34. Siapa mereka?

4.2K 191 5
                                    

~Happy Reading~

PoV Andraa

"Tunggu ...," ucap laki-laki itu yang tiba-tiba menahan tanganku, Julian.

Ah, tanpa aku sadari ternyata dia mengejarku, ternyata dugaanku salah besar, tadinya aku berpikir jika ia masih marah padaku. Tapi tunggu, mengapa sikap Julian membuatku ingin menangis?

"Ya, kenapa?" aku menoleh kearahnya, lagi-lagi aku memasang wajah yang biasa saja ditambah sedikit lengkungan dari bibir manisku.

Sial! Senyum ini penuh dengan kedustaan. Aku menatap manik Julian dengan intens, tatapannya seolah menunjukan ada sebuah penyeselan, atau mungkin itu hanya pikirku saja? Julian, aku ingin sekali memelukmu, menjelaskan jika semua bukan ulahku. Namun, dari sikapmu aku bisa simpulkan jika kau sudah benar-benar kecewa padaku.

"Kenapa diam? Bukannya tadi kau akan pulang bersama Gysella?" tanyaku, yang enggan berani menatapnya.

"Tidak jadi."

"Lah, kenapa?" tanyaku dengan raut wajah keheranan, meski dalam hati aku berjingkrak kegirangan.

"Pulang denganmu saja."

"Sebab, kau kekasihku," sambungnya.

"Tapi, bukannya kamu masih marah padaku?"

"Maybe ... tapi aku ingin pulang bersama kekasihku. Jadi kau tidak berhak banyak bicara," ucapnya, lalu menarik tanganku tanpa permisi.

"Hei. Aku kekasihmu! Jadi wajar saja aku banyak bicara, Julian," ucapku dengan nada yang sedikit keras dari biasanya. Namun, laki-laki itu sama sekali tidak memperdulikannya. Ah, dasar siluman Es!

"Motornya mana?" tanyaku yang sudah tiba di sekitar parkiran kampus, dengan teliti aku melihat sekeliling parkiran. Namun, aku sama sekali tidak melihat dimana motornya.

"Jalan kaki," ucap Julian dengan wajah datarnya.

"Lah, emang nggak bawa motor? Tumben," tanyaku, yang sedikit mengerutkan dahi. Bukan apa-apa, hanya sedikit heran saja. Seorang Julian sama sekali tidak membawa kendaraan.

"Di bengkel," jawabnya dengan singkat.

Aku hanya ber-oh ria mendengar jawabannya. Bagiku tidak masalah mau naik motor, atau jalan kaki sekalipun. Sebab, aku sudah terbiasa dengan semuanya.

"Yasudah, ayok jalan kaki," ucapku dengan penuh semangat, ini adalah waktu yang tepat untuk menjelaskan semuanya.

Tanpa aku sadari. Tiba-tiba tanganku digenggam olehnya, aku sedikit mendongak kearahnya. Dan demi apa aku bisa melihat kembali senyumnya. Tuhan, aku berharap hubunganku semakin membaik dengannya, Aku hanya bisa menaruh harap kepada laki-laki yang tengah bersamaku kini.

Aku tersenyum, "Aku menyangimu, Julian."

"Aku lebih menyayangimu, Dyandraa." ucapan dari Julian membuatku seperti terbang tinggi. Ntah kenapa, kalimat itu mampu menenangkan hatiku. Lagi-lagi aku menaruh sepercik harapan, disaat aku dibawa ketempat yang tinggi jangan sekali-kali kau jatuhkan aku, Julian.

"Ada yang ingin aku katakan padamu." Aku mulai mengatakan untuk menjelaskan kejadian waktu itu yang membuat Julian salah paham terhadapku.

"Aku tau, tidak usah kau jelaskan lagi. Aku minta maaf."

Mataku membelalak tidak percaya, tahu darimana dia? Apakah dia cenayang? Ah, sepertinya tidak mungkin. Lalu apa Gysella yang berbicara jujur kepadanya? Tidak mungkin juga.

"Apa yang kau ketahui?" tanyaku, siapa tahu aku salah pengertian terhadapnya.

"Siapa yang memulai duluan ketika kejadian di taman belakang kampus, 'kan?"

Ah shit! Dia benar-benar mengetahuinya. Tapi, aku tidak peduli ia tahu darimana atau dari siapapun, yang jelas aku merasa lega. Meski kejadian dikelasnya membuatku sedikit sakit hati. Tapi jangan takut, Julianku ini sangat pandai mengembalikan senyumku. Aku beruntung memilikinya meski ia sedikit menyebalkan, tapi aku sama sekali tidak rela jika Julianku terbagi.

"Ya, bukan aku yang memulainya," tegasku sekali lagi untuk memantapkan jawabannya.

"Maafkan aku, aku telah berburuk sangka kepadamu," ucapnya seraya mengelus puncak rambutku dengan lembut.

Hatiku tenang, tidak ada lagi beban yang dirasa. Aku benar-benar berterimkasih atas hari ini, karna sang waktu telah mengembalikan Julianku. Senyumku terus merekah, genggaman tanganku dan tangan Julian semakin mengerat, kami menyusuri setiap jalan ibu kota, terik matahari, keringat yang bercucuran sama sekali tidak menjadi hambatan bagi kami berdua.

----

PoV Author

"Pa? Itu Gysella, 'kan?" manik mata seorang wanita paruh baya itu terhenti tepat dimana Andraa tengah beristirahat.

"Mana, Ma?" tanya sang suami seraya menepikan mobilnya.

"Itu loh, Pa. Sama Julian 'kan?" Vina berucap kembali untuk memastikan kepada sang suami. Danu.

"Iya itu Gysella. Tapi sebentar, kok beda ya. Ma?"

"Beda gimana sih, Pa?"

"Itu bukan Gysella. Apa jangan-jangan itu Dyandraa, Ma?" ujar Danu.

"Apa iya, Pa? Kalau begitu ayo kita samperin, Pa." ucap Vina dengan tak sabarnya. Matanya berbinar, wanita paruh baya itu antara percaya atau tidak, anak yang selama ini ia cari kini sudah berada tepat didepan matanya. Tidak akan menyia-nyiakan kesempatannya.

"Anakku!" pekik Vina yang tiba-tiba memeluk tubuh mungil Andraa. Tangis sekaligus rasa rindunya tumpah ditempat ini. Pelukannya semakin mengerat, tangisnya pecah, sedangkan Danu masih menatap tidak percaya, putri keduanya kini sudah ada dihadapannya. Ntah mimpi atau bukan, tapi inilah kenyataannya.

"Ah, maaf kalian siapa ya?" tanya Andraa seraya berusaha melepaskan pelukannya, memang sedikit risih untuknya. Lain halnya dengan Julian yang masih menatap tidak percaya.

"Tante Vina? Om Danu?" Julian membuka suaranya.

"Kamu kenal dengan mereka?" tanya Andraa sedikit kebingungan, bagaimana bisa Julian mengenal mereka.

"Ya, aku mengenalinya. Dia orang tua dari Gysella," jelas Julian. Membuat gadis itu semakin kebingungan.

"Maaf tante, tapi ini Dyandraa, bukan Gysella." Julian mencoba menjelaskan, sepertinya tante Vina ini salah orang. Tapi wajar saja, mereka mempunyai wajah yang begitu mirip. Itulah yang ada dipikiran Julian.

"Tante tahu, Juli. Tante tahu," ucap Vina dengan suara seraknya.

"Lalu?" tanya Julian.

"Kalian bisa ikut dengan kami? Biar om jelaskan nanti," timpal Danu.

"Tapi------,"

"Mau ya, Sayang, ikut sama Mama dan Papa."

"Bentar deh, ini sebenarnya ada apa sih, sumpah aku nggak ngerti ya Tuhan, Mama? Papa? Siapa sih?" ucap Andraa yang masih dibuat bingung dengan keadaan ini.

"Ikut kami dulu, nanti kita bicarakan, dan nanti Papa jelaskan, Nak." lagi-lagi Danu berusaha mengajak mereka agar keduanya mau ikut bersamanya.

TBC.

Aku dan Luka [Sudah Terbit] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang