Second Wife • 16

12K 1K 152
                                    

"Hahahahhaha..... udah Mas udah hahahha geli hahahah"

(Namakamu) mencoba menahan wajah Iqbaal yang terus memberikan ciuman pada seluruh wajahnya dengan gemas.

"Aku seneng (Namakamu)! Gimana lagi aku ngungkapin makasih dan rasa seneng aku selain cium kamu, hm?" Tanya Iqbaal dengan mata penuh binar

"Mas Iqbaal kumisan. Aku nggak mau dicium lagi" elak (Namakamu)

Alis Iqbaal terangkat dengan senyum menggoda. "Berarti kalau aku nggak kumisan, kamu mau aku cium sampai aku puas?"

(Namakamu) tak menjawab pertanyaan Iqbaal. Pipi (Namakamu) bersemu malu mendengarnya. Tanpa ragu dan malu, kini ia menyembunyikan wajahnya pada dada bidang Iqbaal.

Setelah pemeriksaan pada si kecil yang di lakukan oleh Irzan yang cukup membuat Iqbaal merasakan terbakar pada dadanya, berakhir dengan mulus tanpa masalah. Calon bayi yang sedang di kandung (Namakamu) masih sebesar biji kecambah. Kondisi nya masih sangat rentan yang membuat Iqbaal harus ekstra menjaga pola makan, aktivitas dan membuat (Namakamu) jangan sampai stress berat yang nantinya akan berdampak pada calon bayi mereka.

Sembari menunggu makan siang (Namakamu) di antar oleh petugas, Iqbaal memaksakan dirinya untuk ikut berbaring di sebelah (Namakamu) di atas brankar. Tentu saja awalnya (Namakamu) menolak dengan berbagai alasan. Tapi bukan Iqbaal namanya jika keinginannya tidak dapat terpenuhi. Lagi pula, mana bisa (Namakamu) menolak permintaan ayah dari anak yang ia kandung saat ini?

Iqbaal semakin merapatkan tubuhnya untuk memeluk tubuh mungil (Namakamu) dengan pelan. Takut menarik selang infus yang berada di tangan kiri (Namakamu), yang kini Iqbaal maki dalam hati karena menghambat pergerakan nya.

"Aku berterima kasih sama takdir yang tertulis untuk aku saat ini. Lewat kamu, kebahagiaan aku terasa lengkap. Makasih sayang, makasih" gumam Iqbaal yang menaruh dagu nya di atas kepala (Namakamu)

(Namakamu) tak menjawab. Tanpa Iqbaal ketahui, (Namakamu) tersenyum dibalik persembunyian wajahnya di dada bidang Iqbaal. Perasaan kecewa nya terhadap sikap Iqbaal beberapa waktu yang lalu seakan hilang begitu saja. Tergantikan perasaan bahagia yang meluap-luap dan emm... (Namakamu) merasa ingin selalu berada di dalam dekapan hangat suaminya ini. Bolehkah (Namakamu) egois saat ini? Membuat Iqbaal agar terus bisa bersamanya sebelum waktu perpisahan tiba?

"Hei, jangan tidur dulu. Kamu belum makan loh" ucap Iqbaal sembari mengusap pelan rambut (Namakamu)

(Namakamu) mendongakkan kepalanya memandang wajah tampan suaminya itu seraya tersenyum. "Iya. Mas Iqbaal bawel sekarang"

Iqbaal mendengus masam yang mengundang tawa kecil dari mulut (Namakamu). Mendengarnya, Iqbaal merasakan ribuan kupu-kupu terbang memutari perutnya.

"Aku mau marah sama kamu"

Tawa kecil (Namakamu) hilang. Dengan takut-takut (Namakamu) memberanikan dirinya untuk bertanya.

"Kenapa?"

"Aku nggak suka kamu diem aja waktu Irzan pegang terus usap-usap perut kamu" ungkap Iqbaal datar

Mata (Namakamu) mengerjap berulang kali. Lidahnya mendadak kelu untuk menimpali ungkapan datar Iqbaal.

"Kamu tau gimana aku pas liat tangan dia nyentuh perut kamu. Terus ngeratain gel sambil usap-usap perut kamu itu bikin aku tersiksa (Namakamu). Rasanya aku pengen nonjok Irzan dan patahin tangannya yang pegang-pegang tubuh kamu itu. Sydney aja aku bikin dia hidup segan mati pun nggak mau karena dia ngelecehin kamu"

(Namakamu) menggigit bibir bawahnya dengan mata yang berkaca-kaca memandang Iqbaal yang juga memandangnya dengan kilatan amarah. Ia menundukkan kepalanya menjauhi tubuh Iqbaal, tak ingin memandang suami tampannya yang sedang marah itu.

Second Wife • IDRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang