part 11

61 1 0
                                    

Sementara Stevi dan Nanda masih berkutat didalam hutan mencari jalan keluar. Mereka berteriak memanggil kakak pembina dan ketua kelompoknya, tapi sepertinya sia-sia.
“gimana dong nay, ini gara-gara lo sih coba kalau kita nggak istirahat dulu, nggak akan begini jadinya” cerca Nanda ketakutan.
“ya sorry..., aku juga nggak mau begini” Stevi menghubungi Fredi, tapi batrenya habis. “batrenya abis lagi ah sial” ia menggerutu.
“gue aja yang telpon” Nanda mengubungi Fredi, tapi tidak aktif.
“gimana?” tanya Stevi.
“nggak aktif” Nanda menggeleng.
“NAYAA...NANDAA...” terdengar samar-samar ada suara yang memanggil mereka dari kejauhan.
“itu ada suara yang manggil kita coba kamu dengerin” ucap Stevi.
“NAYAA...NANDAA...” Nanda mendengar panggilan tersebut. “iya bener”
“KITA DISINI KAK...” teriak Stevi.
“itu mereka” tunjuk Fredi sambil bergegas mendekati. “kalian nggak apa-apa?”
“nggak apa-apa kak” jawab Stevi.
“syukurlah kalau kalian nggak apa-apa, ya udah sekarang kita harus kumpul bersama rombongan” ajak Fredi.
        Saat Erwan dan Pandu kembali ke dojonya, mereka melihat beberapa muridnya tengah mengeluh meringis kesakitan.
“ini ada apa? kenapa kalian semuanya seperti habis kena pukulan?” Erwan mulai curiga terhadap Ramadi.
“murid dari perguruan Ramadi tadi kesini mencari Kiran” jawab pelatih.
“Kiran” Erwan jadi semakin curiga.
“iya, mereka juga menyerang kami” lanjut pelatih.
“terus Kiran gimana?” Erwan sangat khawatir.
“sepertinya Kiran bisa mengalahkannya, tapi setelah itu saya nggak tau lagi”
“gawat, mereka sudah berani menyerang kita secara tiba-tiba” Erwan menghubungi Kiran, tapi tidak diangkat. “aku harus cari Kiran, aku nggak mau Kiran kenapa-napa” gumamnya dalam hati.
“aku ikut” Pandu sepertinya bisa membaca pikiran Erwan.
“jangan, sebaiknya kamu tetap disini bersama mereka”
“baik, kalau butuh bantuan cepat hubungi aku”
Erwan mengangguk dan buru-buru pergi.

Jam beker dikamar Awan menunjukkan jam lima sore. Awan sepertinya masih enggan beranjak dari tempat tidurnya. Awan masih asyik memandangi fotonya bersama Stevi waktu masih kecil. Setelah itu ia memakai jaket dan topi bergegas keluar, tapi langkahnya terhenti dan membuka kamar Fiona.
”mama kemana ya? kok jam segini belum pulang, papa sama Kiran juga belum pulang, aneh bisa barengan gini memangnya janjian”
Setelah menutup pintu, ia mengayuh sepedanya menuju tempat anak-anak bermain skateboard. Beberapa saat kemudian, Awan sampai ditempat tujuan. Disana ternyata sudah ada Kayra, Milan, Saka dan Ibas yang sengaja menunggunya. Melihat kedatangan Awan, Ibas bangkit dari tempat duduk ingin pergi, tapi Saka menahannya.
“mau ngapain sih sebenernya?” Ibas tampak tak suka.
“udah lo duduk aja” perintah Saka.
Ibas hanya menatapnya.
“kalau gua bilang duduk ya duduk” lanjut Saka sedikit keras.
Ibas duduk. Awan menatap mereka satu per satu. Saka lalu menarik tangan Awan duduk disamping Ibas.
”kalau merasa laki-laki, selesaikan masalah kalian disini secara baik-baik” tegas Saka.
“aku nggak punya masalah apa-apa sama Ibas” Awan bersikap dingin.
“kalau lo berdua sama-sama suka sama Naya ya harus bersaing secara sehat” tegas Kayra.
“yang ada dihatiku cuma Stevi” sahut Awan.
“Stevi sahabat kecil lo?” Saka mengingat.
Awan mengangguk.
“memangnya dia kemana?” Milan sangat penasaran.
“aku nggak tau dia ada dimana, yang jelas aku akan tetap menunggu Stevi sampai dia kembali” jawab Awan.
“jadi” kata-kata Ibas terhenti karena mengingat sesuatu.
“aku ingetin sama kamu ya, jangan sekali kali kamu ngehina Naya apalagi nyakitin dia, aku nggak suka cara kamu kayak gitu” Awan mengancamnya.
“ayo dong maafan” Kayra memberi kode kepada Ibas agar meminta maaf.
“mmm gue minta maaf kalau gue salah” Ibas menyodorkan tangan. Awan menyambut tangannya dengan ikhlas.
“nah gitu dong, ini baru yang namanya sahabat” riang Milan merangkul semuanya.

Didepan dojonya Panca, murid-murid Ramadi tengah mengintai. Salah satunya memerintahkan satu orang untuk masuk. Orang itu mengangguk dan masuk, tapi didalam sepi tidak ada seorangpun yang latihan. Rupanya Pandu sudah mengetahuinya sehingga ia dan murid-muridnya bersembunyi ditempat lain.
“sebenarnya mereka mau apa?” batin Pandu bertanya sembari mengintip.
Orang yang baru saja masuk kembali melapor kepada teman-temannya yang masih mengintai dari luar bahwa didalam tidak ada siapa-siapa. Salah satu diantara mereka tidak begitu yakin kalau murid-murid itu tidak ada didalam.
“mungkin mereka sengaja nggak latihan karena takut sama kita, mereka kan penakut hahahaa...” ejek yang satunya.
“hahahaa...” semua ikut tertawa.
“ya udah kita harus cepat kembali, pasti guru sudah menunggu kita” ajak seorang murid yang masuk tadi.
“tapi kita ditugaskan untuk membawa Kiran dalam keadaan apapun” yang lain mengingatkan.
“terus kita harus nyari Kiran kemana?”
Murid yang satu lagi mengajak mereka kembali untuk melapor. Setelah sampai di padepokan, Ramadi menatap kedua murid yang menghadapnya.
“pasti kalian nggak berhasil kan membawa Kiran!” tegasnya. Mereka semua menunduk. Ramadi berbalik membelakangi mereka. “saya bilang bawa Kiran kemari, apa kalian nggak ngerti” bentaknya.
“maaf guru, kami nggak bisa menemukannya” celetuk murid yang pertama dengan perasaan takut.
“disana nggak ada satu orangpun yang latihan” tambah murid yang kedua.
Ramadi langsung meninju perut kedua murid itu dengan kuat. Mereka meringis kesakitan.
“ada lagi yang berani bicara” tatap Ramadi penuh amarah. “ternyata kalian nggak bisa diandalkan, lebih baik sekarang kalian pergi dan jangan pernah kembali lagi, kalau nggak mau saya habisi disini” Mereka tercekat dan buru-buru pergi dari hadapan Ramadi yang menatapnya dengan tajam.
        Setelah menelusuri hutan, Stevi dan teman-temannya berkumpul bersama rombongan. Fredi mengingatkan kepada semuanya jangan sampai kejadian ini terulang lagi, dan peserta tidak boleh terpisah dari kelompoknya masing-masing.
“untung nggak kenapa napa, kalau terjadi apa-apa tanggungjawab kita yang sangat besar” lanjut Fredi menegaskan. Stevi dan Nanda tampak menunduk.
“apa kalian paham?” tegas Fredi lagi.
“paham kak” jawab Stevi dan Nanda.
“itu jadi pelajaran buat kita, nggak cuma untuk Naya dan Nanda aja, tapi untuk semuanya, oke besok kumpulkan tugasnya kepada saya”

Cinta dan KesetiaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang