part 9

51 4 0
                                    

Terlihat Stevi sedang belajar didalam kamar. Begitu juga dengan Awan, ia belajar didalam kamarnya. Sejenak kemudian mereka sama-sama tersenyum mengingat waktu masa kecil pada saat bermain didekat danau. Tapi wajah mereka berubah seketika saat mengingat kejadian yang membuat mereka terpisah. Stevi sedih terkenang saat Awan terjatuh ke jurang. Sementara Awan berteriak melemparkan buku-bukunya mengingat ketika Stevi dibawa pergi oleh orang-orang yang tak bertanggungjawab. Fiona langsung masuk kekamarnya karena terkejut, bgitu juga dengan Kiran dan Erwan yang baru pulang. Fiona duduk disamping Awan berusaha menenangkannya.
“kamu kenapa?” tanya Fiona dengan lembut.
Kiran membereskan buku-buku yang berserakan dilantai dan meletakkannya diatas meja.
“kalau ada masalah kamu cerita dong, jangan begini” ucap Erwan.
“Awan..., Awan nggak tau dimana Stevi sekarang, seandainya aja waktu itu Awan bisa nolongin Stevi, Stevi nggak akan diculik ma pa” Awan sangat sedih.
“mama tau kamu pasti sedih, tapi kita tidak bisa melawan takdir dari yang kuasa” sahut Fiona.
“apa dia sahabat kecil kamu?” tanya Kiran.
Awan mengangguk lirih.
“seseorang yang sudah begitu dekat dengan kita pasti akan merasakan ikatan batin, kalau kamu yakin dia masih ada, itu artinya dia baik-baik aja, dan aku yakin suatu saat nanti kalian bisa bersama-sama lagi seperti dulu” lanjut Kiran.
“bener kata Kiran” sahut Fiona.
“kita nggak boleh putus asa, minta petunjuk sama Allah” tambah Erwan.
“ya udah Awan mau sholat dulu, biar perasaan Awan jadi lebih tenang” ucap Awan beranjak kekamar mandi.
Setelah mereka keluar dari kamar tersebut, Awan melaksanakan ibadah sholat dan berdoa dengan khusuk. Didalam doa ia meminta agar Stevi baik-baik saja, dan berharap cepat dipertemukan kembali.

Sementara ditempat yang berbeda, Saka terlihat memegang handphone sambil mondar mandir didalam kamarnya.
“telpon nggak telpon nggak, telpon nggak, tu kan udah berkali-kali tetep aja ujungnya nggak, ya berarti nggak” sambil menghitung menggunakan jari. “kalau dipikir-pikir ya kasian juga sih tadi, muka sama bajunya sampai basah begitu, apa gua telpon aja ya...?” setelah berpikir, ia menghubungi Kayra tapi ternyata Kayra sudah tertidur pulas. “tu kan nggak diangkat angkat, emang ni anak songong sih, ya udah deh ngapain juga minta maaf, mendingan gua tidur” ia menggerutu panjang lebar. “mending gua mimpiin bu Winda” dengan tersenyum centil ia membayangkan senyuman bu Winda.
        Di perguruan Ramadi, Soka menatap ke empat murid yang lain. Dengan tegas Soka memberitahu bahwa mereka disini dilatih untuk menang bukan untuk kalah, kalau mereka kalah maka mereka akan mempertanggungjawabkannya. Ramadi mempersilahkan mereka untuk bertarung.
“ayo siapa yang punya nyali duluan?” tantang Soka.
Salah satu dari mereka maju dan mulai menyerang, tapi baru beberapa kali pukulan saja lawannya sudah terkapar tak berdaya. Shera, Janu, dan Jafar tidak tega melihatnya. Ajun menyeret murid yang terkapar tersebut. Lalu orang kedua maju dengan sinis menatap Soka. Berkali-kali orang tersebut mencoba memukul dan mencari titik kelemahannya, tapi Soka terus menghindar. Tampak Riana juga sedang berlatih karate sendiri.
“semua berlatih dengan keras, jadi kita bisa memasuki dunia seni beladiri untuk memilih yang terkuat” bisik Shera kepada Ramadi.
“itu bagus, tapi kita belum tau”
“Riana juga berbakat dalam mempelajari karate” lanjut Shera menatap Riana yang masih fokus latihan.
Ramadi memperhatikan wajah Riana. Wajah tersebut mengingatkannya dengan Kiran yang merupakan kakak kandungnya Riana. Ia tiba-tiba keluar memikirkan Riana, namun Shera dan kedua anak buahnya juga ikut mengiringanya.
”aku sedikit khawatir tentang Riana” celetuk Ramadi. “kenapa?” tanya Shera.
“aku takut dia tau apa yang terjadi dimasa lalu, dan melakukan balas dendam kepada kita” Ramadi mulai gelisah.
“jangan khawatir, aku akan terus mengawasinya”
“oia, sebentar lagi akan ada turnamen karate, kita harus mendapatkan sabuk kehormatan itu, jangan sampai sabuk itu jatuh ke tangan perguruan Panca” ambisi Ramadi begitu menggebu.
“kalau begitu aku akan mempercepat penyeleksiannya”
“oke jangan sampai ada kesalahan” Ramadi lalu pergi naik mobil bersama Janu dan Jafar.

Dikantor polisi, Tama menemui polisi yang pernah menangani kasus Stevi beberapa tahun yang lalu.
”apa bapak masih ingat dengan kasus anak saya beberapa tahun yang lalu?” tanya Tama setelah dipersilahkan duduk.
“boleh saya tau nama lengkap anaknya?”
“Stevi Wulandari”
“sebentar ya saya cek dulu” polisi itu melihat data. “kasus kehilangan anak”
“iya betul pak”
“tapi kasus itu sudah lama ditutup pak” jelas pak polisi.
“saya minta kasus ini dilanjutkan pak, karena saya yakin sekali kalau anak saya masih hidup” Tama sangat berharap.
“apa ada fotonya yang sekarang?” pinta pak polisi.
“bagaimana saya bisa punya fotonya pak, kalau sampai sekarang saya nggak tau keberadaannya dimana” ucap Tama pasrah.
“itu yang menyulitkan kami, dan sepertinya ini bukan kasus kekerasan atau pembunuhan, karena menurut laporan tidak ada jejak yang bisa diketahui”
“terus bagaimana pak?”
“tolong beri kami waktu, kami akan terus berusaha menyelidiki kasus ini”
“terimakasih pak, saya permisi” Tama melangkah dengan perasaan lesu, ia tidak tau lagi harus melakukan apa untuk menemukan anaknya.
       Pagi-pagi ketika ingin berangkat sekolah, Stevi panik karena sepeda yang biasa ia pakai tidak ada.
“BIBIIK...”
Dengan cepat si bibik menghampiri. ”iya non”
“sepeda Naya mana?” sambil melihat kesekelilingnya.
“bibik sih nggak tau non, tapi tadi juragan nitip ini, katanya buat non berangkat sekolah” si bibik memberikan kunci mobil.
Stevi sedikit kesal dan kecewa, tapi ia tetap mengambil kunci mobil tersebut karena takut terlambat ke sekolah.
”papa pasti sengaja supaya aku nggak make sepeda lagi, kenapa sih maksa banget harus make mobil” gerutunya masuk ke mobil yang sudah terparkir didepan.
”kenapa ni mobil nggak aku manfaatin buat nemuin mama sama papa, aku kan bisa kesana tanpa sepengetahuan mereka” Stevi menemukan ide. “kenapa aku nggak kepikiran kesana ya” ia sangat bersemangat.
Stevi mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Dalam perjalanan ia melewati Awan yang menggunakan sepeda, tapi ia hanya menatapnya dari kaca spion.

Cinta dan KesetiaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang