EPILOG

8.4K 239 17
                                    

~Happy Reading~

Delapan tahun sudah berlalu. Kini, aku sudah menjadi seorang Ibu sekaligus Isteri, banyak hari yang sudah kulewati bersama Julian. Dari awal pernikahan sampai aku mempunyai baby kembar yang menggemaskan.

Masih ingat dengan fakultas yang kuambil? Dulu, aku bersih keras ingin menjadi seorang dokter, apalagi aku salah satu mahasiswa lulusan terbaik. Sempat ditawari untuk bekerja disalah satu rumah sakit ternama di jogja. Namun, aku menolaknya. Sebab, aku akan menikah. Aku tidak ingin urusan keluarga jadi tersampingka jika aku bekerja.

Jadi, aku lebih baik memilih menjadi ibu rumah tangga saja. Meski pendidikan tinggi sekalipun. Lagi pula Julian tidak mengizinkan aku untuk bekerja.

Ohya, Kalian tahu? Semasa aku ngidam Julian sangat frustasi dengan semua keinginanku yang aneh-aneh, mulai jus apel yang dicampur dengan margarine. Ah, kalian tahu rasanyaa seperti apa? Tapi, aku tidak ingin meminumnya, aku ingin Julian yang meminumnya, dan alhasil semua itu membuat Julian muntah-muntah.

"Dyan? Apakah tidak ada satu pun makanan yang enak saat kau ngidam? Kenapa semuanya sangat aneh, apalagi aku yang harus meminumnya." Julian berdrama, saat itu aku sungguh kasihan melihatnya. Tapi, mau bagaimana lagi, ini semua keinginan anak yang tengah aku kandung.

Sembilan bulan pun berlalu, sampai akhirnya hari persalinanku tiba. Aku sangat takut dan cemas, katanya sih rasanya melahirkan itu sebagian menaruhkan nyawa. Oh, Tuhan. Selamatkan aku dan juga bayi kembarku.

Namun, semangat dari Julian dan keluarga cukup membuatku tenang, meski aku melihat wajah Julian seperti menahan rasa khawatir. Beberapa jam dan beberapa pembukaan aku jalani, hingga pada akhirnya mereka lahir dengan keadaan sehat dan selamat.

"Selamat datang di dunia, anak-anak Ibu." Saat itu kata yang aku ucapkan ketika aku melihat sepasang bayi kembar disampingku. Aku merasa lega begitu pun dengan Julian.

Aku melahirkan dua anak kembar. Namun, tidak identik, yaitu bayi laki-laki dan perempuan, anugrah terindah untukku yang sekaligus mempunyai dua anak.

***

"Bang sat!" teriak seorang gadis kecil terdengar nyaring ditelingaku.

"Balikin, mainan Zia, Bang sat!" Aku dengar semakin kesini gadis kecilku itu semakin merengek. Tapi, aku masih saja sibuk dengan masakanku di dapur.

SATRIA GYOFANO DAROTHY
KEYZIA SYAKEERA DAROTHY

Itulah nama kedua dari anakku. Nama yang bagus, bukan? Julian sangat lama memikirkan nama itu. Bahkan, sebelum lahiran pun tiba ia sudah jauh-jauh hari menyiapkan nama itu.

"Zia, nggak boleh bicara kasar, Nak." Aku berteriak dari arah dapur.

"Ibuuuuu ...,"

Lima menit kemudian dia menangis, dan terpaksa aku segera menghampiri keduanya, banyak sekali mainan yang berserakan di lantai. Ini ulah Julian yang selalu memanjakan keduanya.

Usia anak-anakku menginjak 7 tahun, mereka sudah memasuki Sekolah Dasar. Tapi, ya begitulah keributan dan juga candaan mereka adalah semangat untukku, aku sangat senang dengan posisiku sekarang. Karena mereka adalah bagian dari hidupku.

"Abang, udah dong. Jangan bikin nangis Zia terus, Ah ...." Aku duduk di samping anak laki-lakiku, aku menatapnya dengan lekat, ia begitu mirip dengan Julian, dari sikap dan wajahnya, semuanya mirip Julian, tidak ada mirip-miripnya denganku. Begitu pun dengan Zia, hanya saja Zia sama cerewetnya denganku.

"Aku tidak membuatnya menangis, dasar Zianya aja yang cengeng!" tukasnya lalu ia berlalu pergi dan memasuki kamarnya.

Astaga, anak itu benar-benar dingin dan cuek, masih usia 7 tahun saja, dia sudah sedingin ini. Bagaimana jika sudah dewasa? Aku takut tidak ada yang menyukainya. Oh, ya ampun buang jauh-jauh pikiran tidak baikku.

"Assalamualaikum, Ayah pulang." Suara teriakan itu sangat familiar untukku mau pun Zia, suara dengan serak khasnya itu membuatku langsung menuju pintu utama.

"Yeaaaayyy ... Ayah pulang!" teriak gadis kecilku, dan dengan cepat Julian menggendongnya.

"Hoooo, Ayah kangen Zia," ia mengecupnya beberapa kali, sepertinya ia begitu rindu dengan gadis kecilnya, selama sepekan ia pergi ke luar kota dan baru pulang pagi ini. Untung saja, hari ini weekend jadi anak-anak ada di rumah.

"Oh, rupanya kau tidak rindu kepadaku?" ucapku dengan sedikit sinis.

Julian menghampiriku lalu mengecup keningku dengan sayang. "Tentu saja, kau selalu membuatku rindu, Dyan," balasnya dengan senyuman.

"Oh ya, Bang Sat mana, Dek?" tanya Julian, kata-katanya sungguh membuatku kesal, jadi selama ini dia yang megajarkan Zia memanggil nama itu.

"Jadi, kamu yang ngajarin Zia manggil abangnya dengan sebutan, Bang sat?"

Julian hanya tertawa kecil saat aku tengah mengomelnya, dasar wajah yang tidak pernah merasa dosa, Ck!

Julian seperti sedang berbisik kepada Zia, ntah apa yang ia bisikan, aku tidak bisa mendengarnya.

"Ibu-ibu marah-marah terus," ucap Zia dengan kekehan dari Julian. Oh, ya ampun Julian! Kau sungguh membuatku Murka.

"JULIAN!"

Teriakku menggema di seluruh ruangan, mereka hanya tertawa puas lalu berlalu meninggalkanku.

"Berisik!" ketus Satria, yang baru saja keluar dari kamarnya. Sepertinya ia mendengar suara keributan kami.

"Jagoan Ayah! Sini, Sayang."

"Tidak mau, Satria tidak suka Ayah, Ayah dan Zia selalu saja membuat Ibu kesal." Ketusnya, lalu ia menghampiriku.

"Ah, akhirnya Julian junior membelaku, senangnya," ucapku seraya memeluknya.

"Tapi, Ibu. Aku laper, aku mau makan."

"Oh, anak Ibu laper. Yuk, Ibu sudah masakin masakan yang enak untuk jagoan kecil Ibu." ucapku dengan nada yang menyindir dan mata yang melihat kearah Julian dan Zia, pasti sebentar lagi mereka akan menghampiriku.

"Kami, juga mau ...,"

Nahkan, benar saja dugaanku. Aku hanya tersenyum menyikapinya, meski selalu ada keributan tetapi itu hanya sekedar candaan, kami tidak pernah menganggapnya serius.

"Kita makan sama-sama, ya ...," ajakku dan diangguki oleh mereka.

Rasa lelah, capek itu hilang sekaligus saat aku merasakan kehangatan keluarga ini, hadirnya Satria dan Kezia membuat keluarga kecilku semakin lengkap.

Menjadi Ibu rumah tangga tidak terlalu buruk menurutku, apalagi ada dua buah hati yang menjadi penyemangat untukku. Untuk saat ini dua anak saja sudah cukup menurutku, aku dan Julian belum ada rencana untuk membuat dede bayi untuk Satria dan Kezia, sekarang aku hanya akan fokus mengurus rumah, suami dan kedua anakku.

Aku bahagia, menjadi seorang Ibu sekaligus Isteri. Aku sangat menikmati masa-masa bahagia ini, semoga bahagia selalu berpihak kepadaku dan juga keluarga kecilku.

Amiin Allahuma Amiin ....

Mari perbaiki diri dari kesakitan, bahwa seberapa parahnya lukamu, bukan berarti tidak bisa sembuh kembali. Sama halnya denganmu yang terjatuh bukan berarti tidak bisa bangkit kembali - Dyandraa

***

Aku dan Luka [Sudah Terbit] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang