~Happy Reading~
Pranggg!
Suara pecahan itu terdengar jelas ditelinga Vina mau pun Danu. Suara itu nampak terdengar dari arah kamar anak pertamanya yang tak lain adalah Gysella. Dengan segera mereka menghampirinya.
"Gysell? Ada apa, Nak?" tanya Vina seraya mengetuk pintu kamarnya.
"Nggak ada apa-apa," jawabnya dari dalam kamar.
"Lalu suara pecahan itu apa?"
"Aku kesel sama kalian!"
"Kesal kenapa, Nak? Bukain dulu pintunya."
Ceklek!
Suara pintu pun terbuka, dengan raut wajah yang kecut Gysella menatap kedua orang tuanya. Ntah, apa yang membuatnya seperti ini, bahkan Vina dan Danu pun sama sekali tidak tahu.
"Mama sama Papa, kenapa bilang kalo Dyandraa itu anak kandung kalian?" pekik Gysella, penuh dengan emosi. Setiap kali apa yang berhubungan dengan Andraa gadis itu seperti sangat membencinya.
"Emang itu kenyataannya, Nak ...," timpal Danu.
Gysella menghembuskan nafas dengan gusar. "Tapi, aku tidak suka! Aku tidak mau mempunyai sodara seperti dia." Gysella melawan. Berbicara dengan nada tinggi itu sudah biasa bagi dirinya. Termasuk kepada orang tuanya.
"Suka tidak suka, dia tetap adikmu," sahut Vina. Ntah, apa yang ada dipikiran putri sulungnya, mengapa ia sangat membenci adiknya.
"Tapi, Ma. Dia udah ngambil Julian dari aku." pekik Gysella, lagi-lagi ia menentang kedua orang tuanya.
"CUKUP GYSELLA!" bentak Danu, yang mulai geram dengan sikap Gysella yang selalu seperti ini. Ini adalah kesalahannya dalam mendidik sehingga Gysella mempunyai sikap yang begitu keras.
"APA!" ucapnya tak kalah keras dari Danu. "Bahkan Papa sekarang udah berani bentak aku. Demi gadis itu." lanjutnya.
"Sikap kamu semakin hari semakin tidak bisa dimengerti, Gysell. Apa yang ada dipikiran kamu. Bukankah kamu yang memutuskan hubungan dengan Julian, lalu memilih laki-laki yang lebih kaya?" ucap Vina. Memang seperti itulah Gysella dimata kedua orang tuanya, sudah beberapa kali mereka menentang. Namun, tidak pernah di dengar sama sekali olehnya.
"Cukup, Ma! Mama nggak berhak ngatur-ngatur aku," cibirnya.
"Mama berhak ngatur kamu. Sebab, kamu anak Mama."
"TERSERAH MAMA!" teriak Gysella, berlalu meninggalkan keduanya.
"GYSELLA!" panggilan keras dari Danu, membuat langkahnya terhenti. Lalu menoleh.
"Apasih, Pa!" ketusnya.
"Rubah sikap kamu. Sebentar lagi adik kamu akan tinggal bersama kita."
"Aku tidak peduli, dan tidak akan pernah peduli!" ucapnya, lalu melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti.
"Mama. Semakin hari semakin capek, Pa. Melihat sikap Gysella yang kian membangkang," lirih Vina.
"Suatu hari nanti, Gysella pasti berubah, Ma," ujar Danu menenangkan istrinya. Vina tersenyum lalu mengangguk sebagai jawaban.
"Bagaimana dengan Dyandraa, Pa?" Vina bertanya.
"Nanti, Papa akan coba bicarakan lagi sama Dyandraa, Ma. Siapa tau dia bisa menerima kita," simpul Danu seraya memeluk tubuh Vina dengan sayang.
---
Suara rintik hujan malam ini menjadi saksi akan tangisnya. Seorang gadis itu menatap langit-langit kamarnya dengan mata sembab sekaligus air mata yang terus membasahi kedua pipinya.
'Katakan padaku, jika semua ini tidak lah benar, Tuhan.' batin Andraa.
"Jika pun semuanya memang benar, mengapa mereka begitu tega!" ungkapnya dengan pelan.
Kenyataan ini sangat sulit untuk diterima, mengapa hidupnya seperti di putar-putar lalu disandingkan dengan luka? Kenyataan macam apa ini, kenapa skenario hidupnya seperti sinetron? Apa maksudnya dari semua ini? Hatinya terus-menerus bertanya. Namun, gadis itu sama sekali tidak menemukan sebuah jawaban.
Andraa berusaha memejamkan matanya, ia berharap semua ini hanyalah mimpi. Lalu bangunkan dia segera. Ah, ayolah Andraa ini adalah kenyataannya. Kamu tidak bisa menolak apa yang sudah menjadi takdirmu.
Ucapan-ucapan itu kembali bergema dipikirannya, mata yang hampir terpejam kini kembali terbuka, Andraa membenci kenyataan yang selalu membuatnya menangis.
'Mengapa dalam satu tahun terakhir ini sebuah luka mau pun tangis selalu mengiringi diriku.' lagi-lagi batinnya bersuara.
Namun, kehidupan berjalan terus-menerus dengan alur yang berbeda, begitu pun dengan luka yang berbeda pula. Tetapi, Tuhan selalu mempunyai rencana yang tidak bisa di prediksi oleh umatnya.
Ting!
Sebuah notif pesan masuk, membuat Andraa bangkit dari tidurnya, lalu memgambil ponsel yang ia simpan di atas meja belajarnya.
[Sudah tidur?]
Sebuah pesan singkat. Namun, terkesan banyak kekhawatiran untuk gadisnya. Sebab, Julian mengetahui kejadian tadi siang yang ikut menyeret dirinya.
Ting!
Lagi-lagi ponselnya berbunyi, dan menampilkan sebuah pesan dari nama kontak yang sama. Namun, pesan kedua ini tidak sesingkat seperti pesan pertama.
[Tidur, tidak usah dipikirkan. Nanti kita cari tau apa yang sebenarnya. Inget! Jangan nangis. Aku menyayangimu.]
Bibir Andraa sedikit terangkat terkesan memberikan senyuman. Namun, sangat tipis.
'Terimakasih' batinnya. Tanpa membalas pesan dari Julian.
"Terimakasih. Sebab, kau selalu ada untukku. Meski kau pernah membuatku sakit, setidaknya kau masih bisa membuatku tersenyum. Aku pun menyayangimu, Julian." gumamnya.
Andraa kembali menyimpan ponselnya, dan berusaha memejamkan matanya untuk segera pergi ke alam bawah sadarnya. Ia berharap semoga ada jalan untuk masalah ini, ia yakin lambat laun akan ada kebahagiaan yang sesungguhnya, meski takdir selalu mengkaitkannya dengan sebuah luka yang selalu mengundang tangis.
-Sebuah tangis, bukan berarti orang itu tidak berhak untuk bahagia. Tetapi, itu salah satu jalan menuju kebahagiaan yang sesungguhnya. Keep strong-
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku dan Luka [Sudah Terbit]
Novela Juvenil"Harusnya kamu cari uang yang banyak, bukan malah menghambur-hamburkan uang, Andraa!" Suara serak itu menginterupsi. Gadis itu terdiam. Sulit, jika dihadapkan dengan seorang ayah yang memiliki sifat tempramental, sejauh ini dia diam bukan berarti t...