17. Dibuat patah

3.8K 251 24
                                    

Jujur, aku merasa sesak ketika buat part ini. Gak sanggup dengan tingkah Angkasa.

Jadi, harap bijak dalam membaca.
Disediakan kolom komentar jika ingin memaki:)

Jangan lupa tekan tombol bintang, ya!!!

Selamat membaca!

~•~
Angkasa, perasaan tak bisa dibagi.
Tak ada pula yang mau berbagi.
Tolong, jangan torehkan luka kembali,
Jangan lupakan kapanpun waktu bisa membawaku pergi,
Jika nantinya hatimu bukan tentang aku lagi.

Angkasa, kau yang memegang kendali. Tolong, posisiku jangan sampai terganti.

-Rainasya Angeline-

☔☔☔

Benar saja, malam ini Raina bergulat dengan tugas-tugasnya yang menumpuk. Ia dibuat kewalahan dengan tugas dan catatan yang belum ia selesaikan di perpustakaan tadi. Rambutnya dicepol asal, hingga memperlihatkan keseluruhan wajahnya yang begitu serius. Guratan-guratan di keningnya sesekali akan nampak ketika ia mencoba berpikir, lalu setelahnya seulas senyum tipis akan terukir saat ia kembali mencatat.

"Makan dulu, Ra." instruksi seseorang di sebelahnya.

"sebentar, Angkasa, ini dikit lagi." jawab Raina sembari membaca rumus-rumus untuk ia catat. Raina tak boleh sampai salah rumus. Jika itu terjadi dan dipraktikkan di lab kampusnya, bisa membahayakan nyawa banyak orang. Apalagi, banyak bahasa latin yang harus ia hapalkan.

Yap. Rumus membuat obat. Raina ingin menjadi apoteker, atau seorang di bagian farmasi yang bertugas meracik obat. Ia tak pernah ingin menjadi dokter, katanya terlalu berat. Padahal tanggung jawab keduanya sama.

Sama-sama menyangkut nyawa seseorang.

"Makan dulu, Rain. Nanti keburu dingin." ucap Angkasa gregetan. Karena setiap Angkasa menyuruh Raina makan, pasti jawabannya sama.
"sebentar lagi, Angkasa." ulangnya. Nah? Selalu itu jawaban Raina.

Angkasa menghela napas dan menaruh sepiring nasi beserta lauknya di atas meja. Kemudian, ia menyandarkan tubuhnya ke punggung sofa. Sedangkan Raina masih terfokus di lantai dengan tugasnya.

Angkasa mengulurkan tangannya untuk memainkan rambut Raina yang dicepol itu. Sebenarnya, ia bingung mau melakukan apa jika keadaan sedang seperti ini.

"AKHIRNYA!" Seru Raina sambil menghela napas lega. Ia berdiri seraya meregangkan jari-jarinya, membuat lengan Angkasa terlepas dari rambutnya. Raina telah selesai dengan tugasnya itu. Kemudian, ia menatap makanan yang Angkasa bawakan.

Raina mengambilnya dan duduk di atas sofa sebelah Angkasa.

"Udah selesai semua tugasnya?" tanya Angkasa. Raina mengangguk sambil menyuapkan sesendok nasi ke mulutnya. Ia benar-benar lapar.

"Berani ini waktu lo buat gue," ucapnya datar, "tapi abisin dulu makan lo. Pokoknya harus abis."

Lagi, Raina hanya mengangguk. Mulutnya penuh dengan makanan, tak bisa menjawab perkataan Angkasa.

Raina menelan makanannya, lalu menoleh kepada Angkasa, "Angkasa gak makan?"

"udah di rumah." jawabnya.

Setelah itu, Raina kembali memakan makanannya. Hanya beberapa menit untuk ia menghabiskannya. Dan, kini piring itu sudah bersih. Tak ada lagi nasi yang tersisa. Raina meneguk segelas air putih lalu menaruhnya di atas meja.

Rainangkasa #2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang