Feng Ru Ai - 59

7.5K 557 27
                                    


Mungkin hanya perasaannya, ia merasa waktu berlalu begitu cepat. Tak terasa sore hari telah menyapa dirinya. Padahal seingatnya ia hanya berdiaman diri dikediamannya tanpa beranjak sedikitpun dari atas peraduannya.

Di balik jendela yang terbuka, Ai menatap para pelayan kediamannya semakin sibuk menyiapkan segala keperluan dan kebutuhannya. Sebab, sebentar lagi ia akan memasuki istana dan keesokan harinya ia akan menikah.

Ai mendesah. Memikirkan tentang dirinya yang akan menikah dengan praduga paling buruknya membuat sebagian dirinya tidak rela. Ai tak ingin menikah jika itu dengan kaisar Wei. Dirinya tak ingin menerima kenyataan ataupun garis takdir. Bagaimana ia harus menikahi pria yang bahkan lebih pantas dirinya panggil kakek? Bagaimana ia bisa menjalani sisa hidupnya dengan kaisar Wei yang bisa saja sewaktu - waktu mati. Bagaimana bisa ia harus bersaing dengan wanita lain hanya untuk sebuah perhatian dan kasih sayang?

Selama ia hidup. Baik dimasa depan ataupun masa ia berada sekarang. Ai berharap bisa menikahi satu pria. Tak peduli ia berada dari kalangan orang biasa sekalipun. Selama pria itu selalu berada disisinya, selalu setia tanpa adanya wanita lain, juga ia tak kekurangan cinta dan kasih sayang sedikitpun. Ai tak masalah harus hidup berkecukupan.

Namun nampaknya takdir dan dewi keberuntungan tak sedang berada dipihaknya. Praduga buruk mengenai dirinya yang akan menikahi kaisar Wei dan menjadi selir yang entah sudah keberapa itu terus mengusik ketenangannya.

"Haruskah aku kabur saja?"

.
.
.

Disisi lain, tepatnya di istana timur kerajaan MingQi. Putra mahkota Rui nampak mondar mandir di ruang kerjanya. Pangeran Yan yang memang sedari kecil lebih akrab dengannya hanya mampu menggeleng melihat tingkah saudaranya.

Salah satu alasan lain mengapa pangeran Yan tidak memiliki ambisi mengenai takhta, kekuasaan dan kekayaan adalah karena ia begitu menyayangi putra mahkota Rui sebagai saudaranya. Ia tak ingin menusuk dan menghianati pangeran Rui hanya karena hal itu. Selain itu, pangeran Yan juga sangat bosan dan tertekan terus tinggal di istana. Ia ingin lepas dari sangkar emas yang selalu di agung - agungkan kemewahannya oleh para penduduk MingQi.

Sudah cukup baginya mengorbankan masa kecilnya yang dirampas oleh segala hal yang berbau politik dan pemerintahan, tapi jangan untuk masa tuanya. Ia tak ingin menderita selama - lamanya di tempat yang penuh orang - orang munafik dan penjilat.

"Yang mulia, tenangkan diri anda" tegur pangeran Yan jengah

"Bagaimana Ben Gong bisa tenang? Ben Gong terlalu gugup menanti kedatangannya. Bagaimana bisa waktu berjalan begitu lambat?" Balas putra mahkota Rui sedikit mengeluh.

"Itu karena anda terlalu memikirkannya. Cobalah melakukan sesuatu yang membuat anda melupakan masalah nona muda Feng yang sebentar lagi akan datang" saran pangeran Yan yang langsung di tolak keras oleh putra mahkota Rui.

"Ben Gong tak ingin melupakannya sedetik pun. Jangan memaksa apalagi memerintah Ben Gong untuk melakukan hal itu. Sebab adik kedua tidak akan mampu membuat Ben Gong melupakan sosok nona muda yang selalu memenuhi pikiran Ben Gong" tegas putra mahkota Rui yang membuat pangeran Yan mendesah.

"Terserah anda saja. Yang jelas bisakah anda berhenti mondar mandir seperti itu? Itu sangat mengganggu!" Kata pangeran Yan sedikit kesal.

.
.
.

Hari sudah semakin sore, kereta kuda yang di kirim pihak istana telah datang menjemput Ai beserta rombongan. Di depan gerbang kediaman Feng, beberapa penduduk dan tetangga berdatangan. Jalan setapak perumaha Qujin yang biasanya sepi kini ramai oleh beberapa orang yang ingin menyaksikan secara langsung kepergian Ai bersama rombongan kerajaan dan pelayan yang kini nampak sibuk memindahkan barang.

"Lihatlah, betapa banyaknya hadiah yang keluarga Feng berikan untuk keluarga kerajaan" kata seorang wanita paruh baya dengan riasan yang sangat tebal.

"Tentu saja akan banyak. Keluarga Feng sangat menyayangi putri mereka. Hadiah yang mereka berikan kepada keluarga kerajaan adalah tanda bahwa nona muda Feng adalah Bao Yu (mutiara berharga) dari keluarga Feng. Mereka berharap keluarga kerajaan menerima nona muda Feng dengan baik" balas seorang wanita yang bertubuh paling gendut diantara yang lainnya.

Disaat semua orang yang berada di luar kediaman Feng berdecak kagum dan merasa iri dalam hati mereka saat melihat betapa banyaknya hadiah mahal dan berharga yang jendral Holing dan Nyonya Feng berikan pada pihak kerajaan, disisi lain tepatnya di aula utama kediaman Feng. Nampak Ai tengah memberikan penghormatan terakhir kepada kedua orang tuanya.

Fan Hua tak mampu lagi membendung tangisnya, ia terus menangis dan sesekali menyeka hidungnya yang berair. Sedangkan jendral Holing dan Qiang berusaha tegar dan kuat walaupun sepasang mata milik mereka mulai berkaca - kaca.

"Aku akan berusaha selalu mengunjungi kalian" ungkap Ai setelah memberi penghormatan.

"Tentu saja. Tentu saja Bao-yu kita akan selalu datang. Pintu rumah kediaman Feng akan selalu terbuka untukmu" balas jendral Holing

"Ai'er maafkan kami yang harus mengirimmu masuk ke istana, hiks.. hiks.. walaupun kekuatan militer kita kuat. Kita tak mampu melawan perintah dan prinsip yang telah di pegang teguh para tetua Feng terdahulu" kata Fan Hua disela - sela tangisnya. Wanita itu merasa bersalah karena harus mengirim putrinya ke istana yang nampak mewah tapi sebenarnya sangat mengerikan.

Ai hanya mengangguk. Kedua matanya juga mulai berkaca - kaca, pandangannya mulai mengabur karena air mata yang menggenang di pelupuk matanya. Ai menggigit bibir bawahnya kuat. Ia tak boleh menangis didepan kedua orang tua dan juga gegenya. Ia berusaha tetap kuat dan tegar menerima takdir. Walaupun sebagian dirinya ingin ia melarikan diri saja. Namun sebagian dirinya yang lain tak ingin merusak nama baik dan reputasi keluarganya.

'Apakah ia akan berakhir seperti ini?'

Pertanyaan itu kini terbesit dalam benaknya saat keluarganya mulai mengantar dan mengiring dirinya menuju pintu gerbang utama kediaman Feng. Saat ini sudah waktunya ia akan pergi dan melepas keluarga yang begitu mencintainya.

Ai memeluk kedua orang tuanya dan juga gegenya. Setelah itu ia memberi senyuman menenangkan untuk keluarganya sebelum menaiki kereta.

'Akankah ia akan kembali dalam jeratan penderiataan?' Batin Ai

Ai menaiki kereta di bantu Guang, ia lalu membuka jendela dan menatap keluarganya di balik jendela yang ia buka. Ai memberi senyum kepada mereka, lalu melambaikan tangan sebagai salam perpisahan sebelum menutup kembali jendela kereta dan pandangannya kini menatap kain tipis yang menjuntai di hadapannya.

'Ataukah penderitaannya selama di masa depan akan tergantikan dan terbayarkan dengan sebuah kebahagiaan? Jika boleh memilih ia ingin akhir yang bahagia setelah penderitaan yang ia rasakan berlalu' tambahnya

.
.
.
.
.

TBC

Written on Des 29th, 2019

My Destiny : Feng Ru Ai (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang