Vanesha duduk malas di atas sofa yang berada di ruang tengah rumahnya bersama Iqbaal. Menekan asal remote tv untuk mengganti chanel yang satu pun tak menarik baginya untuk di tonton. Kenapa Iqbaal lama sekali pulang nya? Batin Vanesha menggerutu.
Sudah satu minggu suami nya itu menginap di rumah mertua nya. Lebih tepatnya, menghabiskan waktu dengan madu nya yang sedang hamil, (Namakamu). Vanesha mencebikkan bibir nya kesal jika mengingat pertemuan terakhir dirinya dengan sang mertua dan madu nya yang tak baik saat hari kepulangan (Namakamu) di rumah sakit waktu itu.
Belum lagi selama seminggu ini Iqbaal seperti menghindari dirinya. Sms, chat bahkan panggilan biasa atau vidio call dari nya jarang Iqbaal gubris. Alasannya selalu sibuk lah, lagi sama (Namakamu) lah. Terbesit rasa benci pada kehamilan (Namakamu) yang menyita perhatian Iqbaal darinya.
Dirinya hanya belum siap untuk hamil terlebih rasa cinta nya pada Ilhan masih tumbuh di dalam hatinya. Dan dirinya terlalu gegabah dalam mengambil keputusan yang bisa saja membahayakan pernikahannya bersama Iqbaal yang baru satu tahun lebih berjalan. Vanesha tidak bisa mengelak bahwa kini ada secuil perasaan nya yang tumbuh untuk Iqbaal.
"Assalamualaikum"
Senyum Vanesha merekah saat melihat Iqbaal pulang. "Waalaikumsalam"
Vanesha menghampiri Iqbaal dan memeluk erat tubuh suaminya. Iqbaal membalas pelukannya.
"Aku kangen kamu"
"Iya, aku juga kangen" jawab Iqbaal
Vanesha mengendus bau tubuh Iqbaal yang tidak seperti biasanya. Ia melonggarkan pelukannya. "Kamu ganti parfum?"
Iqbaal mengangguk singkat. "Enggak ganti juga sih. Ini parfum nya (Namakamu) aku pake. Enak kan wangi nya?"
Vanesha mendelik tak suka. "Aku lebih suka parfum kamu yang lama"
Iqbaal mengusap pelan pipi Vanesha. "Iya. Ntar aku pake yang lama buat kamu."
"Aku mau mandi dulu ya? Tadi nggak sempet mandi. Burur-buru takut macet juga di jalan. Bikinin aku teh hangat ya?" Iqbaal meringis tak nyaman
"Iya, nanti aku bilang Mbak Tuti biar bikinin kamu teh"
"Kok Mbak Tuti sih?" Protes Iqbaal
Kening Vanesha mengernyit. "Biasanya juga kan Mbak Tuti yang bikin"
"Aku mau kamu yang bikin" ujar Iqbaal lembut
"Kamu kan tau aku nggak pernah nyentuh dapur Baal"
Wajah Iqbaal memelas. "Sekali aja ya? Buatin aku? Mau kan?
Vanesha menggeleng. "Manja deh. Lagian ada Mbak Tuti. Dulu malahan Ilhan kalau dia mau sesuatu, dia bikin sendiri"
Raut wajah Iqbaal berubah datar dengan rahang yang mengeras. "Kamu bandingin aku sama Ilhan lagi, Sha?"
"Engga kok. Aku cuma bilang aja ke kamu kalau Ilhan nggak minta dibikinin apa-apa sama aku. Terlebih dia tau aku nggak pernah nyentuh dapur"
"Tapi sekarang kamu itu istri aku Sha!" Sentak Iqbaal
Vanesha memandang Iqbaal bingung. "Udah setahun Baal kita nikah. Bahkan kamu dan aku udah saling kama kenal. Kenapa kamu jadi mempermasalahin hal kecil kayak gini sih?"
"Kecil kamu bilang?" Iqbaal tertawa kecil dengan nada yang datar. Memandang Vanesha tajam. "Aku suami kamu Sha. Aku berhak atas kamu. Kamu nggak pernah ngurusin aku bahkan dalam hal sekecil yang kamu bilang tadi. Untuk bikinin aku minuman aja kamu nggak mau. Aku cinta kamu Sha. Tapi yang ada di pikiran kamu selalu Ilhan, Ilhan dan Ilhan. Kapan kamu buka hati dan pikiran kamu buat aku? Ilhan udah meninggal Sha!"