Memang kesalahan Prisa sendiri yang hampir setiap malam pergi ke kelab dan berakhir dengan mabuk berat. Itulah penyebab mengapa dirinya seringkali terlambat datang ke sekolah karena bangun kesiangan. Jika tidak ada ulangan di jam pertama sih Prisa lebih pilih bolos sekalian. Tidak seperti waktu itu yang mengharuskannya tetap berangkat dan menerima risikonya yaitu sebuah hukuman yang membuat jari-jarinya keriting. Selain itu juga tetap saja Prisa pada akhirnya ikut ulangan susulan.
Seminggu kemudian di perpustakaan sekolah lagi kini Prisa terdampar, sedang mengikuti ulangan Matematika susulan.
Di kelasnya pelajaran Matematika jatahnya 2 kali seminggu. Hari Selasa dan hari Kamis. Saat itu Prisa terlambat di hari Selasa dan harusnya melaksanakan ulangan susulan di hari Kamis. Namun, Pak Sod memilih pertemuan hari Selasa berikutnya saja sebagai jadwal ulangan susulan bagi yang tidak ikut ulangan di hari itu.
Cerita sedikit saat setelah Prisa menunaikan hukumannya. Ia selesai menulis kalimat dan menulis tulisan Arab yang diperintahkan Bu Wika sampai bel istirahat pertama berbunyi.
"Saya harap semoga hari ini adalah hari terakhir kamu datang terlambat ke sekolah, Prisa."
Kalimat wejangan Bu Wika yang hanya Prisa diamkan saja lalu cepat-cepat keluar dari ruang BK yang membuatnya gerah meskipun AC sudah dinyalakan.
Menuju kelasnya di lantai 2, Prisa bersungut-sungut memasuki kelasnya. Melempar asal tasnya ke atas meja yang memang sengaja ia lakukan agar mengenai beberapa alat make up yang berjejer milik Mily tetapi meleset karena tasnya yang justru terjatuh ke lantai.
Mily terkesiap. "Kenapa sih lo?" tanyanya seperti tidak punya dosa pada Prisa.
"Kenapa sih lo?" Prisa menirukan kalimat tanya dari Mily dengan ekspresi dongkolnya.
Mily terkikik. Merapikan kembali alat make up-nya ke dalam pouch.
"Gue udah sekuat tenaga ya bangunin lo," aku Mily. "Tapi lo sama sekali enggak bergerak. Gue kira lo udah mati." Cewek itu tergelak. "Ya udah gue tinggal aja."
Karena rasa lapar dan haus yang mendera, Prisa segera menarik Mily ke kantin. Sepanjang perjalanan di koridor sampai setibanya di kantin, Prisa terus menceritakan sambil mendumal apa yang baru saja dialaminya.
Mily yang baru saja mengetahui hukuman versi baru dari guru BK baru itu pun mendadak geram. Ia berpikir bagaimana kalau nanti giliran dirinya yang terlambat.
Hitungannya Prisa menulis kalimat saya berjanji tidak akan terlambat lagi adalah sebanyak 2 lembar. Kertas folio 'kan sepasang, jadilah sudah jelas bagaimana wujud kertasnya. Sudah dapat dibayangkan bagaimana pegal tangan dan keritingnya jari-jari Prisa. Belum lagi ditambah menulis tulisan Arabnya. Prisa menulisnya dengan sembarang. Ia memang tidak bisa menulisnya meskipun sudah melihat Juz Amma. Hasil tulisannya jelas jelek, acak-acakan dan nyaris tidak bisa dibaca.
Namun Bu Wika tidak memberikan komentar apapun mengenai tulisannya.
Baguslah.
Kalau Bu Wika sampai berkomentar mungkin hal yang terjadi adalah Prisa akan memaki guru BK tersebut.
Kurang ajar?
Siapa saja yang membuat Prisa marah, ia tidak akan pandang bulu untuk segera menghabisi orang itu dengan kata-katanya. Termasuk Bu Wika yang notabenenya adalah gurunya di sekolah juga usianya yang jelas jauh di atas Prisa. Namun Prisa tidak peduli.
Dalam sekejap Prisa jadi teringat tentang cowok itu. Saat dirinya masuk ke ruang BK, di sana sudah sepi. Kemungkinan terbesarnya hanyalah Prisa seorang yang paling terakhir mengumpulkan tugas hukumannya.
Berhari-hari Prisa tidak bisa berhenti untuk memikirkan cowok itu. Ia tidak tahu siapa namanya. Ingin bertanya pada Mily tapi ada secuil rasa gengsi yang bersemayam dalam dirinya, yang entah apa sebabnya. Lagipula menurut Prisa sepertinya Mily juga tidak tahu bahkan tidak kenal dengan dia.
Prisa berasumsi jika cowok itu bukanlah cowok famous. Ya, itu sudah sangat jelas. Dirinya saja tidak tahu dan baru melihat cowok itu 2 kali selama sekolah di SMA DJ. Berbeda dengan Vegar dkk yang termasuk cowok-cowok famous di sekolah.
Sebenarnya di hari pertama Prisa bertemu dengan cowok itu, dirinya sungguh sudah dilanda rasa penasaran. Prisa merutuki dirinya sendiri yang kala itu tidak sempat melirik ke arah name tag seragam cowok itu karena sedang panik.
Selama ini sama sekali belum ada yang pernah memergoki Prisa dan yang lainnya saat merokok di area sekolah. Dan untuk yang pertama kalinya saat itu, saat cowok itu tiba-tiba datang, Prisa merasa seperti kegep meskipun posisinya sedang tidak merokok.
Setelah pertemuan singkat itu di hari selanjutnya Prisa tidak lagi melihat keberadaan cowok itu di mana pun. Apa karena SMA DJ yang tempatnya sangat luas? Ya bisa saja alasannya seperti itu. Tidak mungkin juga Prisa harus mencari keberadaan cowok itu di setiap sudut sekolah.
Selain tidak tahu nama, Prisa juga tidak tahu cowok itu kelas berapa. Prisa hanya memendam rasa penasarannya itu tanpa berniat bertanya pada orang lain selain Mily. Vegar dkk? Entah apa alasannya Prisa rasanya malas untuk menanyakan tentang cowok itu pada mereka.
Bahkan saat Prisa dan yang lainnya merokok seperti biasanya pun, Prisa berharap bahwa cowok itu akan datang lagi dengan tiba-tiba. Ketahuan merokok di sekolah dan nantinya akan dilaporkan ke guru pun Prisa tidak peduli. Intinya jika dengan cara itu Prisa bisa bertemu lagi dengan cowok itu, maka Prisa sudah bersiap menerima konsekuensinya. Namun harapan tak seenak sarapan. Cowok itu tidak datang merazia.
Berpikir lagi apakah Prisa harus terlambat datang ke sekolah? Siapa tahu dengan cara kedua itu Prisa bisa bertemu lagi dengannya karena cara pertama ia sudah gagal. Namun di sisi lain Prisa malas sekali dengan hukuman dari Bu Wika.
Prisa tidak takut pada guru BK tersebut. Tapi ia hanya tidak ingin dihukum dengan cara seperti itu. Sudah Prisa katakan jika dirinya lebih baik lari keliling lapangan. Namun guru tetaplah guru yang selalu benar dan tidak ingin perintahnya dibantah.
Di kelas galau, di kantin galau, di apartemen galau, di kelab pun Prisa galau. Di mana pun Prisa berada dan sedang apa, intinya Prisa selalu galau.
Tapi untungnya kegalauan Prisa belum disadari oleh Mily hingga detik ini. Entah Prisa yang pandai menyembunyikan kegalauannya atau Mily yang kurang peka pada dirinya. Padahal bisa dibilang selama 24 jam dalam seharinya kedua cewek itu selalu bersama.
Baiklah biarkan saja nanti waktu yang akan menjawabnya. Sesungguhnya Prisa malu untuk mengakui pada orang lain yaitu Mily jika dirinya sedang kasmaran.
"Prisa kok dari tadi bengong?"
Seketika pertanyaan itu mengembalikan kesadaran Prisa ke dunia nyata.
Prisa mendongakkan kepalanya. Menatap lurus ke arah depan dengan alis terangkat sebelah.
Prisa bengong?
Benarkah?
"Itu soal Matematikanya sama sekali belum ada yang dikerjain."
***
Bersambung.
Minggu, 1 Maret 2020
19.00
KAMU SEDANG MEMBACA
Gue Prisa [Complete]✓
Teen FictionGue Prisa. Hidup gue udah rusak sejak SMP. Puncaknya saat gue kelas 10. Gue hamil. Gue benci. Gue aborsi. Dan cuma bisa meringis saat benar-benar merasakan jatuh cinta pada salah satu cowok di sekolah gue, yang sangat-sangat gue sadari bahwa gue eng...