Aku turut berduka cita atas kepergian sastrawan yang selalu menjadi inspirasiku dalam menulis puisi, yaitu Pak Sapardi Djoko Damono 💙
Yang fana waktu, tapi kau abadi, Pak. Detak jantungmu dapat terhenti, namun detak puisimu tak akan pernah mati.
Aku menyayangimu, Pak💙😭
***
Kabar sedih juga, karena Rainangkasa sudah menemukan akhir dari cerita mereka.
Meski terbilang cukup lama untuk cerita ini akhirnya selesai, namun bagiku tetap saja rasanya tak akan cukup.
Rasanya nggak mau berpisah sama cerita ini 😭
Tapi, yaudah deh mau digimanain lagi?
Selamat membaca,
Dan selamat tinggal.
Jika video tak dapat diputar, untuk melihatnya kamu bisa langsung cek di instagram @niskala.sasra
~•~
Kita hanya sebuah kata yang tak lagi ada. Kita hanya sebuah deretan huruf yang tak lagi nyata. Kita adalah bahasa yang tak lagi punya makna. Kita sudah usai. Tak ada yang perlu dipertahankan dengan begitu teramat. Kita tak lagi punya tempat.
Maaf, jika pilihanku menyakitimu. Maaf, jika akhirnya aku yang meninggalkanmu. Tapi sungguh kau tak pernah benar-benar kehilanganku. Perpisahan kita hanyalah jarak yang paling nyata untuk membuatmu tersadar.
Semoga kelak tak ada perasaan yang berubah.
Semoga Tuhan memberikan lembar baru untuk aku dan kau menulis cerita baru. Merangkai kata kita yang sempat berakhir. Mengembalikan kita yang sempat hilang. Mempertemukan kita kembali.
Seperti katamu saat itu, antara namamu dan namaku tak ada spasi, karena kita satu. Dan, semoga selalu begitu.
Sampai berjumpa di perjalanan akhir cerita, Angkasa.
Raina menutup buku birunya yang sejak dulu sudah menjadi muara dari segala cerita-ceritanya. Sudah setahun berlalu, namun nyatanya perasaannya tak pernah berubah.
Ia mengedarkan pandangannya untuk mencari seseorang yang sebelumnya sudah memiliki janji untuk bertemu dengannya. Saat kedua matanya menangkap sosok laki-laki yang tengah ia tunggu, Raina tersenyum ke arahnya. Sebuah senyum yang begitu ia paksakan.
“Gue telat, ya?” Raina menggeleng seraya memberi isyarat kepada laki-laki yang kini berada di hadapannya untuk duduk. Lantas, laki-laki itu segera mendaratkan tubuhnya di kursi di hadapan Raina.
“Udah pesan makan?” lagi, Raina hanya menggeleng. Laki-laki itu hanya menganggukan kepalanya, lalu memesankan makanan untuk dirinya dan juga Raina. Setelah selesai memesan, ia kembali memandangi Raina.
“Jadi, gimana?” tanyanya.
Raina paham betul arah pembicaraan laki-laki di hadapannya itu. Ia tak langsung menjawab, malah mengedarkan pandangannya ke sudut-sudut kafe. Lalu, terdengar embusan napas yang keluar dari mulutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rainangkasa #2 [END]
Fiksi RemajaHujan memang diciptakan untuk dijatuhkan. Semau dan semampu apapun hujan bertahan, tetap saja jatuh ialah keharusan. Semesta tak kenal kasih. Semesta tak pernah memilih. Jika sebuah hati berpaling, itu bukan salah semesta. Jika pada akhirnya harus...