"Bububu!"
Acel yang duduk di dalam box bayi nya memanggil-manggil (Namakamu) yang masih nyenyak dalam tidur lelapnya.
Perempuan yang akan berumur 21tahun itu baru bisa tertidur setelah subuh tadi. Hal itu dikarenakan rasa sakit di perutnya pada bagian bekas operasi waktu melahirkan Acel dulu, juga gerakan calon anak kedua nya yang dirasa begitu aktif di dalam perutnya.
"Papapa!"
Acel mencoba memanggil Iqbaal yang juga sama terlelapnya dengan (Namakamu) sembari memeluk tubuh istrinya itu.
"Papapa!"
Acel mencebikkan bibirnya sedih saat kedua orang tuanya tak menghiraukam dirinya.
"Huuuu.... huhuhu.... papapaaaa!"
"Papapa! Huhu... huhuuu..."
Terdengarlah suara tangisan berisik Acel memanggil sang papa dengan kedua tangannya mencengkram pagar box bayi nya dengan posisi duduk menghadap kedua orang tua yang membelakangi dirinya.
Iqbaal menggerakkan tubuhnya, samar ia mendengar tangisan sang anak. Membuat pria berumur 28tahun itu melepaskan pelukannya pada sang istri lalu membalikkan badannya untuk melihat sang anak. Acel, anak sulung nya itu tengah menangis sedih sembari memanggil dirinya.
Iqbaal pun bangkit dari tidurnya dengan mengucek kedua matanya pelan. Kedua tangannya terulur mengambil tubuh Acel untuk di gendongnya.
"Papapapa"
"Iya, Papa bangun, ini gendong Acel" ucap Iqbaal sembari menggosok punggung Acel yang bergetar karena menangis
Acel menjauhkan badannya, memandang Iqbaal sedih dengan bibir bawah yang ia cebikkan. Kedua sudut bibir Iqbaal tertahan untuk tidak tersenyum melihat putra nya berekspresi menggemaskan seperti itu.
"Kok sedih lagi? Kan Papa udah bangun" tanya Iqbaal lembut
Ditanya seperti itu oleh Iqbaal membuat Acel kembali menangis lalu menjatuhkan pipi bulat nya di bahu tegap Iqbaal.
"Ssshhhh.... iya sayang iya. Kita keluar ya? Kasian Bunda baru tidur"
Dengan sebelah tangan Iqbaal menggendong tubuh Acel, membawa anak nya keluar dari kamar membiarkan (Namakamu) tidur dengan nyenyak di ranjang besar milik mereka. Sejujurnya, Iqbaal pun sama seperti (Namakamu) yang baru tertidur setelah subuh tadi. Iqbaal terus menemani (Namakamu) sepanjang malam, tidak tega melihat istri kecil nya itu meringis kesakitan. Sedikit ada rasa penyesalan dibenaknya, andai saja dirinya pandai untuk berhati-hati, mungkin (Namakamu) tidak akan merasakan sakit yang double di bagian perutnya.
"Loh, tumben Mas Iqbaal yang bangun duluan? Mbak (Namakamu) mana?"
Iqbaal menolehkan kepalanya saat melintasi ruang tengah. Ada Ari yang duduk lesehan di atas karpet dengan laptop di paha nya.
"Iya. Mbak mu baru bisa tidur abis subuh tadi"
"Sakit lagi ya perut nya?" Tanya Ari
Iqbaal mengangguk pelan.
Ari yang mengerti pun tak lagi bertanya. Ia memindahkan laptop dari atas paha nya lalu meletakkan di sebelah kanannya yang kosong.
"Sama Om yuk?" Ari mengulurkan kedua tangannya dari bawah. Acel yang tadinya ikut memiringkan badannya saat Iqbaal berbicara pada Ari, kini membalikkan tubuhnya. Kedua tangannya mengalung di leher Iqbaal.
"Eh, itu Om Ari mau ajak main" Iqbaal menggoyangkan kaki Acel
Acel menjawab dengan gumaman yang tak jelas. Pertanda sebagai jawaban bahwa ia menolak untuk bersama Ari.