampainya tadi di rumah, Banda tidak ikut masuk karena melihat mobil mama terparkir di pinggir jalan dekat rumah. Mama selalu memarkirkannya di sana sampai salah satu pelayan kami yang memindahkan.

Mama melihatku saat hendak pergi lagi, ia hanya melirik tanpa mengatakan apapun. Aku melengos karena yakin bertanya padanya pun tak akan berguna.

Sekarang, aku dan Banda sudah berada di mal tempat biasa kami nongkrong.

"Kamu mau beli apa ke sini?" Aku mengayun-ayunkan tangan yang digenggam Banda. Sejak tadi masuk ke mal, tanganku tidak lepas. Pun jalan tidak ingin terpisah walau lima senti. Langkah kami benar-benar bersisian sehingga bahuku terus menyenggol lengannya.

"Pengin liat-liat aja dulu. Aku belum punya uang, uangku dipakai bayar uang kuliah."

Kepalaku mengangguk-angguk seraya terus berjalan. "Oh, ya udah."

"Itu doang?"

"Kenapa?"

"Kamu nggak mau tawarin sesuatu, gituh?"

Aku hanya menggedik dan mengangkat kedua alis. Banda memutar bola matanya seraya menarikku untuk berjalan lagi. Sekonyong-konyong, langkahnya terhenti.

"Ada apa?" Aku penasaran apa yang membuatnya berhenti tiba-tiba begini.

Banda merapatkan bahunya denganku. "Lihat,"—Banda menunjuk segerombolan perempuan di arah jarum jam angka tiga seraya menatapku setelahnya—"cewek-cewek itu badannya goals banget. Kok, aku pikir-pikir sekarang kamu gendutan, ya?"

Sebelah alisku terangkat. "Gendut?"

"Iya. Coba deh kamu perhatiin salah satu dari mereka yang baju warna pink itu. Badannya seksi, pahanya kecil, jadi kelihatan tinggi. Padahal, bisa jadi dia sepantaran sama kamu." Mata Banda tak beralih sedetik pun dari perempuan itu.

"Terus?"

"Apanya yang terus?"

"Ya, terus kamu kasih tahu itu maksudnya apa?"

"Kamu nggak nangkep apa yang aku maksud?"

Gelengan kepalaku menjadi jawaban Banda.

"Itu artinya, aku mau kamu kurus kaya dia, Grahita Adiraja Jatuklindriii."

"Jatukrama!"

"Itulah pokoknya."

"Emang iya, aku gendut?"

"Ya, kamu bandingin aja sama cewe baju pink itu. Lihat terus, deh. Tangannya juga kecil, dia pake baju tanpa lengan gitu kelihatan cakep."

"Aku nggak suka baju tanpa lengan."

"Tapi cakep, Ta."

"Tapi, Band—"

"Udah, deh. Mulai sekarang kamu harus diet, biar bisa kayak cewek itu. Cakep!"

Segendut itulah aku? Aku saja tidak merasa gendutan. Bahkan, kiloanku menurun dari angka 53 jadi 51. Bagaimana bisa aku dibilang gendut?

[]

Nga kerasa dah udah day 20 aja uhuy~

Sebelas hari lagi menuju 2020 semangat kuy~

20 Desember 2019

31 DWC | Toxic RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang