"Prisa?"
"Hem?"
"Ke toiletnya lewat pintu belakang aja ya?"
Prisa hanya menganggukkan kepalanya. Baginya lewat dari mana saja tidak masalah asalkan cepat sampai ke toilet. Di jalan mendadak Prisa ingin numpang buang air kecil di rumah Nazwa. Sebenarnya ia sudah menahannya sejak tadi di rumah Gagah. Oleh karenanya Prisa sudah tidak bisa menahannya lagi.
"MBAK BAWA PAPA MASUK!" teriak Nazwa ketika memasuki halaman rumah. "JANGAN LAMA-LAMA DI LUAR NANTI MASUK ANGIN."
Saat Prisa menoleh ke arah pintu utama, ia melihat seorang pria paruh baya yang duduk di kursi roda namun hanya punggungnya saja karena sepertinya sudah akan dibawa masuk sesuai perintah Nazwa.
"Papa lagi sakit tapi kadang-kadang suka bandel pengin duduk di luar rumah," ucap Nazwa sambil terkekeh.
Prisa tidak merespons langsung masuk ke dalam toilet setelah Nazwa menunjukkannya. Menghela napas lega setelahnya keluar dari sana. Sejak tadi Prisa ingin mengompol rasanya.
"Prisa minum dulu ini udah dibuatin cokelat panas sama Mama."
"Eng--."
"Iya, ayo silakan!"
Lagi-lagi Prisa tidak bisa menolaknya. Ia mendekat ke arah meja makan. Menarik satu kursi dan duduk di sana. Di hadapannya ada Nazwa dan Mamanya yang ternyata memiliki wajah mirip dengan Nazwa. Prisa mengucapkan terima kasih dan lekas meminumnya.
Tidak ada percakapan apapun sampai Mamanya Nazwa pamit dari ruang makan. Tak lama kemudian Prisa juga ikut pamit dan Nazwa mengantarnya sampai depan pintu gerbang karena mobil Prisa tidak dimasukkan ke halaman rumah Nazwa.
Di tengah-tengah perjalanan menuju rumah, Prisa mendadak mengerem mobilnya karena seseorang dengan motornya tiba-tiba menghalangi jalannya. Prisa menggeram. Jika saja ia punya banyak uang, Prisa tidak akan segan-segan menabrakkan mobilnya pada orang itu. Sembarangan sekali menghalangi jalannya. Bahkan Prisa sudah membunyikan klaksonnya berulang kali tetapi orang itu tidak mau menyingkir juga. Alhasil Prisa yang sedikit mengalah. Ia putar setir mobil untuk melanjutkan perjalanannya di separuh jalan yang masih tersisa.
Setelah berhasil Prisa mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Dan sialnya saat ia melirik ke kaca spion ternyata orang itu membuntutinya. Prisa tidak bisa melihat wajahnya karena tertutupi oleh helm full face. Entah begal atau semacamnya Prisa juga tidak tahu.
Mati-matian Prisa berusaha lebih unggul dalam kecepatan namun gagal. Sekarang posisi orang itu berada di depan mobilnya. Mengendarai motornya dengan meliuk-liuk. Secara tidak langsung mengunci Prisa agar tidak bisa menyalipnya.
Tin. Tin.
"BRENGSEK! APA MAU LO?!"
Pada akhirnya Prisa benar-benar marah. Membuka kaca mobil dan menyembulkan kepalanya dengan berteriak sekencang mungkin.
Teriakannya membuahkan hasil. Orang itu berhenti membuat Prisa lagi-lagi mengerem mobilnya dengan mendadak.
Orang itu memalangkan motornya. Jaraknya tidak jauh dari mobil Prisa. Malam yang hanya mendapat cahaya dari lampu-lampu jalanan tidak bisa begitu membantu penglihatan Prisa untuk mengetahui siapa pemilik wajah di balik helm itu.
Prisa menelan ludahnya saat melihat orang itu turun dari motornya dengan sebilah pisau kecil tapi terlihat tajam berada di tangannya. Bahkan ini masih pukul 10 malam. Tapi begal di depan sana sudah berani beraksi.
Apa yang harus Prisa lakukan?
Kini orang itu sudah tepat berada di samping mobilnya sambil mengetuk kaca mobil dengan pelan. Seketika suasana berubah mencekam. Bodohnya Prisa memilih alternatif jalan yang sepi.
Benda berharga yang Prisa miliki hanya ada ponsel dan uang di dalam dompetnya. Ia menghubungi Mily tetapi tidak ada tanggapan. Pasti cewek itu sudah pergi ke kelab.
Ketukan yang terdengar semakin tidak sabaran itu membuat Prisa menoleh. Membulatkan mata saat selembar kertas bertuliskan CEPAT BUKA KACA MOBILNYA ATAU GUE AKAN PECAHIN KALAU LO KERAS KEPALA! menyambutnya.
Tubuh Prisa jadi gemetar. Meskipun diancam Prisa tetap keukeuh tidak menurunkan kaca mobilnya. Ia beralih mencari kontak Gagah dengan buru-buru sampai ketukan itu berubah menjadi gedoran yang sangat keras.
"Argh sial!" umpat Prisa karena nomor Gagah tidak aktif. Melemparkan begitu saja ponselnya ke ruang kosong di sebelahnya.
Prisa tidak takut. Dengan nekad cewek itu membuka pintu mobilnya lalu membantingnya dengan keras.
"Brengsek! Apa mau lo?!" tanyanya menunjuk wajah orang itu.
"Serahin hape lo!"
Prisa berdecih. Jadi benar kalau orang di depannya ini adalah begal. Dengan bersedekap dada Prisa kembali menghadapkan wajahnya pada orang itu.
"Enggak akan brengsek!"
"Lo mau mati?"
Sontak Prisa memundurkan langkahnya saat orang itu menodongkan pisaunya. Semakin mundur hingga punggungnya membentur mobil karena orang itu terus maju mendekatinya.
Seketika jadi menahan napas karena sekarang pisau itu sudah berada dekat dengan leher Prisa yang terhalang oleh jilbab. Orang itu tidak bersuara namun Prisa bisa menebak kalau orang itu sedang memandangnya tajam.
Bug!
"AWH BANGSAT!"
Orang itu sedikit mundur ke belakang saat Prisa menendang alat vitalnya dengan lutut. Pisaunya pun sampai terjatuh ke aspal. Buru-buru Prisa membuka pintu mobil tetapi ia kalah cepat karena tiba-tiba orang itu sudah memiting lehernya dari belakang.
"Mau main-main lo sama gue?" tanyanya pelan namun sarat akan nada penuh ancaman.
"Lepasin gue dan gue akan serahin apa yang tadi lo minta!" tekan Prisa tidak gentar.
"Penawaran yang menarik," balasnya menjeda sebentar ucapannya. "Tapi udah terlanjur basi untuk detik ini juga."
Ekor mata Prisa tidak sengaja melirik ke arah motor di depan sana. Sekejap kemudian ia merasa tidak asing dengan motor itu. Prisa pernah melihatnya tapi di mana? Prisa tidak lagi merespons ucapan orang itu. Otaknya berusaha mengingat-ingat siapa pemilik motor itu.
"Brengsek lo lepasin gue!" Prisa meronta-ronta. "Temen gue tadi udah tanggung jawab!" katanya setelah ingat siapa pemilik motor besar itu.
"Good girls. Udah ingat lo sekarang?"
"Brengsek! Cepet bilang apa mau lo?!"
Mily tadi sudah mengabarinya langsung bahwa cewek itu sudah membawa laki-laki sialan ini berobat ke rumah sakit. Lalu apa ini maksudnya? Prisa benar-benar tidak mengerti.
"Mau lo," bisiknya tepat di sebelah telinga Prisa.
Prisa ingin mual rasanya. Ia terus berontak sekuat tenaga tapi kekuatan laki-laki itu jauh lebih besar menahannya.
"Brengsek! Lepasin gue sialan!"
"Buka mobilnya!"
"Enggak!"
"Buka!"
"ENGGAK AKAN BRENGSEK!"
Prisa tersentak saat tubuhnya bergeser dengan kasar karena ulah laki-laki itu. Mulutnya menganga saat mengetahui laki-laki itu membuka pintu mobil dengan Prisa masih berada dalam kungkungannya.
Ponsel Prisa berhasil diambil orang itu. Prisa menarik napasnya panjang. Orang itu berniat mempermainkannya.
Tanpa berkata orang itu melepas Prisa dengan kasar sampai tubuhnya menghantam badan mobil. Berbalik badan lantas melangkah menuju motornya.
"WOI TINGGALIN KARTUNYA!" teriak Prisa yang hanya sia-sia saja karena orang itu tidak menggubris.
Kembali menaiki motornya dan melaju pergi.
"Argh sial! Anjing! Bangsat!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Gue Prisa [Complete]✓
Teen FictionGue Prisa. Hidup gue udah rusak sejak SMP. Puncaknya saat gue kelas 10. Gue hamil. Gue benci. Gue aborsi. Dan cuma bisa meringis saat benar-benar merasakan jatuh cinta pada salah satu cowok di sekolah gue, yang sangat-sangat gue sadari bahwa gue eng...