(Namakamu) menghitung angka di kalender yang terletak di atas meja sudut ruangan tempat nya biasa bersantai. Sudah seminggu dirinya terkurung di dalam appartement yang sepi dan mencekam ini. Dan sudah seminggu pula Iqbaal tidak datang untuk menjenguk atau menemui nya.
Persediaan makanan masih sangat banyak dalam kulkas maupun lemari dapur. Dirinya hanya sendiri tinggal disini. Lagi pula (Namakamu) bukan tipe perempuan yang kuat makan. Ia akan makan bila lapar. Dirinya juga tidak suka ngemil, bawaan hidup di kampung yang serba apa ada nya.
Selama seminggu ini kegiatannya adalah menyapu dan mengepel seluruh lantai appartement. Mencuci baju nya dengan tangan dan sikat baju. Iqbaal menyediakan mesin cuci tetapi (Namakamu) tidak berani menggunakannya, ia tidak tau cara menggunakan mesin cuci. Dari pada merusaknya, lebih baik jangan di pakai sama sekali kan? (Namakamu) juga menghabiskan waktu nya yang membosankan dengan memasak makanan yang ia makan sendiri atau sekedar menonton film kartun atau sinetron yang tayang di televisi besar di dinding kamarnya.
(Namakamu) tidak berani untuk keluar dari appartement tanpa seijin Iqbaal, suaminya. Lagi pula, dirinya takut tersesat. Ia tidak tau dan tidak kenal bagaimana kehidupan Jakarta yang tertentu berbeda jauh dengan kehidupan di kampung.
Ia jadi merindukan adiknya. Ari Wardhana. Bagaimana kah kabar nya saat ini?
'Ting nung'
(Namakamu) tersentak kaget saat mendengar bunyi bel yang menggema. Ia menggigit bibirnya bingung. Membuka nya atau membiarkannya saja? Matanya melirik jam dinding yang menunjukkan angka 8 pagi. Hari ini hari minggu. Siapa yang datang sepagi ini ke appartement?
'Ting nung'
Setelah memantapkan pilihannya untuk membuka dan melihat siapa yang datang, (Namakamu) melangkahkan kaki nya ke arah ruang tamu untuk membuka pintu.
Perlahan namun pasti, dengan perasaan takut-takut (Namakamu) membuka pintu.
"Hai!"
Tubuh (Namakamu) berjengit kaget, ia memundurkan tubuhnya beberapa langkah akibat sapaan tadi.
"Eh? Gue ngagetin lo ya? Maaf ya. Gue cuma bercanda kok"
Mata bulat (Namakamu) terus memandang pria berambut kriting yang di ikat satu kebelakang itu dengan tatapan takutnya. "Maaf. Cari siapa ya Mas?"
Pria itu terperangah mendengar suara (Namakamu) yang mengalun lembut memasuki gendang telinga nya. Bibirnya tertarik membuat lekungan senyum lebar.
"Gue Bastian. Sekretaris sekaligus sahabat Iqbaal"
"Ta-tapi Mas Iqbaal nya nggak ada" jawab (Namakamu) pelan
"Gue boleh masuk nggak?" Tanya Bastian
(Namakamu) menggelengkan kepala nya cepat membuat Bastian mengernyit heran.
"Saya nggak boleh terima tamu sembarangan kalau nggak dapat ijin dari Mas Iqbaal"
Bastian tercengang mendengar penuturan istri kedua dari sahabat nya ini. Luar biasa, pikirnya.
"Oh gitu ya? Ini gue cuma ngasih titipan Iqbaal kemarin sore, gue lupa baru inget tadi pagi" Bastian menyodorkan sebuah godie bag berukuran sedang pada (Namakamu)
"Apa itu Mas?" Tanya (Namakamu) memandang ragu dengan apa yang di sodorkan Bastian
"Ini handphone dari Iqbaal. Kata dia, disitu udah ada nomor dia, Teh Ody, Bunda, Ayah, Adik lo dan nomor gue" jawab Bastian