~Happy Reading~
Dalam perihal mecintainya,
Bolehkah aku sedikit memaksakan keadaan?Di tengah derasnya kota Jakarta. Andraa dan Larissa kini tengah duduk disebuah caffe yang tak jauh dari tempat tersebut dengan keadaan yang masih basah kuyup Larissa menepikan mobilnya. Ia pikir mereka butuh kopi untuk sedikit menghangatkan tubuhnya.
Banyak orang yang memasuki cafe tersebut, meski di luar sedang keadaan hujan tapi sepertinya bukan masalah yang besar bagi mereka.
"Lo kenapa, Draa? Ada masalah lagi sama bokap lo?" tanya Larissa.
"Ya, seperti itulah Ca, lo tau sendirikan bokap gue kayak gimana," ujar Andraa sambil menaruh kopinya.
"Lo yang kuat ya, sorry gue nggak bisa bantu apa-apa gue cuma bisa menjadi pendengar yang baik lo, Draa."
"Gue cuma pengen diperhatiin layaknya seorang anak Ca, tapi itu semua hanya sebuah angan terbesar gue."
"Kadang gue ngerasa buat apa gue ngejalanin semua, tapi seakan-akan gue sendiri aja seperti tidak mempunyai kehidupan."
"Kadang gue iri sama orang-orang yang hidupnya enak, bisa ngerasain kasih sayang orang tuanya. Sedangkan gue? Tapi disatu sisi gue sadar banyak orang yang lebih susah dari gue."
"Nggak boleh ngomong gitu Draa, masih ada gue yang peduli sama lo."
Andraa mengangguk lalu tersenyum. "Makasih ya, Ca."
"Ujan udah reda kali ya? Balik yuk?" ajak Andraa.
"Lo nginep di rumah gue aja ya?"
Andraa menggeleng dengan cepat "Gak! bisa-bisa bokap gue ngamuk." Andraa menolak.
"Yaudah ... gue anterin pulang, ya."
Andraa tak mampu menolak tawaran Larissa ia hanya mengangguk sebagai jawaban iya.
Setelah beberapa menit diperjalanan kini keduanya sudah sampai dirumah sederhana milik Andraa.
"Makasih ya, Ca."
"Its oke, Babe."
"Hati-hati di jalannya."
Mobil Larissa pun kini berlaju meninggalkan rumah Andraa, sedangkan gadis itu masih menatapnya yang kian menjauh dari pandangannya, setelah hilang dari pandangannya gadis itu memasuki rumahnya, tetapi di sana ia tak melihat sosok ayahnya.
"Ayah kemana lagi sih! selalu saja bikin khawatir," gumam gadis itu lalu memasuki kamarnya untuk membersihkan tubuhnya.
Setelah selesai, Andraa merebahkan tubuhnya ia menatap langit-langit kamarnya sekerjap bayangan lelaki itu terlintas dalam pikirannya.
"Namanya siapa sih?" ucap Andraa sambil mengetuk-ngetuk dagunya.
"Dia ciptaan Tuhan yang paling sempurna dimata gue, tapi sayang dia dingin, serasa pengen jadi matahari deh, biar bisa melelehkannya." Andraa pun cekikan di dalam kamarnya sekali kali ia bergidik ngeri dengan tingkahnya.
"Kok gue alay begini yak?"
"Ah ... bomat dah, besok gue harus tau namanya, tapi kek nya dia orang berada deh,"
Pupus sudah harapan Andraa ketika membayangkan jika lelaki itu benar-benar dari orang berada. "Tapi nggak papa lah kan sekedar mengagumi aja, setiap orang kan berhak mempunyai rasa," gumamnya dengan percaya dirinya.
Tak terasa kini rasa ngantuk nya mulai menyerang dirinya, tidak lama kemudian gadis itu memejamkan matanya untuk segera terjun ke alam bawah sadarnya.
----
Suara kicauan burung yang terdengar nyaring ditelinga gadis itu dan perlahan sinar mentari menyeruak kedalam fentilasi kamarnya. membuat gadis itu menggeliat dan membuka matanya perlahan untuk mencerna setiap cahaya yang masuk kedalam matanya.
"Enghhhhhhh ...!" Andraa lagi-lagi menggeliat.
"Selamat pagi dunia ... semoga hari ini lebih baik dari kemarin." Dengan penuh semangat kini gadis itu beranjak dari tempat tidurnya dan memasuki kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya, Jika kalian menebak kamar mandi Andraa ada di kamarnya itu salah besar ya teman-teman.
Kamar mandinya terletak di paling pojok dekat dapurnya. Andraa yang masih berjalan dengan gontai itu masih mengantuk rupanya, sedari tadi ia hanya menguap.
Setelah siap dengan seragam putih hitamnya kini Andraa pun keluar dari kamarnya.
Lagi-lagi ia tak melihat sosok ayahnya. Kemana perginya, ada yang tahu?
Tidak!
Andraa hanya menjatuhkan bahunya seakan akan masalah itu sudah terbiasa. memang benar ini bukan yang pertama kalinya.
Di tengah cerahnya mentari Andraa tengah berjalan dengan penuh semangat sesekali ia bersenandung ria. Menikmati setiap langkah yang ia tempuh, semilir angin menerpa setiap helai rambutnya.
Ia menatap jalanan sekitar betapa banyak kendaraan roda empat maupun roda dua yang berlalu lalang. Ah, mungkin mereka akan bergelut dengan pekerjaannya.
Tak terasa kini langkahnya sudah di depan gerbang Kampusnya, tiba-ltiba mobil yang melintas didepannya tak sengaja menyipratkan air yang berasal dari genangan di jalan yang telah rusak tersebut.
"Ahh, kotor!" Andraa memekik seraya mengusap baju dan roknya.
"Bisa-bisa kena hukuman lagi. Duhh,"
Tanpa basa-basi gadis itu langsung menuju parkiran dan melabrak orang yang sudah membuat baju dan roknya kotor.
"Lo bisa bawa mobil nggak sih? jangan sementang orang kaya jadi seenaknya!" pekik Andraa dengan penuh emosi. Meskipun orang yang dilabraknya belum keluar dari mobilnya.
"Keluar nggak lo!"
"Lo budek, ya?" ucapnya seraya mengetuk-ngetuk kaca mobil itu.
Kini lelaki itu pun membuka pintu mobilnya, Andraa yang tadi nya marah-marah kini terpana oleh paras lelaki itu. Hatinya serasa disejukan. sungguh ia sangat terpana.
"Ciptaan Tuhan yang paling indah." Respect Andraa mengucapkan kalimat tersebut.
"Minggir!" ujar lelaki itu dengan wajah tanpa dosanya. Seketika ambyar sudah harapan Andraa untuk mengaguminya.
"Lo tuh ya! harusnya minta maaf kek! udah bikin baju gue kotor begini!" pekik Andraa.
Namun, ocehan Andraa tak dihiraukan laki-laki itu, ia malah memasang earphone ditelinganya dan berlalu pergi meninggalkan Andraa yang masih dengan cerocosnya yang tak henti-hentinya.
"Ya, Allah sabarkan Andraa!" decaknya seraya mengelus dada.
TBC dinext chapter❤🎉
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku dan Luka [Sudah Terbit]
Fiksi Remaja"Harusnya kamu cari uang yang banyak, bukan malah menghambur-hamburkan uang, Andraa!" Suara serak itu menginterupsi. Gadis itu terdiam. Sulit, jika dihadapkan dengan seorang ayah yang memiliki sifat tempramental, sejauh ini dia diam bukan berarti t...