•TIGA PULUH SEMBILAN•

1.7K 70 1
                                    

[Edisi Revisi 06.12.19]

Hari ini adalah hari libur nasional. Dan tentunya sekolah libur, maka dari itu kini Sandra telah sampai di rumah sakit, ruang rawat Bima lebih tepatnya. Padahal masih jam sepuluh pagi. Itupun karena tadi malam Bima sempat mengirimnya pesan untuk datang pagi ke ruangannya. Entah untuk apa.

Dan jika kalian bertanya bagaimana Sandra bisa mendapat nomor kekasihnya itu, jawabannya adalah kemarin ketika ia dan para sahabatnya akan pulang tiba-tiba Aldi meminta ponselnya dan langsung menambahkan nomor Bima. Pun sebaliknya. Doni juga mengambil ponsel Bima dan menambahkan nomor Sandra.

"San, Tante minta tolong kamu buat jagain Alsya sebentar ya. Tante mau keluar sebentar sama Om." Ana berkata sambil mendekati Sandra yang duduk di kursi samping ranjang Bima.

"Bun, yang manggil San ke sini kan Abi. Kok malah Bunda suruh buat jagain Al sih," protes Bima.

"Hih, kamu ini. Sama adek sendiri aja sirik. Bunda juga cuma sebentar keluarnya. Gak papa kan Sandra?"

"Gak papa kok Tante. Sini Al sama Kak San." Sandra langsung mengulurkan kedua tangannya yang langsung disambut oleh Alsya.

"Tante titip ya San. Al, bunda pergi dulu ya sayang." tak lama kedua orang tua Bima telah keluar dari ruangan tersebut. Menyisakan tiga orang di dalamnya.

"Al, kamu kok jahat sih sama Kakak. Kan yang nyuruh Kak San ke sini Kak Abi, masa malah disuruh jagain kamu." Bima masih saja melayangkan aksi protesnya. Padahal adiknya itu kini tengah sibuk menonton video kartun kotak spons kuning melalui ponsel Sandra.

"Sama adek sendiri mah jangan gitu. Nanti kalau nangis kan yang repot juga gue, bukan abangnya." ucap Sandra.

Cklek.

Pintu ruangan kembali terbuka. Kini menampilkan dua orang.

"Selamat pagi anak-anak." ucap Wijaya, salah satu dari dua orang yang baru saja masuk.

"Hai sayang." pria itu menghampiri anaknya yang sedang memangku Alsya.

"Halo Pa."

Bima mengerutkan dahi bingung.

"Pa?" ucapnya.

"Dokter Wijaya Papanya San?" tanyanya.

"Loh, kamu belum tahu Bima?" pertanyaan tersebut dibalas dengan gelengan kepala Bima.

"Iya, saya Papanya San. Pacar kamu." pria itu terkekeh karena dua kata terakhirnya itu sukses membuat sang anak menunduk malu.

"Sudah Sus?" tanya Wijaya pada seorang perawat yang tadi ikut masuk bersamanya. Perawat tersebut baru saja selesai mengganti kantung infus Bima yang habis.

"Sudah Dok. Kalau begitu saya permisi dulu." perawat itu melangkah keluar ruangan.

"Ada keluhan Bima?" tanya Wijaya yang dibalas gelengan kepala oleh laki-laki yang terbaring di atas ranjang itu.

Tangan Wijaya kemudian bergerak untuk membuka baju Bima guna melihat bekas jahitan operasi di perut samping laki-laki itu. Beberapa pemeriksaan dilakukan oleh pria itu. Dan setelahnya ia kembali menutup baju Bima.

"Kalau ada keluhan sakit langsung lapor ke saya." ucap Wijaya.

"Iya Dok. Eh, tapi kemarin perut saya sakit banget Dok."

Sontak Wijaya menoleh mendengar ucapan Bima. "Sakit bagaimana?"

"Sakit karena tangan nakal anak Dokter yang nyubit di deket bekas jahitan saya. Dokter tadi juga pasti lihat kalau masih ada bekas merah." Bima melapor pada Dokter yang juga ayah dari kekasihnya itu.

ABIMANYU✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang