Dengan mantap Prisa memutuskan untuk ikut ekstrakurikuler rohani islam. Selain dorongan dari Nazwa, kemarin Gagah juga menawari dirinya. Kalau sudah Gagah yang bilang, pasti Prisa langsung nurut.
Untung ini hari Jumat, jadi Prisa tidak terlalu lama menunggu pelajaran terakhir usai karena sudah suntuk di dalam kelas plus ia ingin cepat-cepat ketemu Gagah.
Prisa melihat Nazwa masih ngobrol dengan dua temannya. Hal tersebut membuat Prisa malas untuk mendekati Nazwa. Prisa tidak suka dengan Wini dan Rara. Alhasil ia memilih untuk keluar kelas saja.
Di koridor sangat ramai karena memang sudah waktunya pulang. Prisa berjalan santai sampai dirinya tiba di depan kelas 11 IPA 2. Kalau sekarang Prisa sudah tidak gengsi lagi. Setidaknya kemarin Prisa dan Gagah sudah saling mengenal.
Prisa mengabaikan tatapan-tatapan tidak suka dari murid-murid cewek kelas IPA yang melewatinya. Ia tidak tahu apa salah dirinya. Apa mereka tidak suka jika ada anak IPS masuk ke wilayah anak IPA? Atau mereka iri dengan kecantikan Prisa? Entahlah. Toh Prisa bukanlah yang tercantik di SMA Dharma Jaya.
"Mau sekolah apa mangkal sih? Pakai seragam kok ketat gitu."
"Enggak usah heranlah. Itu, 'kan, udah ciri-cirinya anak IPS."
Bagus. Prisa lebih suka jika ada yang membicarakannya tepat di hadapannya. Apalagi secara terang-terangan. Daripada bermuka dua.
Setidaknya Prisa jadi bisa berkata, "Bacot!" Secara keras untuk dua cewek yang baru saja melewatinya.
Dan dua cewek tadi buru-buru mempercepat langkahnya dengan buku paket tebal di pelukan mereka masing-masing.
Persetan dengan posisi dirinya yang tengah berada di depan kelas Gagah. Toh cowok itu tidak dengar.
Merasa lama menunggu Gagah yang tidak kunjung menampakkan wujudnya, Prisa melangkah maju ke arah pintu. Dan hampir saja dirinya bertabrakan dengan cowok yang sejak tadi ditunggu-tunggunya itu.
"Prisa?"
"Hai ... Gah. Hai, Rom."
Ada Roma di belakang Gagah dengan wajah bingungnya.
"Ada apaan nih? Kok tumben anak kelas seberang main-main ke sini?"
Prisa memutar malas bola matanya. Ternyata Roma tidak jauh berbeda dengan anak-anak cewek.
"Maksud gue tuh, Prisa ada urusan apa ke sini?" tanya Roma lagi. "Biasanya sih cuma ada satu alasan."
"Apa?" tanya balik Prisa.
"Anak IPA sama anak IPS pacaran. Nah disamperin tuh si cowoknya sama si ceweknya."
"Jadi maksud lo gue pacaran sama Prisa?"
"Ngarep lo!" Roma menabok punggung Gagah. "Mana mungkin kalian pacaran? Enggak bakalan."
"Kenapa enggak mungkin?" tanya Prisa.
"Ya kali cewek aduhai kayak lo naksir sama nih anak kucluk," jawabnya lalu tergelak.
Gagah hanya menggelengkan kepalanya.
"Misal gue naksir beneran sama Gagah terus lo mau apa?"
Roma menghentikan tawanya. "Hah serius lo, Pris?"
"Mi-sal," ulang Prisa dengan mengejanya.
Roma tertawa lagi. "Enggak mungkin!" ujarnya sangat percaya diri.
"Udahlah. Enggak usah dengerin Roma, Sa. Jadi lo ada perlu apa?" tanya Gagah. "Atau ada perlu sama anak lain?"
"Gue ke sini emang mau ketemu sama lo kok, Gah," sahut Prisa. "Maksudnya gue mau nanya ekskulnya mulai jam berapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Gue Prisa [Complete]✓
TeenfikceGue Prisa. Hidup gue udah rusak sejak SMP. Puncaknya saat gue kelas 10. Gue hamil. Gue benci. Gue aborsi. Dan cuma bisa meringis saat benar-benar merasakan jatuh cinta pada salah satu cowok di sekolah gue, yang sangat-sangat gue sadari bahwa gue eng...