Gak harus buat aku khawatir, bisa gak?
Aku cuma mau tau kabar kamu.
Itu udah cukup kok.
Aku gak mau karena kelamaan nunggu kabar dari kamu, akhirnya aku capek sendiri.
Ada seseorang yang lebih mengerti aku, dan berusaha mengambil posisi kamu.
Apa aku harus persilakan dia masuk?
Tolong,
Kabari aku.☔☔☔
Pagi ini, Raina sudah berada di kelasnya. Dosennya sedang menerangkan di depan, tapi ia malah sibuk mencoret bukunya. Membentuk garis yang lebih menyerupai benang kusut. Sudah lama ia tak lagi menulis puisi, terakhir kali ia menulis ketika dirinya dipersatukan dengan Angkasa.
Mengingat itu, Raina jadi rindu masa-masa SMA. Ia rindu sikap Angkasa yang jutek tapi setidaknya tak menyembunyikan apa pun darinya. Sekarang Angkasa sudah menjadi miliknya, perjuangannya tak sia-sia. Tapi kenapa, setelah menyandang status sebagai pacar seorang Angkasa Milano, Raina terus merasa cemas.
"Rainasya Angeline?" Raina sontak mendongakkan kepalanya ketika Pak Furqon-Dosennya itu memanggilnya.
"Rainasya Angeline, silakan keluar! Saya mengajar di kelas untuk murid yang mau belajar" Tanpa banyak bicara, Raina mengangguk dan segera memasukkan bukunya ke dalam tas dan berpamitan pergi. Ia melongos meninggalkan kelasnya.
Raina hendak menuju ke arah kantin, namun langkahnya terhenti ketika empat orang menghadang langkahnya dengan berdiri di hadapannya. Ada dua perempuan dan dua laki-laki, dan Raina tak mengenal mereka, kecuali satu laki-laki yang sedang tersenyum kepadanya.
"dugaan gue bener kalau lo bakal keluar di jam segini," ucapnya seraya melirik jam di tangannya.
Raina mengerutkan keningnya sembari menatap laki-laki itu.
"Ray, lo mau terus di sini?" kali ini, Raina memandang ke arah perempuan yang ternyata sedang menatapnya sinis.
Laki-laki yang sedari tadi tersenyum itu ternyata Ray. Ia menganggukkan kepalanya, "lo duluan aja, Meg. Gue ada urusan."
"yaudah, gue sama yang lainnya duluan. Nanti lo nyusul aja ke tempat biasa" jawab perempuan yang dipanggil 'Meg' itu.
Perempuan itu menepuk bahu Ray, dan mengajak kedua sahabatnya lagi pergi. Dari yang Raina lihat, sepertinya perempuan yang dipanggil 'Meg' itu serupa dengan perempuan yang pernah mencelakainya saat itu.
Mungkin karena terlalu larut dengan lamunannya, Raina tak menyadari bahwa Ray tengah mengulurkan lengannya ke hadapannya.
Ray berdecak kesal dan menarik lengan Raina tanpa persetujuan dari empunya, "lo lama, jadi jangan salahin gue!"
Sesampainya di kantin, Ray memilihkan meja di tengah dan menyuruh Raina untuk duduk. Raina hanya menurut, tak banyak membantah.
"lo mau makan apa?" tanya Ray.
"gak laper, gak mau makan" dengan suara lesu, Raina menjawab.
"Ck, gak usah gaya-gayaan bilang gak laper. Lo belum makan, kan? Bentar, gue beli dulu" tuturnya lantas melongos pergi ke salah satu penjual makanan.
Raina hanya tersenyum miris. Kenapa laki-laki asing itu tahu kalau ia memang belum sarapan? Kenapa harus dia? Kenapa bukan Angkasa? Bahkan, Angkasa belum mengabarinya dari tadi malam.
Tak butuh waktu lama, Ray sudah kembali dengan membawa dua mangkuk bubur ayam. Ia menyodorkan satu bubur ayam yang dibawanya kepada Raina.
"Makan! Gue gak mau cewek yang gue suka jadi kekurangan gizi" titah Ray, lalu mengambil tempat duduk di hadapan Raina.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rainangkasa #2 [END]
Teen FictionHujan memang diciptakan untuk dijatuhkan. Semau dan semampu apapun hujan bertahan, tetap saja jatuh ialah keharusan. Semesta tak kenal kasih. Semesta tak pernah memilih. Jika sebuah hati berpaling, itu bukan salah semesta. Jika pada akhirnya harus...