41. Menggenggam perih

5K 182 8
                                    

~Happy Reading~


"

Ca? Malam ini gue nginep di rumah lo ya?" pinta Andraa dengan kondisi yang mulai membaik.

"Lo yakin? Tapi, lo lagi sakit begini, Ndraa." Sangkal Larissa, bukannya tidak boleh. Namun, dengan kondisi seperti ini ia takut jika terjadi apa-apa dengan Andraa.

"Ca, anggap aja gue nggak sakit, gue nggak mau dianggap orang lemah, Ca." Andraa berusaha menguatkan segala rasa sakitnya, meski penyakit ini perlahan mulai menyiksanya.

Andraa harus menghadapi sebuah kenyataan buruk didalam hidupnya, setelah ia mengetahui penyakit Leukimia telah bersarang ditubuhnya. Penyakit inilah yang merubah hari-harinya menjadi kelam.

Entah, berapa lama lagi ia menghabiskan sisa hidupnya, ia hanya berharap sebuah keajaiban dan keadilan berpihak kepadanya, meski rasa menyerah itu ada. Namun, ia harus tetap kuat untuk menyelesaikan kuliahnya agar cita-citanya tercapai menjadi seorang dokter, dari penyakit ini tekadnya semakin bulat untuk terjun di dunia kedokteran.

'Aku kuat, aku tidak lemah' batinnya.

---

"Lo denger kabar gak? Kalo Andraa kemarin pingsan," ujar Darren kepada Kevin.

"Serius lo? Tadi pagi pas di koridor juga dia pingsan, tadinya gue mau bawa dia ke Uks. Tapi, Julian maksa buat dia yang bawa Andraa," tukas Kevin.

"Vin?" panggil Darren.

"Hmm?" balasnya dengan singkat seraya mamainkan benda pipihnya.

"Lo emang beneran suka sama Dyandraa?" Suara Darren dengan sedikit ragu.

Kevin terkekeh. "Ya nggak lah, Darr. Gue cuma mau bikin Julian sadar sama perasaannya,"

"Anjir, gue kira lo beneran suka sama Andraa." Darren merasa sedang di permainkan, Kevin memang penuh teka-teki, sedangkan Julian penuh dengan tanda tanya, lalu Darren? Ah, tidak usah dibahas.

"Gue kesel sama si Juli, udah ada Andraa yang sayang sama dia. Eh, malah balik lagi sama Gysella!" geram Kevin.

"Iyasih, gue nggak ngerti sama jalan pikirannya dia. Giliran ditanya, malah nggak digubris," decak Darren.

***

Kumandang Adzan subuh sayup-sayup terdengar dari mesjid yang ada di sekitaran komplek rumah sahabatnya, seorang gadis cantik itu terbangun karena suara Adzan tersebut. Suara perintah dari sang Khalik ini sudah bergema, itu tandanya seluruh umat muslimah disegerakan untuk melaksanakan perintah-Nya.

"Engghhhh ...." Andraa mengerang.

Setelah kewajibannya selesai, Andraa pun bergegas mengambil handuk milik sahabatnya. Andraa memasuki kamar mandi dan setelah hampir 20 menit, Andraa keluar dengan wajah yang terlihat sangat segar.

"Ndraa? Lo udah bangun?" Suara dari Larissa itu pun terdengar oleh Andraa.

"Huaaaaaaaaa ... jam berapa emang?" Larissa melirik ke arah jam weekernya yang menunjukan tepat pukul lima pagi.

"Gue mau pulang sekarang," ucapnya seraya menyimpan handuknya ke tempat asalnya.

"Sepagi ini?" tanya Larissa dengan suara gusarnya.

"Hooh, sekalian olahraga. Ini kan weekend, Ca. Ayok kita jalan-jalan di sekitar taman," ajaknya.

"Tapi kondisi lo be----"

Andraa menggeleng dan tersenyum. "Ica? Gue kuat," ujar Andraa memotong ucapan sahabatnya.

Larissa pun tersenyum, dengan cepat ia memasuki kamar mandinya untuk segera bersiap-siap.

Udara pagi hari sungguh menyejukan hati keduanya, rumput-rumput yang tubuh subur, pohon-pohon menjulang tinggi, sekitaran taman yang sangat indah dan nyaman, tak lupa di taman ini banyak orang-orang yang tengah berolahraga atau sekedar menghirup suasana pagi.

"Gimana keadaan lo?" tanya Larissa di sela-sela langkah keduanya.

"Seperti apa yang lo lihat,"

"Gue masih nggak percaya sama semua ini, Ndraa. Lo yang ngerasain sakit terlihat begitu santay dan tenang, sedangkan gue sangat mengkhawatirkan keadaan lo,"

"Jujur aja, Ca. Gue juga cemas sama penyakit gue, gue takut, dan gue masih belum bisa sepenuhnya nerima penyakit ini, tapi hidup tetap harus berjalan, 'kan?"

"Lo hebat, Draa. Gue bangga punya sahabat sekuat lo. Gue sayang sama lo." Larissa memeluk tubuh Andraa, ia tidak pernah bisa membayangkan jika penyakit Andraa semakin parah.

"Gue juga sayang sama lo, terimakasih banyak." Andraa membalas pelukan dari sahabatnya.

"Emm, gue pulang sekarang ya? Takut orangtua gue khawatir." Andraa bangkit dari duduknya.

"Gue anter?" tawar Larissa.

"Nggak usah, gue bisa sendiri kok," tolak Andraa dengan senyuman.

"Hati-hati, tetap jaga kesehatan ya." Larissa hanya pasrah mendengar tolakan dari sahabatnya, meski hatinya selalu mengkhawatirkan keadaan Andraa.

Andraa terus menyusuri sepanjang jalanan, tetes demi tetes air matanya kembali membasahi tanpa diminta. Rasa sakit, ntah itu dari batin mau pun fisiknya semua terasa sakit.

Tanpa ia sadari langkahnya sudah sampai disebuah rumah yant terlihat mewah dan elegan, dengan gontai gadis itu memasuki rumahnya.

Tok ... tok ... tok ...

"Ma? Andraa pulang," teriaknya dari luar.

Ceklek.

Pintu terbuka terlihat sosok gadis yang manatap penuh benci kepadanya, dengan kedua lengannya yang ia lipatkan di dada.

"Baru pulang lo? Abis ngelonte darimana?" ketus Gysella.

"Apaan sih lo! Gue nginep di rumah sahabat gue," sanggahnya dan bergegas masuk.

"Halah, alasan!"

"Terserah." Andraa sama sekali tidak ingin ribut dengan kakaknya, tenaganya tidak cukup kuat untuk melawan sang kakak.

Gysella menarik baju Andraa sontak membuat tubuh Andraa terbalik menghadapnya. "Lo nggak tahu diri banget sih!" pekik Gysella penuh dengan penekanan.

"Mau lo apasih, Kak?"

"Mau gue? Lo keluar dari rumah ini, dan jauhin Julian!" bentaknya.

"Kalo gue nggak mau, gimana?!" balas Andraa tanpa rasa takut meski rasa sakit dan pusing kembali menyerang tubuhnya.

"Gue nggak akan segan-segan buat bikin lo nggak betah dirumah ini, gue bakalan buat rumah ini bagaikan neraka buat lo!" bentaknya seraya menjambak rambut Andraa.

"Gue nggak takut, dan nggak akan pernah takut!"

"Bangsat! Ikut gue!" Gysella menarik tangan Andraa tanpa perasaan.

Bruukk!

Tubuh Andraa tersungkur di lantai kamar mandi, tanpa rasa iba dan kasihan Gysella memperlakukan Andraa layaknya binatang.

"Bangun lo! Biasanya lo nggak diem kayak gini, sejak kapan lo jadi lemah begini, ANDRAA!" bentaknya dengan tawa kecilnya.

Byuuurrrr!

Gysella mengguyur tubuh Andraa beberapa kali, kini bajunya basah tanpa sisa, badan yang mulai mengigil karena kedinginan, rasa sakit yang kian menjalar diseluruh tubuhnya, hanya air mata yang menetes tanpa henti.

"Bangun, Andraa. Ini semua akibat dari ulah lo sendiri. Cih!" pekik Gysella seraya menendang tubuh Andraa yang masih terkapar lemas di lantai kamar mandinya.

'Andai. Lo tahu, Kak, badan gue terasa sakit semua, tapi kenapa lo bersikap seolah orang yang tidak punya hati? Kenapa lo sejahat ini? Apa salah gue sama lo? Sekarang rasa sakit ini kian menjalar tanpa henti, aku menyerah Tuhan' batin Andraa menangis.

TBC.

Aku dan Luka [Sudah Terbit] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang