Dua orang pemuda berbeda usia melangkah masuk ke halaman aula utama istana MingQi. Aura keduanya sangat berbeda. Jika pangeran Rong menampilkan raut wajah angkuh dan sombong saat melangkah menuju kursinya, maka pangeran Yan menampilkan raut wajah yang ramah dan hangat. Senyum terus terpancar dari wajah tampannya dan tentu saja hal itu membuat beberapa nona muda yang mengintip disela sela penghormatan tak lupa menjerit cukup pelan.Baru saja para pangeran ataupun para pejabat menduduki kursinya, permaisuri Lien dengan tidak sabaran berucap "karena pangeran Rong telah ada disini, bagaimana kalau kita mulai upacara penobatannya saja?" Pendapat permaisuri Lien yang terdengar seperti dorongan dan juga desakan.
Dari apa yang permaisuri Lien kemukakan. Ai dapat mengambil kesimpulan jika permaisuri Lien merupakan orang yang tidak sabaran dan juga sangat berambisi mengenai penobatan putranya. Pemikiran Ai mengenai permaisuri Lien juga di pikirkan oleh beberapa pejabat yang memilih menjadi kubu netral dan tak memihak siapapun. Walaupun posisi mereka bisa saja jatuh. Namun pilihan mereka jelas lebih baik dari pada memihak satu orang yang mana jika gagal maka tak ada lagi harapan hidup untuk mereka.
Kaisar Wei berdecih dalam hati. Permaisurinya itu jelas menunjukan ambisinya dengan sangat jelas dan kentara. Bahkan orang awam pun akan berpikiran dan berpendapat seperti kaisar Wei. Menghela nafas pelan, kaisar Wei lantas memberi isyarat pada perdana mentri umum dan kebudayaan yang menjadi pemimpin dalam penyelanggaraan upacara penobatan di bawah pengawasan permaisuri Lien. Walaupun hatinya enggan dan berat, tapi mengingat putra kesayangannya baru akan kembali jika ia melakukan hal ini. Maka kaisar Wei akan tetap melakukan hal tersebut tanpa menimbulkan kecurigaan karena ia percaya pada putra mahkota Rui.
'Ayah sudah melakukan perintahmu. Sekarang tinggal bagaimana caramu menanganinya, putra mahkota Rui' batin kaisar Wei
Perdana mentri Tie yang merupakan mentri dari kementrian umum dan budaya lantas membawa pangeran Rong pergi kesebuah ruangan yang telah di siapkan untuk mengganti pakaian. Setelah pakaian pangeran Rong berganti dengan pakaian kekaisaran dan mengenakan topi kaisar yang mana terdapat hiasan sebuah giok - giok kecil yang menjuntai di depan wajah tampannya.
Tak mampu untuk membohongi diri sendiri, pangeran Rong teramat senang dan juga gugup hingga jantungnya nyaris meledak. Ia tak percaya hari ini akan tiba. Ia tak percaya semuanya berjalan sangat mulus dan sebentar lagi semua hal akan tunduk padanya setelah ia mendapat takhta dan menduduki singgasana kaisar MingQi.
"Sebentar lagi. Hanya sebentar lagi. Kau pasti akan menyesal telah memperlakukan Beng Wang seperti angin lalu"
Senyum menyeringai terbit di wajahnya. Matanya memancarkan kesombongan dan juga keangkuhan. Pangeran Rong bersikap seakan - akan dewi keberuntungan berpihak padanya hari ini. Kemenangan sudah berada di gengamannya dan kini derajatnya semakin naik seakan - akan ia berada di atas langit dan semua orang hanya akan tunduk dibawah kakinya.
Ternyata perasaan yang pangeran Rong rasakan juga dirasakan oleh permaisuri Lien maupun para pengikut pangeran Rong. Mereka terus memancarkan senyum kemenangan tak lupa mulai menyunjukan sikap sombong dan angkuh saat pangeran Rong bersama rombongan dayang dan kasim yang mengapitnya masuk melalui gerbang depan.
Suara gendang dan alat musik lainnya di mainkan. Suasana sakral mulai terasa saat pangeran Rong semakin dekat dengan teras aula utama dimana nanti kaisar Wei akan menyerahkan stempel kerajaan MingQi juga menyematkannya mahkota kaisar yang terbuat dari emas asli dengan hiasan mutiara dan giok langka dan mahal. Mahkota itu cukup berat dan selama ini sangat ia idam - idamkan. Tapi hari ini dan untuk beberapa tahun kedepan, mahkota itu akan terus berada di atas kepalanya hingga akhir hayatnya dan penerusnya akan mengambil dan menggantikan posisinya.
Pangeran Rong mengenyahkan pikirannya. Euforia yang ia rasakan membuatnya kehilangan kefokusan dan konsetrasinya pada acara penting yang akan tercatat dalam sejarah MingQi.
Saat ini pangeran Rong telah mencapai kaki tangga. Perlahan ia mulai menaiki anak tangga satu persatu dan meninggalkan rombongan kasim dan dayang yang mengirinya. Sepanjang pangeran Rong melangkah menaiki setiap anak tangga, maka sebanyak bahkan lebih dari itu detak jantungnya berpacu dengan begitu hebat.
Dengan kegugupan yang ia rasakan, pangeran Rong berusaha bersikap tenang dan mengingat tujuan dan masa - masa sulit yang ia lalui hingga titik ini. Mengingat hal itu membuat pangeran Rong cukup tenang hingga ia tak menyadari ia telah mencapi teras aula utama.
Seorang kasim segera menghampirinya dan mulai memayungi dirinya dan mengiringnya menuju meja dengan berbagai macam persembahan. Disana seorang pendeta telah menantinya untuk segera di sumpahi dan juga kaisar Wei yang menampilkan raut wajah datar.
Keberadaan kaisar Wei disana jelas untuk menyerahkan takhtanya. Dimata Ai ataupun jendral Holing yang tajam, keduanya menangkap keengganan yang kaisar Wei pancarkan walaupun agak samar.
"Ayah apakah cuma perasaanku saja. Yang mulia nampaknya berat memberikan posisinya" bisik Ai menyuarakan pendapatnya pada jendral Holing yang duduk disisi kirinya.
"Ayah juga berpikiran seperti itu"' balas jendral Holing
Saat Ai ingin bertanya 'kenapa?' Fan Huan yang berada di sisi kanannya lebih dulu menegur keduanya. Alhasil keduanya bungkam dan memilih kembali fokus pada upacara penobatan.
Pendeta lantas memulai upacara dengan memanjatkan doa, semua orang tentu saja khusyuk saat pendeta memanjatkan doa - doa baik untuk pemerintahan, kedamaian dan keselamatan istana dan juga ibukota MingQi. Setelah panjatan doa selesai, pendetapun mulai mengajukan pertanyaan kepada pangeran Rong yang akan melakukan proses penyumpahan.
Proses penyumpahan berjalan dengan lancar dan tanpa kendala. Hal itu tentu saja membuat pangeran Rong, permaisuri Lien dan para pendukungnya senang.
'Hanya tinggal selangkah lagi' kalimat itu terus mereka gumamkan dalam hati. Disaat mereka tak mampu untuk bersabar dan menanti proses penobatan yang merupakan acara puncak dan merupakan acara penutupan. Kaisar Wei mulai merasa khawatir dan cemas. Putra mahkota Rui tak menunjukan tanda - tanda akan menjalankan rencananya.
'Apakah Lie berbohong padanya? Apakah Lie bagian dari mereka?' Pertanyaan - pertanyaan itu mulai mengganggu konsentrasi kaisar Wei. Kesadaran kaisar Wei direnggut paksa saat perdana mentri Tie menegurnya.
"Yang mulia"
"Yang mulia, sudah waktunya penyerahan takhta anda" kata perdana mentri Tie yang berhasil mengambil perhatian kaisar Wei padanya.
Kaisar Wei menghembuskan nafas berat, ia mulai melangkah kedepan dan berkata "Zhen, kaisar kerajaan MingQi. Akan menyerahkan tugas dan amanat rakyat padamu, apakah kau bersedia?" Tanya kaisar Wei yang di angguki pangeran Rong
"Saya bersedia!" Jawab pangeran Rong lantang.
Kaisar Wei mulai menyerahkan stempel kerajaan, ia lalu melepas topi pangeran Rong dan setelah itu melepas mahkotanya. Kaisar Wei akan menyematkan mahkota itu pada pangeran Rong. Saat hanya tinggal beberapa senti mahkota itu di sematkan, seorang pemuda dengan tudung kepala besar yang terbuat dari rotan dan jerami melangkah kedepan dan berjalan di tengah - tengah halaman aula utama. Para prajurit dengan cepat mengepung pemuda itu hingga menimbulkan sedikit keributan.
"Berhenti!"
Teriakan pemuda dengan suara yang sangat femiliar di tangkap oleh pendengaran kaisar Wei. Teriakannya yang terasa akrab berhasil mengambil perhatian sang penguasa kerajaan MingQi itu. Saat ia fokus menatap pemuda itu, kedua tangannya yang memegang makhota lantas tergantung di udara.
Pemuda itu lantas berkata lagi "Anda seharusnya tak menyerahkan mahkota yang seharusnya menjadi milikku, kepada anak yang bahkan bukan darah daging anda" bertepatan dengan kalimatnya, pemuda itu lantas melepas tudung kepalanya dan saat itu, semua mata terbelalak terkejut.
"Ya- ya- yang mulia putra ma.. mahkota Rui!"
.
.
.
.
.TBC
Written on Des 8th, 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
My Destiny : Feng Ru Ai (END)
Historical FictionSeptember 8th, 2019 #1 FantasiRomance #1 Pemberontakan #1 Kerajan #1 Kudeta #1 Emperor #1 Ambisi [WARNING ⚠ BACALAH SELAGI ON-GOING, KARENA APABILA CERITANYA TELAH TAMAT, AKAN DI HAPUS SEBAGIAN UNTUK KEPENTINGAN PENERBITAN DALAM BENTUK E-BOOK] . Fen...