21. Kemana perginya

4.8K 211 2
                                    

~Happy Reading~


Tatapan tajam seseorang yang tengah berjalan dengan cepat disekitaran kampus itu membuat beberapa mahasiswi memekik keherenan. Namun, laki-laki itu tidak memperdulikannya sama sekali, "Di mana kamu?" gumamnya sangat pelan.

Sudah beberapa hari ini gadis itu tidak terlihat disekitaran kampus, apa dia pindah atau tidak lagi melanjutkan pendidikannya? Ah, kehilangan gadis itu membuat Julian bertanya-tanya, ke mana perginya? Kenapa dia merasakan secemas ini?

"Dyandraa?" ucap Julian ketika manik matanya terhenti tepat di seorang gadis yang tengah duduk sendirian di taman kampusnya, dengan segera Julian menghampirinya.

"Dyan?" ucap Julian seraya menepuk pundak gadis itu dengan pelan.

"Sorry, salah orang." Ternyata penglihatan nya salah, dia bukanlah Dyandraa melainkan orang lain. Mengapa bayang-bayang gadis itu selalu terngiang?

Julian menghentikan langkahnya, di setiap penjuru kampus batang hidung gadis itu sama sekali tidak terlihat, harus mencari kemana lagi, jika teman dekatnya saja tidak tahu di mana Dyandraa.

Hanya baru beberapa hari Andraa tidak terlihat memasuki kampus, namun mengapa bagi Julian itu adalah waktu yang terbilang cukup lama? Bahkan setiap harinya dihabiskan untuk mencari keberadaan gadis itu.

"Rumahnya!" pekik Julian baru tersadar jika ia belum sempat mengunjungi rumah gadis itu.

Tok ... tok ... tok ....

"Permisi ...," teriak Julian. Namun, tidak ada jawaban dari dalam rumah itu, Julian kembali mengetuk pintu seraya berteriak sedikit lebih keras. Namun, hasilnya masih sama.

"Nyari siapa, Dek?" tanya wanita paruh baya, yang tak sengaja melihat Julian tengah mengetuk pintu rumah Dyandraa.

"Dyandraa, Bu," jawabnya seraya menghampiri wanita paruh baya itu.

"Oh, Andraa udah empat hari ini tidak pulang,"

"Kalo boleh tahu, kemana perginya, ya?"

"Kalo itu saya kurang tau, coba adek tanya keteman terdekatnya."

"Sudah Bu, saya sudah mencarinya kemana-mana, namun hasilnya masih sama." sanggah Julian, wanita itu hanya mengangguk-ngangguk paham.

"Tunggu saja dulu, mungkin nanti Andraa pulang kok," balasnya berlalu pergi meninggalkan Julian.

Dua jam berlalu Julian menunggu kepulangan Andraa. Namun, gadis itu tak kunjung menampakan batang hidungnya. Kemanakah Andraa sebenarnya.

"Mengapa harus merasakan kecemasan seperti ini," ucap Julian dengan pelan.

Tanpa berpikir panjang Julian mengambil ponselnya lalu mengetikan sesuatu disana, berharap gadis itu membalasnya.

Beberapa menit setelah ia mengirimkan pesan, ponselnya masih tak kunjung menandakan pesan masuk ataupun telpon masuk, Julian menarik nafasnya dengan gusar ia memutuskan untuk menunggu kembali, cuaca yang sudah mulai gelap menandakan malam akan segera tiba.

"Kak Juli?" pekik seorang gadis yang tengah berjalan ke arahnya. Julian yang baru saja hendak memejamkan matanya terpaksa bangkit dari posisi duduknya.

"Lo ngapain disini?" tanya Larissa.

"Nunggu."

"Emang Andraa belum pulang?"

Julian tak menggubris pertanyaan Larissa, ia hanya kembali duduk dengan wajah frustasinya.

"Tumben banget Andraa ngilang kayak gini," ucap Larissa seraya mendaratkan bokongnya di kursi sebelah Julian.

"Lo ada perlu apa sih sama Andraa?"

"Bukan urusan lo!" ketus Julian dengan wajah datarnya. Sedangkan Larissa hanya mendengus kesal.

"Aneh lo!" ketus Larissa seraya mendelikan matanya.

Julian memilih tidak bersuara kembali, ia lebih memilih memejamkan matanya yang sempat terganggu oleh kedatangan Larissa.

Suasana menjadi sangat hening, tidak ada obrolan yang menghangatkan suasana diantara keduanya, hanya suara hujanlah yang terdengar nyaring ditelinga mereka. Mungkin karna mereka belum saling mengenal, hanya sekedar tahu saja namun tidak mengenal satu sama lain, kecuali Larissa yang sedikit mengetahui siapa Julian.

"Andraa?" gumam Larissa. Matanya melihat ke arah seorang gadis yang tengah berjalan gontai ke arah rumahnya dengan wajah yang terlihat sangat kecut, dibawah gerimis air hujan gadis itu berjalan seraya menangis? Apa yang sebenarnya terjadi.

"Andraa!" teriak Larissa lalu menerobos hujan yang semakin menderas.

Julian yang tengah memejamkan matanya sontak membuka kedua matanya, lalu bangkit dari duduknya.

"Lo dari mana aja, Draa?" tanya Larissa seraya merangkul tubuh Andraa yang sudah menggigil.

"Dari mana?" Julian membuka suaranya dengan lembut, membuat Andraa menatap keduanya dengan mata yang sayu.

Andraa tersenyum kecut. "Bukan urusan kalian!" ujarnya bersama tangisnya.

"Kalian ngapain, sih disini?" tanya Andraa.

"Nungguin lo, udah empat hari lo nggak masuk kuliah, lo darimana?"

"Gue nggak kemana-mana!" ketusnya.

Bibir yang selalu terlihat merah muda kini menjadi pucat, mata sayu, kantung mata yang terlihat jelas, sungguh Andraa sangat berbeda dari biasanya.

"Lo kenapa sih?" tanya Larissa.

"Are you okey? Pake jaketku ya," ucap Julian seraya memakaikan jaketnya ketubuh mungil Andraa, namun gadis itu berontak dan melemparkan jaket itu ke lantai.

"GUE GAK PAPA!" bentak Andraa. Membuat Julian dan Larissa menatap keherenan.

"Lo kenapa sih Andraa?!"

"GUE BILANG GUE GAK PAPA! KALIAN PUNYA TELINGA GAK SIH!"

"PERGI!" teriak Andraa dengan tangisnya.

Julian mengelus pundak Andraa dengan lembut namun lagi-lagi gadis itu menepisnya.

"Gue minta kalian pergi dari sini," lirih Andraa, seketika badannya ambruk, yang tadinya berdiri tegak kini terjatuh dilantai. Betapa rapuhnya ia hari ini.

"Andraa cerita sama gue, ya? Ada apa sama lo?" Larissa membuka suaranya kembali ia menatap Andraa dengan iba, seberapa kacau sahabatnya ini.

"GUE MINTA KALIAN PERGI! Gue mohon," ucap Andraa memelankan kalimat terakhirnya.

Dengan berat hati Julian dan Larissa meninggalkan Andraa, bukannya tega tapi inilah yang Andraa inginkan.

"KENAPA HIDUP GUE HARUS SEMENYEDIHKAN INI!" teriak Andraa bersama tangisnya yang semakin menjadi.

"KENAPA TUHAN KENAPA!" tangisnya pecah.

Ada apa dengan Andraa?

TBC dinext chapter❤🎉

Aku dan Luka [Sudah Terbit] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang