Pukul 9 malam Iqbaal baru menginjakkan kakinya dirumah yang ia tinggali bersama istri pertamanya, Vanesha. Padahal tadi dirinya pulang dari rumah orang tuanya sebelum azan isya. Ditambah perjalanan dari rumah orang tuanya ke rumah nya cukup jauh dan menempuh waktu yang cukup lama, ditambah kemacetan yang menjebaknya cukup lama dijalanan.
Memasuki kamar utama, mata tajamnya mendapati Vanesha yang tengah membaca majalah dengan posisi bersandar di bed ranjang dan kaki berselonjoran.
"kirain udah tidur"
Iqbaal mendudukkan dirinya di ujung tempat tidur. Membelai rambut Vanesha lembut.
"Aku nungguin kamu, huh"
Vanesha memandang Iqbaal jengkel membuat suaminya itu terkekeh geli. "Maaf ya. Kerjaan banyak, ditambah aku kena macet tadi"
Iqbaal menarik tangan Vanesha untuk masuk dalam pelukannya. Dengan senang hati Vanesha menyambut pelukan hangat milik suaminya.
"Aku juga minta maaf kemarin malam kasar sama kamu" cicit Vanesha
"Iya nggak apa-apa" jawab Iqbaal mengecup singkat puncak kepala Vanesha
Vanesha menjauhkan kepalanya. Kedua tangannya berada pada pinggang Iqbaal. Matanya mengamati raut wajah Iqbaal yang tampak lebih segar. Lalu beralih pada pakaian kerja yang suaminya kenakan, berbeda. Dasi yang sudah tidak ada di lehernya, bahkan kancing baju teratasnya tidak dikancingkan.
Vanesha mengendus parfum yang Iqbaal kenakan membuat suaminya itu heran dengan tingkahnya.
"Kenapa sayang? Aku belum mandi ini"
Mata Vanesha memicing tajam pada Iqbaal. "Kamu masih pakai parfum nya (Namakamu)?"
Dahi Iqbaal mengkerut. "Enggak lah Sha. Kan kemaren aku dirumah Bunda jadinya ya aku pakai parfum (Namakamu). Aku dari kantor loh ini"
"Tapi kenapa baju kamu wangi parfum (Namakamu) lagi?"
"Aneh-aneh kamu Sha. Aku mau mandi dulu deh. Gerah. Aku mau istirahat"
Iqbaal hendak melepaskan pelukannya pada Vanesha. Tetapi pergerakannya tertahan saat jari-jari Vanesha bergerak membuka satu persatu kancing baju yang dirinya kenakan.
Dada Iqbaal berdegup kencang saat Vanesha berhasil membuka seluruh kancing bajunya. Dengan pelan Vanesha menurunkan kemeja Iqbaal. Napasnya tercekat saat melihat di beberapa bagian tubuh Iqbaal terdapat bercak merah tanda kepemilikan disana.
"Sha, aku--"
"Kamu bukan dari kantor Baal! Jujur sama aku, kamu dari mana?" Desak Vanesha
Iqbaal terdiam tak menjawab.
"Kamu dari rumah Bunda kan? Dan ini pasti dari (Namakamu) kan?"
Iqbaal menghela napasnya pelan. "Ya"
Mata Vanesha berkaca-kaca memandangi suaminya yang juga memandang nya dengan tatapan bersalah.
"Maaf Sha"
"Dia udah hamil Iqbaal. Udah selesai kan? Apa lagi alasannya?"
"A-aku aku nggak tau Sha" jawab Iqbaal bersalah pada Vanesha
"Kamu suka sama dia? Iya?!"
Iqbaal menggeleng cepat dan menarik kedua tangan Vanesha untuk di genggamnya. "Enggak Sha. Aku nggak suka sama dia. Aku masih suka dan akan selalu suka kamu Sha"
"Terus ini apa? Kamu bohong sama aku karna dia Baal"
Iqbaal terdiam membuat Vanesha semakin meradang. "Ini yang buat aku selalu bandingin kamu sama Ilhan! Dia selalu jujur dan ngehargain perasaan aku Baal!"