~Happy Reading~
Suasana duka masih menyelimuti gadis itu, kepergian sang ayah adalah satu cambukan tersakit untuknya, buliran cairan bening terus berjatuhan membasahi kedua pipinya. Mata sembab tak ia hiraukan sama sekali, kemana kah ia harus membawa luka ini? tidak ada tempat untuk mengadu, tidak ada tempat untuk berkeluh kesah.
Setibanya di rumah gadis itu, ia hanya menatap keadaan rumah yang sepertinya akan terasa sepi, tidak lagi argumen, tidak ada lagi kehangatan, meski semenjak ibunya meninggal tidak ada kata ternyaman dirumah ini, namum setidaknya ia pernah merasakan kehangatan yang namanya sebuah keluarga.
"Hiks ... hikss ...." Gadis itu tak henti-hentinya menangis, kenyataan terlalu pahit untuknya.
"Dyan?" ujar lelaki itu dengan lembut. Julian
Ya! Julian masih setia menemani gadis itu, gadis yang mampu membuatnya merasakan kekhawatiran, Julian akui gadis yang tengah menangis ini mampu membuatnya tertarik.
Gadis itu menoleh dengan tatapan sayu, lalu bergumam "Hmm?" ucapnya yang tak lain adalah Andraa.
"Sudah," ucap Julian seraya merangkul tubuh mungil Andraa. Tetapi, bukannya tenang Andraa semakin menangis. Kenapa?
"Katakan semua ini hanya mimpi," ujar Andraa pelan bersama isak tangisnya.
"Gue udah nggak punya siapa-siapa lagi, gue gak tau kedepannya harus gimana, gue benci posisi ini gue benci ... hikkss ... hikss ...."
Tangis Andraa pecah dengan cepat Julian membawa tubuh Andraa jatuh didalam pelukannya.
"Makasih," ucap Andraa yang masih merasakan nyamannya pekukan Julian.
"Buat?"
"Nemenin gue di sini, padahal kita gak saling kenal bisa dibilang cuma selewat doang,"
"Hmm," balasnya tanpa berucap kalimat.
Tidak hanya gadis itu yang merasakan kenyamanan sepertinya lelaki itupun merasakan hal yang sama, Julian memeluk tubuh mungil Andraa dengan erat. Gadis itu jatuh dipelukan Julian, sebuah bahu ternyaman, pelukan ternyaman baginya setelah ibunya tiada.
Tanpa Julian sadari kini gadis itu sudah tertidur di pelukannya, Julian menatap lekat wajah mulus Andraa meski tidak terpoles make up sedikit pun, dengan air mata yang masih membekas dipipi mulusnya, terlihat begitu tentram dan manis. Jauh berbeda ketika ia sedang mengomel.
Repleks tangan besar Julian mengusap lembut rambut milik gadis itu, membuatnya mengerang.
"Enggghhhh ...." Namun, gadis itu kembali ke alam bawah sadarnya, tanpa basa-basi Julian langsung membawanya ke kamar.
'Kenapa gue makin peduli sama dia!' batinnya
Setelah ia berhasil membawa Andraa ke kamarnya, lelaki itu memutuskan untuk segera pulang.
----
"Abang, kamu dari mana aja, Nak?" tanya Mita yang masih stay di depan televisi bersama Rio yang sibuk dengan laptopnya."Jangan pulang terlalu larut malam Juli," timpal Rio seraya membuka kacamatanya.
Julian yang tengah membuka sepatunya itu tak menggubris pertanyaan dari kedua orang tuanya. Mita hanya menggelengkan kepalanya.
"Julian?" tanya Rio sang ayah.
Lelaki itu menoleh, seraya mengakat satu alisnya seakan mengatakan ada apa?
"Dari mana kamu?"
"Cari angin."
"Jangan suka keluar malem bang, Mama khawatir," ucap Mita dengan lembut.
"Oh iya, Mama tadi dengar tetangga ramai membicarakan terjadi kecelakaan di pertigaan depan, Mama takut kamu kenapa-kenapa."
"Iya," balasnya lalu berlalu pergi ke dalam kamarnya.
"Setiap orang tua bicara selalu saja begitu," ketus Mita.
Keesokan harinya, setelah gadis itu terbangun dari tidurnya ia berharap jika kejadian semalam itu hanya mimpi, Namun kenyataan benar adanya. Bahkan dirinya tak sadar jika semalaman ia ditemani oleh Julian meski sadar tidak sadar. Sebab, ia terlalu larut dalam kesedihan.
Di sinilah di sebuah rumah yang sangat sederhana itu ramai dipenuhi orang-orang serba memakai pakaian hitamnya, suana haru masih menyelimuti gadis itu.
"Andraa?" pekik seorang gadis yang tengah merangkulnya. Larissa.
"Lo kuat, Draa. lo nggak sendirian, lo masih punya gue."
Namun gadis itu masih terisak derai air matanya masih tidak bisa ia tahan.
"Andraa? jika kamu kesepian kamu bisa tinggal bersama kami sayang," ujar Diana ibunda Larissa.
"Tidak usah repot-repot tante, Andraa tidak mau merepotkan orang lain, sebelumnya mau berterimakasih atas tawaran tante," sanggahnya.
"Baikalah ... jika kamu membutuhkan sesuatu tidak perlu sungkan ya," ujar Diana dengan lembut.
Acara pemakaman berlangsung sekitar 20 menit yang lalu. Kini, gadis itu menatap nisan yang betuliskan nama Dion. Andraa menatap lekat nisan itu seraya memeluknya. Tapi sosok Julian tidak terlihat di acara pemakaman tersebut, kemana kah dirinya?
"Mungkin sekarang ayah sudah bertemu ibu di sana, Andraa iri deh, tapi Andraa bahagia meski Andraa tak punya lagi kedua orang tua saat ini. Setidaknya Andraa pernah merasakan kasih sayang dari kalian. Andraa janji akan dateng ke sini dengan sering, kalian yang tenang disana," lirihnya dengan nada suara yang sendu.
"Draa, udah yuk pulang," ajak Larissa pasalanya gadis itu sudah satu jam berada di pemakaman ayahnya. Andraa mengangguk, lalu meninggalkan tempat pemakaman itu.
TBC dinext chapter❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku dan Luka [Sudah Terbit]
Ficção Adolescente"Harusnya kamu cari uang yang banyak, bukan malah menghambur-hamburkan uang, Andraa!" Suara serak itu menginterupsi. Gadis itu terdiam. Sulit, jika dihadapkan dengan seorang ayah yang memiliki sifat tempramental, sejauh ini dia diam bukan berarti t...