Feng Ru Ai - 48

6.5K 571 12
                                    


Selamat malam 🤗

Ada yang rindu? Kalau ada, nih saya update 2 part. Semoga bisa mengobati rindu kalian 😂.

Nggak usah muluk - muluk yah. Intinya selamat membaca, dan jangan lupa Voment kalian ku tunggu 😘

.

Satu jam telah berlalu. Namun keluarga kerajaan belum juga menghadiri upacara penobatan. Entah apa yang sedang terjadi. Yang jelas saat ini Ai mulai merutuki keluarga kerajaan dalam hatinya karena mereka, ia harus terperangkap dalam suasana membosankan dan menyebalkan seperti ini.

Beberapa kali Ai menguap, beberapa kali pula ia mengucek matanya dan berusaha untuk tetap terjaga. Jika saja tempat duduk Ayahnya bukan di barisan paling depan, mungkin saja Ai sudah tertidur.

Namun, setelah ia terperangkap dan kembali ke masa lalu. Ai diam - diam mempelajari sopan santun dan segala hal yang berkaitan dengan nona muda bangsawa termasuk belajar 4 seni tanpa sepengetahuan siapapun. Walaupun Ai cukup pandai dalam seni kaligrafi, tapi di MingQi nona muda bangsawan harus pintar setidaknya 2 dari 4 seni. Selain nona muda bagsawan harus pandai 2 seni, mereka juga harus pandai mengurus keuangan sehingga kelak ketika mereka menikah dengan seorang tuan muda dari golongan bangsawan setara tak akan mendapat cela ataupun gunjingan dari keluarga suami ataupun orang luar.

"Huaaammmhp!"

Untuk sekian kalinya Ai menguap. Untungnya ia dengan sopan menutup mulutnya dengan menggunakan sapu tangan. Hal itu Ai lakukan agar semua orang yang melihatnya menilai bahwa ia adalah gadis yang punya sopan santun dan sangat beretika.

Ada beberapa orang cukup terkejut dengan apa yang Ai lakukan. Pasalnya bagi anak yang ditinggal jauh oleh ibunya di medan perang biasanya akan bersikap bar bar dan juga kasar. Namun dimata mereka putri jendral Holing berbeda. Ia nampak sangat berpendidikan dalam hal sopan santun dan beretika. Tentu saja apa yang mereka lihat jelas sangat berbeda jauh dari apa yang mereka bayangkan.

Lamunan beberapa orang yang memperhatikan Ai seketika buyar ketika sebuah gendang besar di pukul berdatalu - talu. Suara keras nan nyaring yang dihasilkan menyentak dan menyadarkan semua orang yang berada di halaman aula utama istana MingQi. Saat gendang berhenti menghasilkan bunyi, seorang kasim yang berdiri di pintu gerbang samping yang merupakan pembatas antara aula utama dengan bangunan lain lantas berteriak dengan keras dan lantang.

"Yang mulia kaisar dan yang mulia permaisuri telah tiba...."

Mendengar pengumuman dari kasim tersebut, semua orang lantas berdiri dari duduk mereka dan mulai membungkukan badan hingga kaisar Wei dan permaisuri Lien menduduki singgasana mereka masing - masing. Saat kedua petinggi dan penguasa MingQi telah menduduki kursi mereka. Para pejabat pemerintah dan militer pun kembali duduk dikursi mereka masing - masing.

Setelah semua pejabatnya duduk, kaisar Wei lantas berdiri dan memberi sepatah dua kata sebelum upacara penobatan di laksanakan. Setelah memberi sambutan yang hanya beberapa baris kalimat, kaisar Wei kembali duduk dan mengangkat cangkir anggurnya seraya mengajak para pejabatnya bersulang dan meminum anggur bersama. Semua orang kini menyesap anggur mereka kecuali para nyonya dan nona muda yang hanya meminum teh mereka.

Sambil meminum teh, Ai sesekali melirik kaisar Wei dan permaisuri Lien. Saat ekor mata Ai menatap permaisuri Lien yang nampak begitu angkuh dengan pakaian kebesarannya serta riasan tebal dan segala perhiasan mewah yang dipakainya entah mengapa membuat hati Ai merasakan nyeri. Ai merasa seakan - akan jantungnya diremas kuat.

Perasaan ini bukan kali pertama Ai merasakannya. Ia juga merasakan hal yang sama saat ia bertemu dengan pangeran Rong di kedai mie di ibukota MingQi beberapa waktu yang lalu. Perasaan tidak suka yang lebih di dominasi oleh kebencian membuat Ai tanpa sadar meremas cangkirnya kuat hingga kuku - kukunya memutih.

Ada amarah yang sangat sulit untuk Ai jabarkan saat melihat permaisuri Lien ataupun putranya. Ai tidak tahu mengapa ia begitu tak menyukai keduanya. Setahu Ai, dari ingatan masalalu yang di anugerahkan olehnya dari Sang Pencipta penguasa takdir, waktu dan alam semesta. Ia tak memiliki masalah yang membuatnya membenci keduanya sampai pada titik ini.

"Ai'er.. apa yang kau lakukan? Tidak sopan menatap yang mulia permaisuri Lien seperti itu" tegur Fan Hua pada putrinya dengan suara yang amat rendah namun mampu didengar sangat baik oleh Ai

Ai mengerjap matanya. Kesadarannya terkumpul secara paksa saat suara Ibunya membuyarkan lamunan dan pikirannya. Kini Ai lantas segera menunduk dan bersikap acuh tak acuh dengan sekitarnya. Beruntung baik permaisuri Lien maupun tamu - tamu undangan tak menyadari tatapan Ai yang terkesan sangat lancang. Jika mereka menyadarinya atau permaisuri Lien menyadarinya, entah apa yang akan Ai hadapi.

Mungkin Ai mendapat teguran, mungkin juga mendapat hukuman. Pendapat kedua Ai rasa yang akan ia dapatkan dari sikap lancangnya. Terlebih lagi dari ingatan masalalunya permaisuri Lien sangat kejam dan kasar.

Ai menghela nafas lelah. Ia selalu lupa jika ia berada di tempat dimana peraturannya sangatlah ketat. Menyinggung orang yang lebih berkuasa maka hukuman mati akan menanti mereka. Jika di masa depan mereka paling - paling hanya dipenjara atau membayar denda. Namun di masa lalu nyawa seseorang seakan - akan sesuatu hal yang remeh dan di sepelekan.

"Ai'er.. mengapa kamu menatap permaisuri seperti itu? Kamu mau dihukum?" Tanya Fan Hua dengan suara lembut namun ada banyak tekanan pada setiap kata yang dilontarkannya.

"Aku tidak tahu!"

Fan Hua menghela nafas berat. Di usapnya kepala Ai dengan penuh kasih sayang. Tindakannya itu jelas menghangatkan dan meredamkan api yang bergejolak di hati Ai. Entah mengapa ia begitu menyukai perbuatan kecil Ibunya yang kadang membuatnya tenang dan nyaman. Mungkin karena selama ini ia kurang kasih sayang. Maka dari itu hal sederhana seperti inipun terasa sangat mewah dan berharga untuknya.

"Lain kali jangan lakukan. Ibu tidak mau kau dimarahi, dipukul ataupun mendapat hukuman dari orang lain. Kau tahu nak, kamu lahir di rahim Ibu. Ibu jelas tidak rela jika ada orang lain yang menyakitimu"

Perkataan Fan Hua menghangatkan hati Ai. Ingin rasanya Ai menangis terharu saat ini juga. Namun semua niatnya seketika menguap saat kasim kembali berteriak dan mengumumkan kedatangan seseorang.

"Yang mulia pangeran Rong dan pangeran Yan telah tiba...!"

.
.
.
.
.

TBC

Written on Des 8th, 2019

My Destiny : Feng Ru Ai (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang