Davin memegang kedua tangan Winda. “secepatnya aku akan ngelamar kamu” ucapnya.
Spontan Saka berpura-pura ingin muntah. “masih cocokan juga sama gua, masih gantengan juga gue” sindirnya dengan nada rendah.
“kok kamu nggak pesen makan?” tanya bu Winda kepada Saka.
“nggak jadi soalnya saya kebelet” Saka buru-buru pergi, sampai didepan Saka masih menoleh ke belakang melihat Winda. Tak disangka ia menabrak Kayra yang menuju kasir.
“aduuh..., lo ngapain sih nabrak gue mulu...” cerca Kayra.
“aneh ya, dimana-mana kok selalu ada lo sih, jangan-jangan lo ngikutin gua ya” tuduh Saka.
“gue kesini mau beli pesenan nyokap gue bukan ngikutin lo” cerca Kayra lagi, lalu buru-buru pergi sambil menahan kesal.
Paginya dipadepokan, Ajun dan Riana duduk menghadap Soka yang berdiri menatapnya.
“Ajun dan Riana sudah kalah, jadi harus menerima hukuman” tegas Soka, lalu memberi kode kepada Ajun agar segera bangun dan berdiri.
Ajun berdiri dengan tangan dibelakang. Soka memukul perut Ajun dengan kuat. Ajun meringis menahan sakit sambil memegangi perut.
“kamu juga kalah” ucapnya kepada Riana.
Riana langsung berdiri melipatkan tangannya ke belakang. Soka bersiap-siap memukul Riana.
“BERHENTII...” Ramadi berteriak.
Soka memberi salam hormat karate kepada Ramadi dan Shera, kemudian pergi meninggalkan mereka.
“dia dikalahkan oleh Kiran, jadi harus kita pertimbangkan” ucap Ramadi.
“tapi ini” Shera merasa ragu.
“apa kamu keberatan?” Ramadi pergi meninggalkan Riana dan Ajun.
Ajun perlahan-lahan berusaha bangun dan meraih tangan Riana. ”terimakasih kamu sudah melakukan yang terbaik, tapi kita nggak bisa melakukan apapun melawan Kiran” sambil mengatur nafas.
“kita nggak boleh kalah begitu aja” ucap Riana.
Ajun meninggalkan Riana dengan menahan sakit.Didalam kelas, bu Winda duduk dikursi memandangi murid-muridnya. Ia meminta Awan untuk mengumpulkan semua tugas-tugas murid. Awan mengambil tugas mereka satu per satu. Tiba gilirannya meminta tugas Saka, tapi Saka malah menopang dagu memperhatikan bu Winda sambil senyum-senyum sendiri. Akhirnya Kayra menjewer telinga Saka dengan keras.
“apa-apaan sih sakit tau” cerca Saka memegangi telinga.
“tugas lo mana kumpulin” perintah Kayra menahan geram.
“tau nih ngelamun aja” tambah Awan masih berdiri menunggu.
“iya sabar” Saka membuka tas memberikan tugasnya.
Awan memberikan semua tugas-tugas tersebut kepada bu Winda.
“sementara Ibu memeriksa pekerjaan kalian, tolong jangan berisik” ucap bu Winda, namun ternyata waktunya istirahat. “oke berhubung sekarang saatnya istirahat, nanti kita lanjutkan lagi” bu Winda kemudian keluar.
Semua murid keluar dari kelas. Ada yang ke kantin ada yang ke perpustakaan ada juga yang duduk-duduk di taman. Sementara itu tampak Stevi dan Nanda menuju ruangan ekskul pecinta alam sambil membawa tugas makalah.
“ini tugas kita kemarin kak” Stevi menyerahkan tugasnya kepada Fredi yang sedang duduk didalam ruangan tersebut.
“oke, oia seminggu lagi kita akan ngadain lomba climbing, kalau fisik kalian kuat boleh ikut, tapi kalau nggak ya udah nggak apa-apa jangan dipaksain”
“iya kak” sahut Stevi dan Nanda kompak.
Tiba-tiba Ibas datang menghampiri dan mengajaknya ke kantin.
“gua traktir deh” bujuknya.
“jangan mau nay, tolak aja pliss” dari kejauhan Awan berharap kalau Stevi menolaknya.
“mau nraktir kita berdua?” tanya Stevi kepada Ibas.
“mmm boleh deh nggak apa-apa” jawab Ibas senang.
Mendengar kata-kata mereka Awan sedikit kecewa.
”kenapa aku sedih ya ngeliat mereka berdua, kenapa juga aku selalu menganggap Naya itu adalah Stevi, jelas-jelas namanya Naya Prasetya bukan Stevi Wulandari gimana sih, sadar dong wan sadar” Awan menggerutu.Didepan tokonya, Fiona bersiap-siap mengantar pesanan pak Tio. Kiran berpamitan pergi kepadanya sambil mencium tangannya.
”oia tante hati-hati ya” ucap Kiran.
“tenang aja dia nggak mungkin berani lagi” canda Fiona.
Kiran tersenyum. “assalamuallaikum”
“walaikumsallam, kamu juga hati-hati” setelah itu Fiona berangkat mengantar barang menggunakan mobil bak seperti biasa.
“yah aku ditinggal” gerutu Erwan baru keluar.
Di alam terbuka yang jauh dari hiruk pikuk kegiatan manusia, Kiran berdiri dengan berseragam karate berwarna putih. Kiran teringat Panca papanya. Sebagai guru Panca mengajarkan dasar kekuatan dan hati. Kiran mengencangkan sabuk karatenya dan mulai latihan dengan fokus. Baru beberapa menit latihan pikirannya mulai buyar mengingat kata-kata yang diucapkan Panca sebelum pingsan setelah dipukul Ramadi. Saat itu Panca memegangi sabuk karate yang berwarna hitam yang dikenakannya.
”sabuk ini adalah sabuk kehormatan di perguruan kita, kamu harus bisa mempertahankannya” pesan itu sangat melekat dipikiran Kiran, namun ternyata Riana sudah berdiri tidak jauh dari hadapannya.
“ngapain kamu kesini?” tanya Kiran menatapnya.
“karena kamu Kiran anaknya Panca Buana”
Berbagai pukulan dan tendangan diberikan Riana, tapi berhasil ditangkis oleh Kiran. Mereka mulai memperlihatkan gerakan dan teknik yang sama. Itu adalah gerakan yang diajarkan Panca.
”teknik menyerang, dan kita harus fokus kepada lawan” itu adalah pesan Panca saat melatih mereka.
Kata-kata itu selalu terngiang ditelinga mereka berdua. Kiran menghentikan gerakannya.
“Riana, ini aku” Kiran berusaha mengingatkan kalau ia adalah kakaknya, namun Riana menendangnya, tapi ditangkis oleh kedua tangan Kiran.
“nanti kita akan ketemu lagi” tatapan Riana begitu datar, ia kemudian meninggalkan Kiran yang berdiri tegak menatapnya. Kiran masih tak percaya kalau Riana tidak mengenalinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta dan Kesetiaan
Fiksi UmumParas Stevi yang sangat mirip dengan ibunya membuat Ramadi bertekad balas dendam karena ibunya dulu menolak cintanya. Ramadi menculik Stevi disaat ia dan Awan sedang asyik bermain, sedangkan Awan dibuang kedasar jurang. Demi melindungi ibu dan ayahn...