part 10

60 4 0
                                    

Oke kita kembali ke sekolahan, kakak pembina pecinta alam dan orang-orang yang terdaftar dalam organisasi tersebut berkumpul di lapangan. Nanda panik karena Stevi belum juga muncul.
“Naya mana?” tanya kakak pembina.
“mmm masih di toilet kak” jawab Nanda berbohong.
“oke kita tunggu lima menit lagi”
“duh gue jadi bohong kan, gimana kalau Naya nggak dateng-dateng juga, mati gue ketauan bohong” batin Nanda bergejolak cemas, ia melihat ke kanan dan ke kiri berharap Naya cepat muncul.
Sementara didekat parkiran, Awan melihat Naya seperti terburu-buru kearah lapangan. Awan mengikutinya tapi Ibas keburu menahannya.
“urusan kita belum selesai” ucap Ibas.
“nggak usah ngehalangin aku, aku nggak ada urusan sama kamu” Awan ingin pergi, tapi lag-lagi Ibas menahannya dan menarik tangannya. “kamu maunya apa sih?” bentak Awan.
“Naya itu calon pacar gua jadi lo nggak berhak ngedeketin dia” Ibas sedikit mengancam.
Di waktu yang sama Saka, Kayra, dan Milan mendekati mereka
“apa kamu bilang, calon pacar” Awan tersenyum tipis.
“iya memangnya kenapa?” tanya Ibas dengan sinis.
“kalau kamu beneran suka sama dia, nggak mungkin kamu ngehina dia” jawab Awan tak terima.
Saka memisahkan mereka. “kita ini semuanya sahabat”
“sahabat yang baik nggak akan pernah menghina dan menjelekkan temannya sendiri, apa kalian paham” tegas Awan, dengan perasaan geram ia melangkah pergi.
Ibas juga ikut-ikutan pergi meninggalkan mereka.
“waktu itu gue memang denger Ibas ngomong kayak ngejelek-jelekkin Naya gitu sih, ya gue pikir itu cuma becandaan doang, taunya Awan nggak terima, terus sampe mukulin Ibas gitu” jelas Kayra. Saka menarik nafas dalam-dalam.
“kita harus bisa mendamaikan mereka, jangan sampai mereka musuhan hanya karena satu cewek” ucap Saka serius.
“iya bener, jadi apa yang harus kita lakuin?” tanya Kayra.
Milan memperhatikan wajah mereka berdua.
“lo kenapa mil?” Kayra bertanya.
Milan ingin tertawa. “tumben kalian pada akur” ledeknya.
Spontan Saka dan Kayra terkejut dan berdiri sambil memeluk kedua tangannya masing-masing.
“siapa bilang” Saka berlagak ketus.
“udah deh berantemnya dilanjutin ntar-ntar aja, yang terpenting sekarang kita harus cari cara supaya mereka akur lagi seperti dulu” sahut Milan.
Saka dan Kayra kembali duduk sambil menatap satu sama lain. Kayra membisikkan sesuatu ke telinga Milan.
”nanti sore kita ngajak mereka ketemu di tempat biasa, gimana?”
“ngapain sih bisik-bisik?” sindir Saka.
“intinya gini ntar pokoknya Saka ngajak Ibas ketemuan di tempat biasa jam 5 sore, masalah Awan biar gue yang urus” ucap Kayra.
“terus gue ngapain?” Milan bingung.
“ya lo ikut sama gue dong” jawab Kayra.
Saka mengangguk. “oke siap, awas jangan sampai salah alamat, ntar lo ke rumah gua lagi” Saka menyindir.
“siapa juga yang mau ke rumah lo” Kayra menyentil keningnya.
“aduh...” Saka meringis sambil memegang kening.
Dengan terburu-buru Stevi bergabung dengan Nanda dan yang lainnya di lapangan.
“akhirnya yang ditunggu tunggu dateng juga” celetuk Nanda merasa lega.
“kenapa kamu telat?” kakak pembina bertanya.
“maaf kak” Stevi memasang wajah memelas.
“udah sekarang kita berangkat, ayo semuanya” ajak kakak pembina.

Suasana rumah sakit jiwa memang terkadang membuat jantung Tama sedikit berdegup kencang. Ada yang berteriak-teriak ketakutan didalam kamarnya. Ada yang berlarian kesana kemari dengan keadaan kucel dan dekil. Ada juga yang terus-terusan bicara sendiri. Semua itu dilalui oleh Tama menuju tempat Susan dirawat, namun ternyata Susan tidak ada ditempatnya. Ia bertanya kepada suster yang lewat.
“maaf sus pasien yang dikamar sebelah kenapa nggak ada?”
“bukan nggak ada pak, tapi lagi sama susternya”
“oia diruangan mana ya sus?” tanya Tama lagi.
“kemungkinan sih di taman”
“makasih sus”
Tama kemudian mencari Susan ke taman. Tampak Susan memperhatikan suster yang sedang menulis di kertas. Suster menulis kata-kata Stevi. Dengan cermat ia memberitahu huruf demi huruf kepada Susan. Meskipun masih agak susah, tapi Susan mengikutinya dengan baik.
“coba sekarang ditulis hurufnya, ingat kata-kata ini adalah Stevi” suster mengeja huruf tersebut dengan pelan-pelan.
“Stevi...” tiru Susan, kemudian ia tersenyum.
Tama tidak jadi mendekatinya. “aku yakin perlahan-lahan kamu bisa mengingat semuanya” lirihnya.
        Sampai di hutan, kakak pembina menjelaskan jalan mana yang akan mereka lalui dengan peta. Baik dari awal start sampai finish.
“memangnya harus melalui jalur yang sudah ditentukan ya kak?” sepertinya Nanda kurang paham.
“ya iya dong” jawab Fredi si kakak pembina.
“terus ngapain aja kak?” tanya Nanda lagi.
“kan tadi sebelum berangkat kita udah breefing”
“saya kurang paham kak” Nanda menggaruk-garuk kepala.
“kalian harus ada catatan masing-masing, karena kita disini nggak hanya sekedar eksplor, tapi kita juga harus tau manfaat maupun dampak buruk bagi tumbuhan maupun makhluk hidup yang kita temui” Fredi kembali menjelaskan.
“gimana kalau itu ular kak kan takut” ekspresi wajah Stevi agak khawatir.
“iya kak bener, kan berbisa” tambah Nanda.
“udah kalian nggak perlu takut disini nggak ada binatang buas” jelas Fredi.
Nanda melirik Stevi.
“ketua kelompok kalian sudah memilih jalan untuk start, jadi tinggal ikuti saja, oke” lanjut Fredi.
“iya kak...” jawab mereka serempak.
Stevi dan kelompoknya menelusuri hutan sesuai petunjuk yang ada. Berbagai macam tumbuh-tumbuhan mulai dari yang beracun maupun untuk obat-obatan mereka temukan.
“coba liat bunganya bagus banget...” riang Stevi menunjuk. “aku ambil gambarnya ah” ia memotretnya dengan handphone.
Stevi dan Nanda juga mencatatnya ke dalam buku. Sementara yang lain memperhatikan pohon-pohon yang ada disekitarnya. Mereka mencatat apa yang menurut mereka menarik untuk bahan pengetahuan.
“gimana udah selesai belum?” tanya Fredi.
“udah kak” jawab mereka. Mereka melanjutkan perjalanan kembali, namun tiba-tiba ada segerombolan kera mendekat. Nanda ketakutan dan bersembunyi dibalik Stevi. Fredi berusaha menyapa kera-kera itu dengan ramah, tapi kera-keranya hanya melihat saja. Stevi mengeluarkan sebagian roti dari dalam tasnya dan memberikannya kepada kera-kera tersebut. Kera-keranya tampak senang mendapatkan makanan.
“tu kan, kalau kita ramah mereka juga ramah sama kita, jadi kalian nggak perlu takut” ucap Fredi.

Cinta dan KesetiaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang