Sejak kejadian makan malam yang berakhir tragis, yang terjadi di rumah mertua nya seminggu yang lalu, (Namakamu) yang memang pendiam semakin menjadi pendiam dan menjaga jaraknya dari Iqbaal. Dirinya akan bangun duluan sebelum Iqbaal bangun dari tidurnya. Dan dirinya akan tidur setelah memastikan Iqbaal benar-benar tertidur lelap.
Hal itu tanpa (Namakamu) sadari membuat mood Iqbaal menjadi tidak menentu. Iqbaal tidak tau apa salahnya sehingga (Namakamu), istri kedua nya itu menjaga jarak dari dirinya. Terlebih dengan Vanesha, istri pertamanya yang menghilang dan tak bisa di hubungi sama sekali. Emosi Iqbaal yang selalu berada di ujung kepalanya seakan siap meledak jika siapa saja yang mengusik ketenangannya.
Pikiran Iqbaal hari ini selalu di penuhi dengan (Namakamu) dan hanya (Namakamu). Dirinya harus menyelesaikan apa yang terjadi dengan (Namakamu) hari ini juga. Dirinya harus tau apa yang menjadi alasan (Namakamu) yang menhindari dirinya.
"Assalamualaikum"
(Namakamu) yang duduk di depan jendela kamarnya terkejut dan berdiri dari duduknya serta mengusap air mata nya kasar.
"Waalaikumsalam. Mas Iqbaal pulang awal? Udah makan? Atau Mas Iqbaal mau langsung mandi?" Tanya (Namakamu) beruntun sembari menunduk.
Sedikit terkejut jika suami nya itu akan pulang lebih awal dari biasanya. Bahkan jam baru saja menunjukkan pukul 3 sore. Biasanya Iqbaal akan tiba di rumah pukul 5 sore.
Iqbaal tak menjawab satu pun pertanyaan beruntun (Namakamu). Ia meletakkan tas kerja nya atas sofa yang berada di sebelah pintu kamar lalu mengalihkan tatapan tajamnya pada (Namakamu). (Namakamu) yang di tatap seperti itu semakin menundukkan kepalanya dalam.
Terdengar suara hembusan napas Iqbaal yang kasar lalu menghilang di balik pintu kamar mandi. Hal itu membuat perasaan (Namakamu) semakin di selimuti rasa sedih. Namun tak urung ia menyiapkan baju untuk Iqbaal kenakan setelah mandi nanti.
Celana pendek selutut dan baju kaos berwarna biru muda ia letakkan di atas tempat tidur. (Namakamu) membalikkan tubuhnya bertepatan dengan Iqbaal yang keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit di pinggangnya.
"Mas, baju nya udah aku siapin. Aku ke dapur ya Mas? Mau hangatin makanan dulu" ucap (Namakamu) pelan
Iqbaal lagi-lagi hanya diam, melewati (Namakamu) seolah wanita itu tidak ada dan memakai baju nya dengan cepat. (Namakamu) yang merasa ucapannya tak digubris lagi oleh Iqbaal, melangkahkan kaki nya untuk keluar dari kamar.
"Siapa yang suruh kamu keluar dari kamar (Namakamu)?" Desis Iqbaal tajam
Tangan (Namakamu) yang hendak meraih gagang pintu pun terhenti kala mendengar desisan tajam dari mulut suaminya. Ia menggigit bibir bawahnya pelan.
Iqbaal berjalan cepat dan memutar tubuh (Namakamu) agar berhadapan dengan nya. Kedua tangan Iqbaal menangkup wajah (Namakamu) yang menampilkan rasa kegelisahan dan kesedihan.
"Apa yang mengganggu pikiran kamu? Jangan menghindar dari aku, (Namakamu)." Lirih Iqbaal dengan tatapan yang melembut
Mata (Namakamu) berkaca-kaca memandang wajah tampan Iqbaal dari jarak dekat. "A-aku nggak menghindar Mas. Kita memang seharusnya kayak gini."
"Tapi kamu tetap istri aku (Namakamu)! Persetan dengan omongan mereka. Aku butuh kamu. Dan perasaan aku nggak baik-baik aja saat kamu menghindar dari aku" geram Iqbaal dengan gigi yang bergemelatuk
"Kenyataannya aku cuma istri sementara kamu Mas. Setelah aku hamil dan melahirkan, pernikahan ini selesai. Ja-jangan bawa perasaan dalam pernikahan semu ini Mas. A-aku nggak bisa"
Hancur sudah pertahanan (Namakamu) untuk tidak menangis di hadapan Iqbaal. Dirinya mengeluarkan apa yang selalu terngiang-ngiang di pikirannya. Tak bisa kah Iqbaal mengertikan perasaannya? Terlebih saat Iqbaal mengungkapkan perasaannya. (Namakamu) merasa sangat jahat kali ini. Bagaimana jika Vanesha tau dan mendengar semua nya?
"Bukan kamu yang memutuskan bagaimana kelanjutan pernikahan ini. Tapi aku" jawab Iqbaal sembari menunjuk wajahnya sendiri
(Namakamu) melepaskan kedua tangan Iqbaal yang menangkup wajahnya dengan pelan. Dengan penuh keberanian walau berderai air mata ia berkata,
"Kamu nggak akan tau bagaimana perasaan aku Mas. Kalau aku boleh jujur, aku nyesel terima permintaan Kak Shasha yang nyatanya bukan hanya nyelamatin ekonomi aku sama adik aku ta-tapi, justru aku harus terjun dalam lubang hitam yang aku nggak tau, aku bisa keluar dengan keadaan baik-baik aja atau malah sebaliknya."
(Namakamu) berbalik dan meninggalkan Iqbaal seorang diri di kamar mereka dengan napas yang tercekat akibat penuturannya barusan. Tubuhnya yang bergetar akibat tangisannya jatuh merosot terduduk di atas lantai dapur yang dingin.
Berkali-kali ia menepuk dadanya kuat melampiaskan rasa sakit yang ia rasakan. Tak di terima dengan keluarga besar dari suaminya. Hal itu sudah ia prediksikan. Tetapi untuk masalah perasaan, tidak ada satu orang pun yang bisa mengendalikannya termasuk dirinya sendiri.
Tidak. Dirinya tidak bisa dan tidak akan pernah mau untuk merusak pernikahan Vanesha. Cukup hadirnya di antara Iqbaal dan Vanesha sekedar membantu keduanya untuk memiliki anak. (Namakamu) tidak mau memperdulikan dan memikirkan tentang perasaan yang aneh yang hadir dalam hatinya.
"Saya tinggalkan black-card saya untuk kamu. Kamu bisa gunakan untuk membeli keperluan kamu. Saya juga menyiapkan supir yang akan mengantar jemput kemana pun kamu pergi. Saya akan pulang kerumah. Jaga diri kamu."
(Namakamu) terdiam kaget mendengar suara datar dan dingin dari Iqbaal di belakang sana. Belum sempat ia mengeluarkan suaranya untuk menjawab, tubuhnya tersentak kaget saat mendengar bantingan pintu appartement keras.
BRAK
(Namakamu) memejamkan matanya saat telinga nya mendengar bantingan pintu yang sudah di pastikan ulah dari suaminya. Tangis (Namakamu) menggema di seluruh dapur. Tak ada niatan untuk membuat Iqbaal marah. Namun nasi telah menjadi bubur.
Kenapa semesta seakan selalu mempermainkan takdirnya tanpa pernah bosan?
Bersambung....
••••••
Sorry ya klo g ngefeel g nyambung hiks
Komentar bawel dan vote yang banyak!❤25 Januari 2020
ssemestaa