16. Tentang rasa

5.8K 280 3
                                    

~Happy Reading~

Setiap kali aku merindu, bukan lagi tubuh yang Aku peluk melainkan sebuah batu Nisan~

Dyandraa

Satu minggu sudah ayah gadis itu dimakamkan, bukan hal yang mudah bagi Andraa untuk melupakannya. Rumah tampak sepi, tidak ada kulit kacang yang berserakan lagi, tidak ada lagi sosok ayah yang ia lihat setiap pagi seraya meminum kopinya. Kini, sudah hilang! Kenangan hanya tinggal kenangan.

Tidak ada semangat untuk hari-harinya, gadis itu diam dengan tatapan kosong. Tiba-tiba, ada seseorang yang bertubuh kekar duduk di sampingnya,

"Geser," suruhnya.

Andraa yang masih melamun itu sama sekali tidak mendengarnya. Lelaki itu mencolek bahu gadis itu.

"Apaansih!" ketus Andraa tanpa menoleh.

"Geser."

Gadis itu pun menggeser.

"Lagi," pinta lelaki itu, Andraa menuruti permintaannya, ia sedikit menggeser lagi.

Dengan cepat lelaki itu tidur dipaha Andraa tanpa seizin sang empu. Dengan satu tangan yang menutupi wajahnya agar tak terkena sinar matahari.

"Eh, apa-apaan ini!" pekik Andraa yang menyadari ketika pahanya terasa berat.

"Ih, siapasih lo! Berat tau, minggir!" Andraa berontak.

"Ngantuk."

"Bodoamat! gue nggak peduli, minggir kenapa, sih!"

"Bawel!" ujarnya seraya membenarkan posisinya menjadi duduk.

"Kak Juli?" mata Andraa melebar. Kenapa dia lagi dia lagi, seperti tidak lelaki lain saja dibumi ini pikirnya.

"Gimana keadaan lo?"

Andraa celingak-celinguk mencari seseorang disekitarnya namun hasilnya nihil, apakah lelaki itu sedang bertanya kepadanya? Jika ia tumben sekali.

"Lo ngomong sama gue?"

"Menurut lo?"

"Ah, gitu ya."

"Jawab."

"Apanya?"

"Keadaan lo!"

"Seperti apa yang lo lihat," ujar Andraa dengan senyuman.

Julian hanya mengangguk paham. "Tumben lo di sini ? nggak ada kelas gitu?" tanya Andraa.

"Kosong," jawab Julian dengan wajah datarnya.

Mulut Andraa membentuk seperti huruf O sambil mengangguk sebagai jawaban.

"Eh ... bentar, tumben banget lo nanya keadaan gue?"

"Ah, astaga! gue baru inget! Oh iya makasih ya,"

"Buat?"

"Lo udah nemenin gue pas ayah gue meninggal." Andraa memelankan kata terakhir dikalimatnya seraya menatap Julian.

Sedangkan Julian hanya memberikan seulas senyuman.

"Ck! Manis banget dah," ucapnya pelan. Namun, masih terdengar jelas oleh sang empu.

"Apa?"

"Ah, anu maksud gue, maksu gue lo---"

"Manis?" sambungnya.

"Bukan ih! Pede amat sih," Andraa mendelikan matanya.

Andraa menatap kembali wajah Julian kini lelaki itu malah tersenyum lebar kepadanya.

Aku dan Luka [Sudah Terbit] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang