"Bunda yang akan urus surat perceraian kamu sama (Namakamu) nanti lewat Azka"
Tubuh Iqbaal menegang dengan mata nya yang menyalang.
"Bunda, Bunda nggak bisa gitu. Ale suami nya. Ale yang berhak nentuin pernikahan Ale sama (Namakamu), Bun"
Rike menggeleng cepat. "Bunda akan tetap pisahkan kamu sama (Namakamu) walaupun Bunda berdosa. Dari pada kamu terus-terusan nyakitin (Namakamu)"
"Ale nggak nyakitin (Namakamu) Bun" sanggah Iqbaal cepat
"Nggak nyakitin (Namakamu) kata kamu?! Kamu yang jadi penyebab (Namakamu) kecelakaan dan harus di operasi saat ini Iqbaal!"
"Bunda, udah ya Bun. Ini rumah sakit." pujuk Herry
"Ale panik Bun. Shasha pingsan di studio. Nggak mungkin Ale bawa (Namakamu) buat ketemu Shasha, yang ada nanti--"
"Kalau terjadi sesuatu sama (Namakamu) atau pun cucu Bunda, jangan harap Bunda akan maafin kamu" ucap Rike tajam
"Bun--"
"Ale, Bunda, udah. Itu bisa kita bahas nanti. Yang terpenting sekarang kita doa sama-sama buat (Namakamu) dan Acel di dalam sana" lerai Herry memaksa Rike untuk kembali duduk menunggu operasi (Namakamu) selesai
Iqbaal terdiam dengan mata yang menatap nanar kedua orang tuanya yang berpelukan saling menguatkan satu sama lain. Kini isak tangis yang keluar dari bibir Rike terdengar memilukan. Menyadarkan Iqbaal jika dirinya lah yang menyebabkan kesedihan yang di alami oleh sang bunda. Terakhir kali Rike menangis hebat seperti itu setahun yang lalu saat hari dimana Ilhan meninggal, kembarannya.
Jauh di lubuk hatinya, Iqbaal sangat mengkhawatirkan bagaimana keadaan (Namakamu) dan calon anak mereka di dalam sana. Iqbaal menyesal memaksa (Namakamu) yang sedang hamil turun dari mobil tadi. Seharusnya ia tetap membawa (Namakamu) menemui Vanesha agar kejadiannya tidak seperti ini.
Kini dirinya hanya memanjatkan doa agar (Namakamu) dan calon anak mereka dalam keadaan yang baik-baik saja. Dan berharap agar Rike tidak benar dalam perkataannya yang akan menceraikan dirinya dengan (Namakamu).
"Maaf (Namakamu). Maaf"
Second Wife
"Bella!"
Amanda memekik kaget saat membuka pintu appartement setelah bunyi bel dan gedoran pintu yang nyaring. Menampilkan Bella, sahabatnya yang kini berdiri gelisah dengan berderai air mata.
"Hiks Manda! Gue takut!"
Bella langsung memeluk tubuh Amanda membuat gadis itu mundur beberapa langkah menahan keseimbangannya agar tak terjatuh.
"Lo kenapa Bel? Lo nggak lagi ribut sama Brandob?" Tanya Amanda bingung
"Gu-gue hiks nggak sengaja!"
Buru-buru Amanda melepas pelukannya, menarik Bella untuk masuk ke dalam dan menutup pintu appartement miliknya.
Kini kedua nya duduk berhadapan di atas sofa ruang tamu milik Amanda.
"Lo kenapa Bella? Ada apa?! Lo pucet banget. Lo sakit?"
Bella menggeleng dengan isak tangis yang tak kunjung reda membuat Amanda semakin kebingungan.
"Gue nggak akan tau alasan lo nangis ketakutan kayak gini karena apa, kalau lo sendiri sibuk nangis dan nggak cerita sama gue, Bella" ucap Amanda pelan