45. Penyesalan

6.3K 216 8
                                    

~Happy Reading~

Hari ini begitu menyakitkan untuk laki-laki itu, setelah ia mendengar semua ucapan antara Larissa dengan Dokter tersebut. Kini, Julian memutuskan untuk kembali ke ruangan dimana Andraa di rawat. Dengan wajah yang berkecambuk, rambut yang terlihat acak-acakan Julian duduk di sebelah sahabatnya.

"Kenapa?" Kevin bertanya, perasaan yang ia lihat ketika Julian mengikuti Larissa dan Dokter Clara ia masih terlihat baik-baik saja. Tapi, kenapa sekarang memasang wajah murung dan ditekuk?

"Lo baik-baik aja, 'kan?" Darren bersuara.

"Gue nggak nyangka ini bisa terjadi." Julian bersuara dengan suara gusarnya. Ia menarik nafasnya dalam-dalam. Kenyataan yang sungguh menyakitkan.

"Dunia ini memang tidak adil. Kenapa harus cewe yang gue sayang?" Julian masih saja mendengus sendiri, tanpa memperdulikan kedua sahabatnya.

"KENAPA NGGAK GUE AJA!" teriaknya menggema disetiap sudut ruangan rumah sakit.

"Julian! Lo kenapa sih? Apa yang terjadi?" Kevin semakin dibuat penasaran.

Julian lagi-lagi tidak menjawabnya, ia dengan paksa masuk kedalam ruangan dimana Andraa tengah terbaring lemas.

"Gak ada perubahan sama sekali!" decak Kevin.

"Memang sudah ditakdirkan menjadi salah satu makhluk kutub kali ya," timpal Darren.

***

Dan, di sinilah di ruangan yang serba putih, Andraa tengah terbaring lemas dengan wajah yang pucat, Julian menatap nanar gadis itu, ia terlihat damai dan tentram, Julian pun tersenyum getir menatapnya. Ia mengecup puncak kepala Andraa dengan sayang, ia tidak pernah mengira jika penyakit separah ini bisa menyerang tubuh gadisnya.

"Cepatlah sadar, aku selalu mengharapkanmu untuk segera sembuh seperti hari lalu," ucap Julian.

"Meskipun aku tahu, kesalahanku membuatmu sangat membenciku, aku laki-laki bodoh yang dengan mudahnya menyakiti hati yang lembut sepertimu,"

Percuma saja kini Julian berbicara banyak hal, ntah itu mencurahkan rasa sayang atau rasa penyeselannya Andraa tidak akan mendengarnya, matanya senantiasa terpejam, sudah satu jam berlalu tetapi gadis itu tak kunjung membuka matanya.

Julian memutuskan untuk keluar dari ruangan tersebut, jika lama-lama ia takut hadirnya akan menganggu waktu istirahat Dyandraa. Dengan wajah yang masih kusut ia menghampiri kedua sahabatnya, dan disana juga nampak Larissa yang tengah duduk dengan wajah yang tak enak di pandang.

"Muka lo daritadi kusut banget, kenapa sih?" sindir Kevin, wajah Julian memang tidaklah enak untuk di pandang. Sedaritadi ia hanya memasang wajah kecutnya.

"Ca? Lo udah bohongin gue." Mata Julian menatap Larissa dengan penuh kekecewaan, laki-laki itu sama sekali tak menghiraukan pertanyaan sahabatnya.

"Bo-bohong, bohong apa sih?" sangkal Larissa dengan wajah seolah tidak ada yang disembunyikannya.

"Mau sampai kapan? Gue udah tahu semuanya, Andraa ngidap Leukimia, 'kan?" tegas Julian.

"Apa Leukimia?" -Darren.
"Leukimia?" -Kevin.

"Em, lo ta-tahu darimana?" ucap Larissa dengan wajah gugupnya. Ia heran bagaimana bisa Julian mengetahui tentang penyakit Andraa yang dengan susah payah ia sembunyikan.

"Tidak penting, jawab pertanyaan gue, kenapa?"

Larissa menunduk, tidak ada yang bisa ia sembunyikan lagi. "Semua kemauan Andraa, dia yang minta gue buat sembunyiin tentang penyakitnya,"

Aku dan Luka [Sudah Terbit] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang