"Perkenalkan. Ini sepupu saya, (Namakamu) Wardhana yang akan menjadi model untuk produk terbaru perusahaan kita"
(Namakamu) mengulas senyum terbaik nya. Mengangguk sopan sembari menatap satu persatu wajah-wajah asing yang tidak ia kenali kecuali Bastian dan tentu saja Iqbaal, suaminya.
Iqbaal melempar senyum tipis nya pada (Namakamu) yang duduk di sebelah Bastian. Wanita itu tampak cantik hari ini. Dan Vanesha tetap paling cantik, pikirnya.
"Baiklah. Untuk mempersingkat waktu, saya akan memulai rapat ini."
Detik demi menit berlalu. (Namakamu) sesungguh nya tidak paham apa yang di bicarakan dalam rapat ini. Yang dirinya tau, besok akan dilakukan pembuatan iklan.
Sangat membosankan tetapi setidaknya tidak seburuk saat di dalam appartement seorang diri. Sesekali Bastian menggoda nya dengan mengedipkan sebelah matanya. Namun (Namakamu) merasa risih oleh tatapan seorang pria yang berada tiga kursi di sebelah kanan Iqbaal.
Pria dengan jas hitam yang di dalamnya terbalut kemeja putih dengan dasi biru dongker itu memandangi dirinya dengan tatapan yang sulit di artikan. Terlebih seringaian yang membuat nyali (Namakamu) menciut takut. (Namakamu) merasa dirinya sedang di awasi oleh pria itu.
"Rapat hari ini selesai. Terima kasih atas waktu dan kerja samanya. Semoga besok dapat berjalan dengan lancar."
(Namakamu) tersenyum lega. Dirinya bisa bernapas dengan normal. Ekor matanya melirik Iqbaal yang sedang berbicara serius sembari menunjuk layar tablet dengan dua orang yang (Namakamu) pastikan karyawan Iqbaal juga.
"Mas Bas"
Bastian menoleh. "Kenapa (Namakamu)? Kamu butuh sesuatu?"
(Namakamu) menggelengkan kepalanya pelan. "Aku mau ke toilet. Tapi dimana ya?"
Bastian terkekeh geli. "Sebentar." Pria berambut keriting itu mengalihkan pandangannya. "Maura!"
Gadis yang akan keluar dari ruangan tersebut tersenyum dan menghampiri Bastian. "Ada yang bisa saya bantu Pak?"
Bastian menunjuk (Namakamu) dengan dagu nya. "Tolong anterin (Namakamu) ke toilet ya"
Maura mengangguk. "Baik Pak. Mari Bu,"
"Makasih Mas"
"Balik sini lagi ya. Di cari Pak Iqbaal ntar"
"Iya Mas"
(Namakamu) mengekori Maura yang menunjukkan letak dimana toilet berada. Ah ternyata tidak jauh dar lift.
"Silahkan Bu" Maura mempersilahkan (Namakamu)
"Terimakasih. Kamu bisa lanjutin pekerjaan kamu" ucap (Namakamu) sembari tersenyum manis
"Tidak apa-apa Bu. Saya tunggu Ibu disini" jawab Maura
"Kamu pasti buru-buru. Saya nggak mau kamu di marahin sama bos kamu"
Maura menganggukkan kepala nya tak nyaman. "Saya permisi Bu"
(Namakamu) melangkahkan kaki nya masuk dalam bilik toilet. Setelah menuntaskan apa yang sedari tadi ia tahan, dirinya bergerak menuju wastafel dan mencuci tangannya disana.
Sejenak (Namakamu) memperhatikan tubuhnya yang berbalut dress putih bermodelkan sabrina yang kedua bahu putih nya terekpos dengan jelas. Dirinya tersenyum miris. Menyesali keputusan yang saat ini sangat merugikan dirinya. Tetapi jika mengingat itu, adik kandungnya, keluarga satu-satu yang ia punya, membutuhkan uang agar sekolah nya dapat berjalan dengan lancar. Terlebih dirinya harus melunasi hutang yang di tinggalkan oleh sang Bapak.