Happy Reading:))
~•~
Yang didengar, kini disimpan baik-baik dalam ingatan
Barangkali hari ini yang buruk kembali ke permukaan
Tangis kembali berjatuhan
Kecewa saling meratap dalam pengabaian
Lalu, satu-satunya penyembuhan
Ialah mendengarkan apa yang dikatakan di dalam ingatan.☔☔☔
Sudah beberapa menit terlewati dengan Raina yang hanya memandangi pemandangan di depannya. Tersisa gerimis kecil yang sejak semalam belum juga habis. Hamparan lapangan yang luas dengan gemericik air hujan yang jatuh seolah memberi ketenangan tersendiri untuk dirinya. Pagi ini Raina memang ada jadwal kelas, dan tersisa 15 menit untuknya berdiam diri sebelum pergi ke kelasnya.
Sudah beberapa menit juga seseorang di belakangnya memperhatikannya, namun Raina sama sekali tak menyadari. Mungkin lebih tepatnya, ia tak ingin memahami dan mengetahui apapun untuk saat ini.
Sadar bahwa sosok di hadapannya tetap geming, seseorang itu memilih beranjak dari tempatnya dan berjalan mengambil tempat di sebelah Raina. Iris birunya memantulkan wajah Raina yang muram.
"Lagi ada masalah?" Kalimat pertama yang diucapkannya seseorang itu yang tak lainnya adalah Alaska Ray Garestha.
Raina hanya menggeleng pelan, lalu kembali menangguhkan gemingnya. Bahkan, ia tak mau repot-repot untuk melihat seseorang di sebelahnya.
"Lo suka coklat? Gue ada satu nih, buat lo aja." Ray mengeluarkan sebuah coklat dari saku hoodie-nya dan menyerahkannya pada Raina.
"Gak mau coklat!" Ketusnya namun Ray malah terkekeh kecil. Baginya, Raina itu sama sekali tak terlihat galak, malah terkesan lucu.
"Terus Nyonya Rain maunya apa?" Candanya.
"Gak usah panggil Nyonya!" Lagi, Raina berkata ketus tanpa menolehkan wajahnya. Tanpa melihat pun, ia sudah tahu siapa seseorang di sebelahnya ini.
"Duh, galak banget sih. Jadi pengen nyubit," Ucapnya seraya memberi cubitan di wajah Raina. Tak kencang, namun mampu membuat Raina menatapnya dengan mata dibuat segalak mungkin.
"Gak usah nyubit!" Protesnya.
Ray tertawa kecil, namun tak urung pupil matanya membesar. Katanya kita dapat mengetahui seseorang yang menyukai kita dari pupil matanya. Jika pupil matanya membesar, kemungkinan seseorang itu menyukai kita. Dan, tanpa Ray sadari, ia membuktikannya. Karena iris matanya yang berwarna biru terang, jadi mempermudah Raina untuk melihat pupil matanya itu.
"Ray, Rain boleh minta tolong gak?" Tanya Raina tiba-tiba membuat tawa Ray terhenti.
"Tumben. Mau minta tolong apa sih, cantik?"
Masih sempat-sempatnya ia menggoda Raina. Tapi, hal itu tak berefek apapun bagi Raina.
"Pulang ngampus, Rain boleh bareng Ray, gak?" Tanyanya pelan.
"Boleh banget! Kendaraan gue selalu siap untuk nganterin lo kemana pun yang lo mau."
"Tapi, Lisa ikut bareng. Soalnya Rain sama dia mau ke rumah Fajar dulu."
"Ngapain?" Satu alis Ray terangkat.
"Fajar ulang tahun. Mau, kan?"
Seulas senyum terbit di wajah Ray. Lalu, ia mengacak rambut Raina dengan gemas, "Apa pun buat lo."
Hal itu membuat sudut bibir Raina terangkat sempurna, "Ray ganteng kalau lagi baik. Sering-sering baik kayak gini, ya."
"Kalau gue baik, lo suka sama gue gak?"
![](https://img.wattpad.com/cover/166189089-288-k761402.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Rainangkasa #2 [END]
Teen FictionHujan memang diciptakan untuk dijatuhkan. Semau dan semampu apapun hujan bertahan, tetap saja jatuh ialah keharusan. Semesta tak kenal kasih. Semesta tak pernah memilih. Jika sebuah hati berpaling, itu bukan salah semesta. Jika pada akhirnya harus...