part 2

165 4 0
                                    

Diteras rumahnya, Susan mendadak tidak mau bicara dengan para tetangga yang mengunjunginya. Yang ada dalam pikirannya hanya Stevi. Tetangga-tetangganya juga heran melihat Susan yang berubah menjadi pendiam. Suaminya yang baru pulang dari luar kota kebingungan apa yang sebenarnya terjadi pada istrinya.
“sebenarnya ini ada apa bu?” tanya Tama suaminya.
“kami juga bingung pak, soalnya bu Susan nggak mau ngomong apa-apa” jawab seorang Ibu.
“dari kemarin murung terus, Stevi juga nggak ada, kami permisi” ucap Ibu-ibu yang lain.
Tama membawa Susan masuk. “sayang...” panggilnya, tapi Susan masih diam membisu. “Stevi..., Stevi...” Tama memanggil manggil Stevi sambil mencarinya di seluruh ruangan, tapi tidak ada jawaban, ia kembali mendekati Susan.
“aku mohon kamu bicara sedikit saja, apa yang sebenarnya terjadi? dimana Stevi?” tanya Tama semakin cemas, tapi Susan hanya menggeleng.

Fiona menatap foto Awan satu per satu diruang tamu.
”kamu dimana nak...?” batinnya bertanya. Tiba-tiba Erwan pulang dengan wajah kusut.
“gimana mas? apa ada perkembangan tentang Awan?” tanya Fiona.
Dengan wajah lesu Erwan menggeleng.
“jadi Awan nggak ketemu?” tanya Fiona lagi.
“nggak hanya itu, tapi aku juga dipecat” jawab Erwan, ia kembali teringat pada saat ia datang ke kantor tadi.
Kepala sipir memberikan surat pemecatan atas dirinya.
“kenapa saya dipecat pak?” tanya Erwan bingung.
“karena kamu sudah melanggar aturan, maka kamu dipecat secara tidak hormat”
“tapi pak” Erwan tidak terima.
“lebih baik kamu cari pekerjaan lain”
Anak-anak buahnya hanya bisa melihat kepergian Erwan. Beberapa orang mengejarnya mengucapkan permintaan maaf karena tidak bisa berbuat apa-apa.
“tidak apa-apa, mungkin ini sudah menjadi takdir saya, ingat kalian tidak boleh melanggar aturan lagi oke, assalamuallaikum...” Erwan lalu pergi dengan perasaan kecewa.
“wallaikumsalam...” jawab mereka serempak.
Setelah beberapa saat kemudian, Fiona menghempaskan dirinya di kursi, perasaannya jadi semakin kacau.
”apa yang terjadi dengan anak kita mas?” lirih Fiona menangis.
“jujur aku juga sedih, tapi kita bisa berbuat apa, aku yakin Awan pasti baik-baik aja, besok atau lusa pasti dia kembali” Erwan berusaha tegar meyakinkannya.
“amin...” Fiona begitu sedih.
“kita harus tawakkal” ucap Erwan mengusap bahunya.

Disisi lain, Tama sibuk mencari keberadaan Stevi di area perumahannya. Ia bertanya tentang Stevi kepada tetangganya satu per satu, tapi tidak ada satupun yang tau dan melihat Stevi.
”Aku harus mencari Stevi kemana lagi ya Allah, apa yang sebenarnya terjadi dengan keluargaku?” lirih Tama bersedih, ia kemudian datang ke sekolahannya menemui kepala sekolah.
“dimana Stevi?” dengan nada ketus Tama bertanya.
“jadi sampai sekarang Stevi belum ditemukan” jawab Kepala Sekolah.
“kalau sudah ketemu nggak mungkin saya cari kesini bu” Tama tampak emosi.
“saya mohon bapak jangan emosi dulu, ini bisa kita bicarakan baik-baik” Kepala Sekolah berusaha tenang.
Tama menarik nafas dalam-dalam mencoba untuk lebih tenang.
“Stevi dan Awan menghilang setelah pulang sekolah, jadi kami tidak bisa berbuat apa-apa” ucap Kepala Sekolah.
“permisi” Tama langsung pergi dengan perasaan kecewa.
       Didalam kamar, Stevi merengek-rengek ingin pulang kepada Janu yang mengawasinya. Janu sebenarnya tidak tega melihatnya, tapi demi pekerjaan ia terpaksa menuruti semua perintah Ramadi, termasuk menjauhkan Stevi dari orangtuanya.
“Bang Janu...Stevi pengen pulang...” rengek Stevi menangis.
“ssst apa kemaren nggak denger apa yang bos bilang, nama non sekarang jadi Naya Prasetya, kalau sampai bos denger non masih nyebut nama Stevi kita bisa habis” sahut Janu dengan nada rendah.
“Naya...” Stevi tampak berpikir. “meskipun bagus tetap aja aku nggak suka” ketus Stevi cemberut.
“mau nggak mau ya harus suka, kalau mau keluarga non selamat”
“kalau aku ngikutin semuanya, apa mama sama papa akan baik-baik aja?” tanya Stevi sambil mengingat.
“tentu saja, jadi mulai sekarang papa kamu adalah aku, Ramadi Prasetya” jawab Ramadi tiba-tiba muncul.
“iya om” Stevi agak ketakutan.
“panggil aku papa bukan om ngerti”
“iya pa” Stevi agak menunduk, ia tak ingin melihat wajahnya.
“nah gitu dong” Ramadi tersenyum.
Ramadi membisikkan sesuatu kepada Janu, kemudian ia pergi dengan tergesa-gesa menggunakan mobil. Ramadi tidak menyadari kalau ada seorang polisi yang menyamar sebagai orang biasa tengah mengikutinya dari belakang. Setelah berada di pasar kakilima, Ramadi memilih boneka, ia ingin membeli boneka untuk Stevi. Belum selesai Ramadi bernegoisasi, sekilas ia melihat ada yang mengawasinya dari kejauhan. Ramadi langsung mengalihkan perhatian, tapi polisi tersebut terus saja mengikutinya. Akhirnya Ramadi sengaja menyelinap di tengah keramaian agar bisa meninggalkan jejak. Begitu tidak terlihat oleh polisi ia cepat-cepat kabur dengan menggunakan mobilnya.
“sial, kenapa polisi itu bisa mencurigai aku, sepertinya aku harus membawa Naya pergi dari kota ini” gerutunya geram, ia mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi.
Polisi tersebut sepertinya kehilangan jejak, ia tidak bisa menemukan Ramadi, kemudian langsung menghubungi seseorang.

Cinta dan KesetiaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang