42. Keputusan

5K 202 4
                                    

~Happy Reading~

PoV Andraa

Badanku ambruk tanpa tenaga, segala sakit kini mulai semakin terasa, aku menangis? Ah, sama saja aku menunjukan kelemahanku didepan Gysella, tapi tidak ada pilihan lain, aku tidak bisa melawannya sama sekali, penyakit ini sungguh membuatku tersiksa.

"Hentikan, Kak. Gue mohon! Ini sakit sekali," lirihku kepada Gysella yang senantiasa menatapku dengan kepuasan. Sedangkan aku? Hanya meringis kesakitan, sepertinya ia sangat bahagia dengan penderitaanku saat ini.

"Lo nggak salah? Kali ini lo memohon ke gue? Sejak kapan lo menjadi orang lemah begini, Dyandraa Catline!" tukas Gysella dengan tawa kecilnya.

Byuuur!

Lagi-lagi siraman itu mendarat di tubuhku, tubuh yang semakin menggigil, tubuh yang semakin melemas, tidak ada sisa tenaga sedikit pun untuk berteriak meminta tolong.

"Gue mohon, Gysella." Aku terus-menerus memohon agar Gysella menghentikan perbuatannya. Tapi, sepertinya itu hanya percuma saja. Gysella nampak belum cukup puas dengan penderitaanku sekarang.

"Tidak akan! Sebelum lo mengatakan, kalo lo akan keluar dari ru----," ucapan Gysella terpotong.

"Andraa? Gysella? Mama sama Papa pulang." Terdengar jelas teriakan seorang wanita yang memanggil aku dan Gysella.

'Ma-ma' batinku tersenyum.

"Mama, Andraa di sini!" teriakku, dengan tenaga yang tersisa meskipun suaraku sangat serak dan begitu sakit.

"Ya Allah, Nak ... kamu kenapa?" tanya Mama menghampiri aku yang masih terkapar lemas di lantai kamar mandi.

"Gysella? Apa yang terjadi dengan adikmu?" timpal Papa.

"Em a-a-nu, tadi Andraa terpeleset, tadinya Gysell mau bantu tapi Mama sama Papa dateng," alibinya, wajah Gysella memucat. Sepertinya ia sangat khawatir jika aku akan membuka suara dan mengatakan yang sebenarnya.

'Ternyata Gysella tidak mau mengakui perbuatannya' batinku.

Gysella menatap tajam ke arahku, mungkin ia berharap aku tidak akan mengatakan semua perbuatannya. "Sakit Ma, Pa." Rengekku.

"Kamu kenapa, sayang?" lagi-lagi Mama mengkhawatirkan keadaanku.

"Kita ke rumah sakit ya?" simpul Papa.

'Jika dibawa kerumah sakit, berarti mereka akan tahu penyakitku? Tidak, tidak boleh'

Andraa menggeleng cepat. "Emm, Andraa nggak mau kerumah sakit," tolaknya.

"Dasar manja! Cih!" ujar Gysella berlalu pergi.

"Apa yang sebenarnya terjadi, Dyandraa?" Papa bersuara.

"Tidak apa-apa, Pa ...," sanggahku.

'Hari ini lo, bisa menang, Kak. Tunggu gue sembuh, gue akan bongkar semua kedok lo!' batinku.

"Pa? Bantu Andraa ke kamar, rasanya badan Andraa lemas sekali," ucapku dengan wajah yang mulai memucat. Tanpa basa-basi Papa membopongku menuju kamar.

Terlintas dipikiranku untuk mengatakan tentang penyakitku, tapi aku urungkan karena aku tak ingin membuatnya selalu mencemaskanku.

Aku terbaring lemas di atas ranjang, pakaian yang tadinya basah kini sudah diganti dengan baju yang baru, aku mencoba memejamkan mata beberapa kali. Namun, tetap tidak bisa, aku masih memikirkan penyakitku, sepertinya aku harus kembali mendiagnosanya. Aku berharap jika ini hanya kesalahan dari lab.

Aku dan Luka [Sudah Terbit] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang