Bab 21 | Bunga

118 11 0
                                    

Tak selamanya bisa berkilah jika ingin mendapatkan nilai minimal C. Dan tentunya jika tidak ingin dihukum terus menerus, maka dua cewek yang biasanya membuat alasan itu kini tidak bisa beralasan lagi. Pagi ini musala SMA Dharma Jaya kembali diramaikan oleh murid kelas 11 IPS 5.

"Cie ... yang udah bisa wudu."

Prisa memutar malas bola matanya. Mily meledeknya dengan bersedekap dada bersandar pada tembok. Cewek itu bukannya ikut wudu ini malah cuma memerhatikan teman-temannya wudu termasuk Prisa.

Seiring berjalannya waktu Prisa memang jadi ingat sendiri bagaimana urutan cara wudu yang benar. Sedangkan untuk doa sebelum dan sesudah wudu Prisa masih lupa-lupa ingat.

"Mau ke mana lo?"

"Ya masuklah."

"Wudu dulu dong!"

"Enggak usahlah, Pris. Orang gue enggak bisa."

"Ck. Bego! Kenapa tadi enggak ngikutin?"

"Ngikutin lo? Emang lo udah bener tuh tadi gerakannya? Urutannya?"

"Gue pikir sih udah bener. Ya tapi 'kan lo bisa lihatin yang lain enggak mesti gue."

"Ya udahlah next time."

Prisa menghela napas melihat Mily yang akan kembali melangkah sebelum ia menarik kerah cewek itu.

"Ngapain sih, Pris, narik-narik? Harga diri gue turun anjir lo nariknya kerah begini," ucap Mily tidak terima.

Prisa kembali menyuruh Mily untuk wudu. Pada akhirnya Mily menurut lantas mengikuti teman sekelasnya yang sedang wudu.

Berhubung Mily tidak punya mukena, Prisa mengambilkan mukena plus sajadah untuk sahabatnya itu dari almari yang ada di musala.

Mereka memilih di barisan paling belakang sendiri.

"Ewh ... bau enggak nih?"

"Enggak. Udah pakai aja!"

Mily mengendus-endus mukena yang ada di tangannya. Setelah menciumnya sendiri barulah ia percaya kalau ternyata mukenanya wangi.

"Molto atau Downy menurut lo nih baunya?" tanya Mily sambil mengarahkan ujung mukena yang sudah dikenakannya itu ke hidung Prisa.

"Rinso cair kali," jawab Prisa asal.

Mily tergelak yang langsung ditabok Prisa. Mily tertawanya tidak kira-kira dan tidak lihat tempat. Bu Hamidah saja langsung nengok ke belakang.

"Gue mana hapal sama macem-macem detergen," kata Mily.

"Nah terus lo kira gue hapal gitu?" balas Prisa. "Nyuci baju sendiri aja enggak pernah."

Obrolan mereka harus terhenti karena salat dhuha akan dimulai.

Kelas 11 IPS 5 sendiri sudah membuat jadwal untuk para murid laki-laki yang bertugas jadi imam di setiap minggunya. Semua murid laki-laki harus belajar mengenai doa-doa salat duha karena tidak ada yang dispesialkan. Semuanya sama. Semuanya akan dapat jatah sesuai jadwal.

Selesai salat duha Prisa dan Mily ikut mengaminkan doa-doa yang dipanjatkan oleh sang imam. Untung di musala ada AC jadi dua cewek itu tidak merasa kegerahan karena pakai mukena.

"Loh Prisa?"

"Why?" Prisa mendongak saat sedang melipat mukenanya.

"Ini mukena hadiah dari Nazwa, 'kan?"

"Menurut lo?"

"Iya ini yang Nazwa kasi kemarin. Masya Allah ...."

Nazwa tersenyum lebar nampak bahagia. Prisa memasukkan mukenanya ke dalam tas kecil dengan rapi kemudian beralih melipat mukena yang tadi Mily pakai. Mily melipatnya dengan asal-asalan.

Gue Prisa [Complete]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang