part 7

67 5 0
                                    

Didalam toko, Erwan membantu Fiona membereskan barang-barang sembako. Erwan bertanya kepada Fiona apakah Awan sudah pulang.
”mmm tadi sih belum” jawabnya.
“kenapa dia ngajak Kiran pergi?” tanya Erwan lagi.
“sepertinya Kiran masih butuh sendiri mas, kasian dia”
“ya kalau murung terus dikamar otomatis akan keingetan papanya terus”
“iya juga ya” Fiona menghentikan pekerjaan.
“sekali kali kamu ajak ke mall kek refreshing gitu” ucap Erwan terus menyusun barang-barang tersebut.
“memangnya mas punya uang nyuruh aku ke mall” sahut Fiona menyindirnya.
“ya ke mall kan gratis nggak bayar” Erwan berhenti.
“terus aku sama Kiran cuma disuruh nonton orang-orang lewat doang gitu, ogah...” wajah Fiona tampak cemberut.
“hehehee...” Erwan cuma bisa nyengir.
“assalamuallaikum” ucap Awan yang baru pulang, tapi langsung nyelonong masuk.
“wallaikumsalam...” jawab mereka, Fiona buru-buru mendekatinya. ”gimana pertunjukan kembang apinya pasti seru dong?” seru Fiona.
“biasa aja” sahut Awan datar, lalu masuk ke kamar.
Fiona bengong. “abis pulang seru-seruan kok malah kayak nggak semangat gitu sih, hmmm dasar ABG labil” Fiona menghela nafas.

Keesokan harinya, disuatu tempat yang rahasia.
Ramadi menemui anak buahnya yang menyerang dojonya Panca beberapa hari yang lalu. Ramadi memberikan amplop cukup tebal yang berisi uang kepada salah satu dari mereka.
“ingat, kalian harus tutup mulut, saya nggak mau diantara kalian ada yang tertangkap mengerti” ancamnya.
“baik bos kami mengerti” sahut preman yang pertama.
“kalau bisa kalian harus cepat-cepat pergi dari kota ini, jangan sampai saya masih melihat kalian berkeliaran di kota ini” lanjut Ramadi.
“nggak usah khawatir bos, kami tau apa yang harus kami lakukan” celetuk preman yang kedua.
“oke kalau begitu, ingat jangan sebut nama saya” Ramadi kembali mengancam.
“kalau untuk yang itu kami nggak bisa menjamin bos” potong preman yang pertama dengan cepat.
“aaagh bilang aja kalau mau minta di tambahin lagi” sindir Ramadi.
“ah bos bisa aja membaca pikiran orang” sahutnya.
“nanti akan saya transfer, yang penting kalian harus tinggalkan tempat ini dan segera pergi jauh”
“siap bos, sekarang juga kita pergi” si preman pertama melirik ke preman kedua sembari tersenyum sinis.
       Dalam perjalanan berangkat sekolah, Awan melihat Stevi berjalan membawa koper dan tidak memakai seragam. Awan membuntutinya dari belakang seraya mendorong sepedanya pelan-pelan, namun tiba-tiba Stevi menghentikan langkahnya.
“kenapa ngikutin aku?” tanya Stevi yang mengetahuinya.
“mmm memangnya kamu mau kemana bawa-bawa koper segala?” Awan balik bertanya.
“aku kabur dari rumah” jawab Stevi datar.
“kabur dari rumah” Awan kaget. “memangnya kenapa?”
“meskipun aku jelasin juga kamu nggak bakalan ngerti” jawab Stevi sambil menatapnya.
“ya mungkin, tapi yang jelas itu perbuatan yang nggak baik, pasti orangtua kamu sangat mengkhawatirkan kamu, apalagi kalau dia galak, wah pasti serem tuh” Awan menakut-nakuti.
Stevi mengingat ancaman Ramadi pada saat ia di makam Panca. “kamu nggak usah ngikutin aku, aku nggak jadi kabur aku mau pulang” Stevi meninggalkannya.
Awan hanya bisa memperhatikan Stevi yang pergi meninggalkannya. Awan terus menatapnya meskipun dari jarak yang cukup jauh. Entah kenapa tiba-tiba ia juga merasakan kesedihan seperti yang Stevi rasakan. Sehingga ia hanya mendorong sepedanya perlahan-lahan.
”kenapa Naya mau kabur dari rumah? apa dia lagi ada masalah? tapi kenapa nggak mau cerita” membuatnya berpikir keras.
Di jalanan juga tampak sepi. Biasanya ada Saka dan Ibas yang mengiringinya, tapi tidak untuk kali ini. Membuat perasaannya jadi campur aduk memikirkan Naya dan juga Stevi sahabat kecilnya.

Kiran datang ke tempat bioskop. Dan tidak berapa lama ia pun dipersilahkan masuk dan duduk oleh seorang manager.
”ada yang bisa saya bantu?” tanya manager ramah.
“papa saya baru saja meninggal pak, saya sangat membutuhkan pekerjaan” jawabnya sungguh-sungguh.
“CV nya mana?” manager memintanya.
“saya nggak punya CV pak karena saya nggak sekolah”
Manager tersebut menarik nafas dalam-dalam.
“pekerjaan apa saja saya mau pak, bersih-bersih juga nggak apa-apa, yang penting saya kerja” Kiran tampak sedih, ia sangat berharap diterima bekerja.
Manager itu memperhatikannya. “ya udah kamu diterima kerja disini di bagian penjualan popcorn” ucapnya setelah menimbang-nimbang.
“beneran pak?” Kiran sangat senang sekaligus masih ragu.
“iya, tapi ingat, disini saya nggak menerima karyawan yang malas-malasan”
“makasih banyak pak saya janji akan bekerja sebaik-baiknya” ucap Kiran dengan semangat.
“oke kalau begitu selamat bergabung” si manager langsung menjabat tangannya.
       Saat pulang ke rumah, Ramadi melihat ada sepucuk surat tergeletak diatas meja. Ternyata itu surat peninggalan Stevi sebelum pergi. Di surat tersebut tertulis kalau ia meminta maaf. Tujuannya bukan untuk menemui orangtuanya melainkan akan pergi jauh sejauh jauhnya.
JANU..., JAFAR...” teriaknya.
Janu dan Jafar cepat-cepat berlari menghampirinya.
“ada apa bos?” tanya Janu.
“Naya kabur, ayo cepat cari” perintahnya.
“kabur kemana bos?” tanya Janu seperti orang bodoh.
“ya mana saya tau, ayo cepat kejar malah bengong lagi” Ramadi tampak kesal.
Janu dan Jafar cepat menyalakan mobil dan mencari Stevi. Terlihat kecepatan mobil yang dikendarai mereka sangat tinggi, sampai-sampai mereka tidak melihat Stevi yang sedang murung dijalan tersebut yang berjalan membawa koper. Begitu juga dengan Ramadi, ia memacu mobilnya tanpa melihat kekanan dan kekiri.

Cinta dan KesetiaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang