part 34

42 1 0
                                    

Di bandara, nampak Tama berjalan menuju ruang tunggu. Ia hendak menghubungi Susan.
“sebaiknya aku nggak usah ngasih tau Susan, ya anggap aja ini surprise” gumamnya dalam hati sembari memasukkan handphone kedalam saku, kemudian ia pergi menunggu taxi yang lewat.
Setelah berada di dalam taxi, Tama seperti melihat mobil Susan, namun banyak anak-anak di dalamnya.
“apa aku nggak salah liat, pak bisa puter balik nggak?” tanya Tama meminta supir untuk memutar arah.
“aduh pak di jalan ini nggak bisa puter arah” jawab supir.
“oh ya udah nggak apa-apa”
“memangnya mau kemana lagi pak?” tanya si supir.
“langsung ke rumah aja pak”
“tok tok tok...” tiba-tiba ada suara yang mengetuk pintu rumah Susan, namun tidak mengucapkan salam.
“siapa ya bik?” Susan bertanya kepada pembantu rumahnya.
“udah bibik aja yang bukain pintunya” si bibik bergegas bergegas membuka pintu, namun Susan pun ikut keluar.
“mas Tama...” Susan terkejut saat pintunya sudah terbuka.
“assalamuallaikum” Tama mengucapkan salam.
“wallaikumsalam, kok mas nggak bilang-bilang sih kalau hari ini mau pulang, tau kaya gitu kan aku bisa jemput di bandara” Susan membawakan tas Tama masuk.
“ya kalau bilang-bilang bukan surprise dong namanya” Tama mengikuti Susan masuk.

Dalam perjalanan touring, Awan dan teman-temannya mendapati beberapa orang berkerumun didepan salah satu rumah yang sedang terbakar. Mereka semua spontan berhenti dan mendekat. Beberapa orang terlihat hilir mudik ngambil air dari tetangga menyiramnya. Awan menyerukan semua teman-temannya agar membantu mereka. Bagian cowok membantu ngambil air untuk menyiram api yang masih berkobar. Nampak Stevi mendekati seorang Ibu yang masih histeris akibat rumahnya terbakar.
“Ibu...Ibu yang sabar ya, mungkin ini adalah ujian dari Allah...” Stevi berusaha menenangkannya.
“iya bu, kita berdoa aja supaya apinya cepat padam” tambah Kayra.
Meskipun sangat sedih, tapi Ibu itu tersebut berusaha tetap kuat dan mengucapkan istighfar. Tak berapa lama api pun padam, namun ada beberapa barang yang tidak bisa diselamatkan. Bu Winda memerintahkan Awan dan teman-temannya agar membereskan barang-barang yang masih tersisa. Setelah selesai, Awan bingung memikirkan cara agar bisa meringankan beban si pemilik rumah yang tampak sedih melihat puing-puing bekas kebakaran tersebut. Awan mendekati pak Davin dan membisikkan sesuatu. Pak Davin tampak manggut-manggut, sepertinya ia paham apa yang dimaksud Awan. Lalu pak Davin memerintahkan semua murid-murid berkumpul.
“apa kalian ada sesuatu untuk meringankan beban Ibu itu, tapi yang ikhlas” ucap pak Davin.
“saya ikhlas kok pak, nih” Saka memberikan uang sebesar lima puluh ribu kepada pak Davin.
Awan dan Stevi sama-sama menyumbang sebesar seratus ribu. Ibas juga tak mau ketinggalan meskipun hanya lima puluh ribu. Yang lainnya juga ikut menyumbang, termasuk pak Davin dan bu Winda. Setelah dikumpulkan ternyata jumlahnya cukup lumayan. Pak Davin mendekati Ibu itu.
“bu..., memang ini jumlahnya tak seberapa, tapi mudah-mudahan ini bisa sedikit membantu Ibu” sambil memberikan uang tersebut.
“ya Allah..., ini buat saya?” Ibu itu merasa tidak yakin.
“iya bu” tambah Stevi mendekatinya. “kami ikhlas, mudah-mudahan ini bisa membantu Ibu” Stevi tersenyum sembari mengusap bahunya.
“makasih ya neng, makasih ya semuanya, makasih ya Allah...” Ibu itu benar-benar terharu mengucap rasa syukur.
Setelah berpamitan,mereka pun melanjutkan perjalanan. Saat menemukan ada lapangan sepak bola, pak Davin berhenti.
“kenapa lagi pak?” tanya Saka.
“tuh” pak Davin memberi kode ada lapangan sepak bola.
Disana juga sudah ada bola yang tersedia.
“masak iya sih pak cewek-cewek main sepak bola” celetuk Kayra setelah berada dipinggir lapangan.
“iya, kita kan cewek-cewek masak mainnya sepak bola, yang bener aja pak” sepertinya Milan juga tidak setuju.
“justru tujuan kita mengikuti kegiatan ini untuk menciptakan kekompakan dan keakraban antar siswa” balas bu Winda.
“udah nggak apa-apa, lagian seru juga kalau kita main bareng, kapan lagi bisa kayak gini” Awan menyemangati mereka.
“iya kay, mil, udah yuk” ajak Stevi ke tengah lapangan.
Semua terdiri dari dua klub. Klub Awan terdiri dari Stevi, Milan, Nanda, Sony dan pak Davin. Sementara klub Saka terdiri dari Ibas, Kayra, Lucky, Milan, Elsa dan bu Winda. Sebagai kapten, Awan dan Saka saling berhadapan suit untuk menentukan siapa yang duluan memegang bola. Sementara yang menjaga gawang adalah Sony dan Lucky. Ternyata suit di menangkan oleh Awan. Saat bola mengarah kepada Ibas, Awan berhasil merebutnya, lalu Awan mengoper bola kepada pak Davin yang sudah menunggu didepan gawang lawan. Dengan cepat pak Davin menyambut bola tersebut dan melesatkannya kedalam gawang yang dijaga oleh Lucky, tapi Lucky berhasil menepisnya. Lucky kegirangan karena gawangnya tidak kebobolan, namun Stevi memanfaatkan bola blunder tersebut dan menendangnya kearah gawang, ternyata gol.
GOOOLL...” teriak klub Awan saat melihat bolanya melesat masuk, mereka mendekati Stevi dan tos bersama dengan gaya ala-ala mereka.
Kayra ngomel ngomel kepada Saka karena tidak bisa merebut bolanya. “makanya fokus dong” cercanya.
“iya iya, makanya kita harus kompak” bisik Saka.
Kali ini bolanya dikuasai oleh Ibas. Ibas kemudian mengoper bola kepada Kayra.
“AYO SAKAA..” seru Kayra mengoper bola kearah Saka.
Saka berhasil mengecoh Milan dan pak Davin yang ingin merebutnya, lalu dengan cepat Saka mengarahkan bola itu ke gawang lawan yang dijaga oleh Sony, dan gol.
“YEEE...” kali ini Saka yang kegirangan tos bersama yang lain.
Tak terasa hari semakin sore, matahari sudah mulai redup. Mereka memutuskan untuk kembali pulang.

Cinta dan KesetiaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang