part 22

36 1 0
                                    

Kembali lagi di ditempat latihan panjat climbing, terlihat Stevi sudah berada ditengah-tengah berusaha untuk sampai keatas, tapi sepertinya ia masih bingung menginjakkan kakinya dimana. Para pendukung yang berada dibawah jadi khawatir melihatnya. Awan datang memberikan semangat kepada Stevi, tapi tiba-tiba keseimbangan Stevi jadi oleng karena kakinya kurang tepat berpijak. Stevi jadi melorot kebawah. Nanda menutup mata karena panik dan takut terjadi apa-apa sama Stevi. Apalagi tadi Nanda yang sudah membujuknya untuk ikutan. Apa yang ditakutkan akhirnya terjadi, tali yang dipegang Stevi terlepas.
“STEVI...” Awan berteriak segera menangkapnya.
Meskipun deg-degan dan panik, tapi semua bertepuk tangan dan lega karena Awan berhasil menangkapnya.
“ada yang luka nggak?” tanya Awan sangat mengkhawatirkannya.
“aku nggak apa-apa kok” jawabnya.
“beneran nggak apa-apa?” Awan masih cemas.
“iya aku nggak apa-apa, liat tuh nggak ada yang luka kan” Stevi memperlihatkan pergelangan tangan maupun kaki. “biasa aja dong mukanya nggak perlu khawatir gitu...” ledek Stevi saat melihat wajah Awan yang begitu cemas terhadap dirinya.
“ya gimana aku nggak khawatir by”
“haah..., kamu barusan manggil aku apa? by...?” Stevi sangat penasaran apa yang dimaksud dengan panggilan tersebut.
“ya boleh dong kalau aku manggil kamu baby, kan muka kamu kaya bayi yang gemesin...” jawab Awan dengan gemas.
“ehem ehem...” Nanda pura-pura batuk. “ya udah deh gue nggak mau ganggu couple yang lagi hit” sindir Nanda meninggalkannya.
Stevi dan Awan saling melirik sambil tersenyum ingin tertawa.
        Didalam tahanan, polisi mendekati Reza yang mendekam didalam sel.
“saudara Reza, ada yang ingin bertemu dengan anda” pak polisi membuka sel dan mempersilahkannya keluar.
Dengan santai Reza keluar menemui orang tersebut, tapi ia terkejut ketika melihat orang yang di maksud itu ternyata Ranti.
“apa maksud kedatangan kamu? lebih baik sekarang kamu pergi, dan jangan pernah datang lagi kesini ngerti” ucap Reza agak ketus sembari duduk dihadapan Ranti dan menatapnya dengan tajam.
“tadinya aku kesini memang niat mau njenguk kamu, karena aku pengen kamu menjadi orang yang baik, tapi aku nggak nyangka aja, selain jahat ternyata kamu juga punya sifat yang kasar sama perempuan” Ranti kemudian berdiri dan pergi meninggalkannya.
Reza tertunduk lesu mengusap dahi dan berpikir. Ia mengejar Ranti dan memegang tangannya.
“mau apa? mau maki-maki aku lagi iya” Ranti melepaskan pegangan tangannya. Reza perlahan-lahan berjongkok sambil memohon menatapnya dalam-dalam.
“tolong bangun mas nggak enak di lihat orang” ucap Ranti.
“aku nggak peduli ran, aku nggak akan bangun sebelum kamu mau memaafkan aku” sahut Reza sungguh-sungguh.
“jauh sebelumnya aku sudah memaafkan kamu”
“aku janji setelah keluar nanti, aku akan melamar kamu dengan ketulusan hatiku”
“jam besuk sudah habis” tegas pak polisi membawa Reza.
“aku tunggu ketulusan hati kamu” lirih Ranti menatapnya.
Reza menoleh kearah Ranti yang memberikan senyuman.

Sore hari, Ibas mendatangi mama tirinya di kantor, sedangkan Lucky hanya menunggu di luar. Ternyata Lucky adalah saudara sepupunya Ibas yang baru pulang dari luar negeri. Tanpa permisi Ibas nyelonong masuk ke ruangan Farah.
”Ibas mau minta uang ma” dengan wajah jutek.
“minta uang lagi, untuk apa?” Farah tidak menyukainya.
“Ibas mau beli motor, biar lebih keren gitu”
Farah nampak berpikir. “mau minta berapa?”
“seratus juta”
“SERATUS JUTA..., BANYAK AMAT” Farah kaget.
“ya udah kalau mama nggak mau ngasih, Ibas tinggal telpon papa” Ibas mengeluarkan handphone.
Dengan perasaan kesal, Farah membuat cek yang berjumlah seratus juta untuk Ibas. Dan dengan cepat pula Ibas menyambar cek tersebut dari tangan Farah.
”thank you mama, tiri...” ledek Ibas, kemudian ia pergi sambil tersenyum menemui Lucky.
“kalau bukan karena mas Bram, aku juga nggak mau punya anak tiri seperti kamu tau nggak” gerutu Farah menahan kesal.
Ibas sangat senang setelah bisa membeli motor yang ia inginkan. 
        Awan dan Stevi menelusuri jalanan yang di kelilingi pepohonan yang rindang di sekitarnya. Mereka menggunakan sepeda sambil bersenda gurau. Stevi melingkarkan kedua tangannya diatas bahu Awan.
“kamu tau nggak sih, sebenernya dulu aku takut banget naik sepeda” celetuk Stevi.
“ya tau dong, kamu kan orangnya penakut” ledek Awan ingin tertawa, tapi Stevi menjewer telinganya.
“aduh...” Awan meringis sambil menghentikan sepeda.
“kenapa berhenti?”
“jantungku mendadak berhenti akibat telingaku kamu jewer”
“makanya jangan ngeledekinnya aku, apa mau aku tambahin”
Mereka turun dari sepeda dan berjalan mendorongnya.
“jewer aja kalau bisa” tantang Awan sambil meliriknya. Stevi ingin menjewernya kembali, tapi Awan cepat memegang tangannya sambil tertawa.
“nggak bisa kan yee” ledek Awan lagi.
Tiba-tiba Ajun dan dua orang temannya sudah berdiri ditengah jalan. Stevi benar-benar kaget, karena ia ingat bahwa itu adalah anak buahnya Ramadi. Ajun seolah-olah menantang seberapa keberanian Awan. Awan berdiri didepan Stevi sembari menatap mereka dengan sorotan yang tajam. Ajun meminta kedua temannya untuk menyerang Awan. Serangan demi serangan mereka lakukan, tapi sepertinya Awan agak kewalahan melawannya karena kemampuan bela dirinya masih sedikit. Tak ingin hanya berdiam diri saja, Stevi mengambil kayu yang terletak tidak jauh darinya. Ia kemudian membantu Awan memukul mereka menggunakan kayu tersebut. Awan dan Stevi bekerjasama mengalahkan mereka. Meskipun pukulan yang dilakukan Stevi agak kocak, namun itu sangat membantu Awan melakukan serangan. Setelah kedua temannya tersungkur tak berdaya, Ajun mulai ancang-ancang ingin melakukan serangan. Melihat gerakan-gerakan yang dilakukan Ajun, Awan jadi khawatir karena Ajun bukanlah orang yang mudah dikalahkan, namun Awan tak kehilangan akal, ia langsung menggoyang-goyangkan kepala sambil memperlihatkan teknik kuda-kuda yang dipelajarinya, sehingga Ajun jadi bingung sebenarnya itu teknik apa. Awan dan Ajun bertarung menggunakan tekniknya masing-masing. Saat Ajun mulai kelelahan melawannya, Stevi langsung membantu memukulnya dengan kayu. Ajun jatuh pingsan.
“woow, ternyata pukulan aku boleh juga ya hehehee...” riang Stevi kegirangan, Awan mengacungkan jempol terhadapnya sambil tertawa.
Lalu Awan mengajak Stevi untuk segera pergi dari sini.

Cinta dan KesetiaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang