part 33

37 3 6
                                    

Satu per satu murid bisa dikalahkan dengan mudah oleh Ajun, namun tiba-tiba Ramadi muncul sambil bertepuk tangan. Mereka spontan berhenti setelah melihat kedatangan Ramadi tanpa menggunakan kursi roda.
“hebat...” Ramadi kembali bertepuk tangan sembari mendekatinya. “ternyata kamu masih setia dengan dojo ini”
Ajun hanya terdiam, ia sepertinya tidak suka dengan kedatangan Ramadi.
“mana Shera?” tanya Ramadi.
“saya nggak tau bos”
Handphone Ramadi berdering dibalik jasnya.
“iya halo” jawabnya ditelpon. “oia, gimana dengan penggusuran sekolah itu? Apa sudah dibereskan?”
“tenang saja, sebentar lagi masalahnya akan selesai, tinggal tunggu waktunya” jawab Wardana sembari bersantai ria duduk diatas kursi.
“oke, kabarin aku secepatnya”
“siap...” setelah menutup telpon, Wardana menyeruput juce dingin yang baru tersedia. Tak henti-hentinya ia tersenyum membayangkan apartement yang akan dibangun dilahan sekolahan tersebut.

Di luar kelas, nampak Lucky heboh memberitahu kepada teman-temannya untuk melihat berita terbaru di sosmed. Semua berkerumun melihat video Awan sedang berkelahi ditempat latihan tinju.
“ada apaan sih?” Stevi ikut nyempil diantara kerumunan tersebut.
“ada berita heboh” seru Sony memperlihatkan video Awan sedang berkelahi melalui handphone.
Stevi bergegas pergi ke taman dan membuka video tersebut. “kalau sampai bu Winda dan pak Anton tau, bisa gawat” gumamnya.
“gawat kenapa?” Kayra dan Milan menghampiri.
“video Awan sama Saka yang lagi berantem itu udah kesebar di internet” jawab Stevi.
Kayra dan Milan mencari berita tersebut di handphone masing-masing.
“terus gimana dong?” tanya Milan setelah melihat video itu.
“ya intinya jangan sampai kepala sekolah tau sama berita ini” jelas Stevi.

Sementara Gunawan ternyata mengajak Fiona ke sebuah restorant.
“katanya mau meeting, kok malah di ajak kesini sih” gerutu Fiona dalam hati.
Gunawan mempersilahkan Fiona untuk duduk. Fiona tak menyadari kalau Gunawan sedang di mabuk asmara.
“katanya mau meeting kok malah kesini?” tanya Fiona.
“meetingnya nanti aja ini lebih penting” jawabnya.
“ini kunci mobil kamu” Gunawan memberikan kunci mobil.
“kunci mobil...?” Fiona jadi semakin bingung.
“iya, ini maksudnya fasilitas kantor untuk kamu”
“maaf aku menolak” dengan halus Fiona menolaknya.
“lho kenapa?” Gunawan agak kecewa.
“karena ini bisa membuat karyawan-karyawan yang lain jadi iri, dan aku nggak mau itu terjadi, apalagi aku ini kan karyawan baru”
“tapi aku berhak memberikan apresiasi kepada karyawan”
“tapi sepertinya aku belum pantas untuk menerimanya, masih banyak kok yang lebih pantas, contohnya Rika”
“Rika itu karyawan yang punya sifat iri sama orang, jadi pliss jangan tolak pemberianku oke” Gunawan seperti memohon.
“kalau memang mas masih memaksa, lebih baik aku pergi” Fiona bangkit dari tempat duduk dan meninggalkannya.
Terlihat diwajah Gunawan sangat kecewa atas sikap Fiona.

Dari kejauhan, Awan dan Ibas melihat Bram sedang melamun memandangi motor kesayangan Ibas didepan rumah.
“kapan kamu pulang dan memakai motor ini lagi bas” lirih Bram sedih.
“papa kamu pasti kangen banget sama kamu bas, kalau mau lihat papa kamu bangga dengan kamu, kamu harus berubah” Awan menasehatinya.
“kayaknya gue udah telat kalau mau berubah” sahutnya.
“nggak ada kata telat kalau memang kita niat, dan besok ada kegiatan klub bikers dari sekolah jam delapan pagi, jadi kamu harus ikut, oke” Awan tersenyum, Ibas tersenyum sambil mengangguk. “ya udah pulang sana” pinta Awan.
Ibas melirik Awan sejenak, kemudian menghampiri Bram dan menyapanya.
“Ibas...” Bram spontan memeluknya.
Awan tersenyum melihat mereka.

Disisi lain, beberapa warga yang menetap di area dekat sekolah berkumpul bersama-sama. Mereka mengeluh karena sampai sekarang Wardana belum melunasi penjualan lahannya.
“gimana dengan nasib kita? kita kan butuh kepastian” ucap pak Wandi.
“kita lapor saja sama pak RT, siapa tau pak RT bisa membantu” tambah pak Rudi.
“bener, lebih baik kita ke rumah pak RT sekarang, ayo semuanya” seru pak Tedi mengajak mereka.
Mereka berbondong-bondong pergi ke rumah pak RT. Sesampainya disana justru pak RT heran kenapa tiba-tiba banyak warga yang datang.
“ada apa ini sebenarnya?” tanya pak RT.
“begini pak RT, kami terpaksa menjual lahan kami kepada tuan Wardana” ucap pak Tedi.
“iya pak mereka memaksa kami, katanya akan dibayar dengan harga tinggi, tapi sampai sekarang tuan Wardana tidak melunasinya juga” pak Wandi menambahkan.
“siapa tau pak RT punya solusi” celetuk pak Rudi.
“maafkan saya bapak-bapak, saya sebenarnya malu sama kalian, sebagai RT bukannya menolong warganya, tapi justru saya juga jadi korbannya” sahut pak RT.
“lalu bagaimana solusinya?” tanya pak Wandi lagi.
“sebaiknya kita tunggu sampai minggu depan, karena kalau kita lapor polisi, maka anak dan istri kita yang akan jadi taruhannya” jawab pak RT.
Setelah berunding dengan yang lainnya akhirnya mereka sepakat dan kembali ke rumah masing-masing.

Cinta dan KesetiaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang