Prisa menggebrak meja dengan satu tangannya saat dengan sengajanya seseorang merampas gelas minumannya. Tanpa menoleh pun Prisa sudah tahu kalau orang itu menenggak minumannya.
Entah siapa pelakunya dan entah apa maksudnya.
Prisa tak ingin menggubris. Ia pesan lagi minuman yang sama pada bartender.
Belum terdengar lagi suara Prisa hingga kursi di sebelahnya diduduki oleh seseorang.
Prisa masih bergeming. Seolah kepalanya sudah ia paku erat-erat. Tidak bisa menoleh ke arah mana pun.
"Jilbab buat mainan."
Masih tak merespons, Prisa memilih untuk menggoyangkan tubuhnya walau sambil duduk.
"Ada masalah apa?"
"Lama banget sih, njing? Buruan!"
Sony tahu kalimat pedas itu ditujukan kepadanya. Sudah menjadi risiko jika ia harus dibentak-bentak oleh customer. Hem ... apalagi Prisa. Sony sudah biasa.
Lagi. Orang itu merampas minuman Prisa saat Sony meletakkannya di hadapan cewek itu. Sony mengerutkan keningnya jadi bingung.
Siapa cowok di sebelah Prisa ini?
Pacarnya?
Kok sampai segitunya tak ingin melihat Prisa minum.
"Ambilin lagi!"
Sony menoleh pada Prisa.
"Enggak perlu, Mas."
Sony menoleh pada si cowok di sebelah Prisa.
Setelahnya, kedua manusia itu saling adu bacot. Yang satu ngotot minta minuman lagi, yang satu juga tak kalah ngototnya supaya Sony jangan menuruti Prisa.
Tak mau kena senggol bacok, Sony memilih pergi.
"Anjing bangsat! Siapa sih lo?!"
Mata Prisa melotot begitu lebar saat ia menoleh pada cowok di sebelahnya. Ingin rasanya Prisa menghajar orang ini sekarang juga.
Namun, ketika Prisa menyadari siapa sosok lelaki tersebut, perlahan matanya tak lagi melotot. Ia normalkan lagi kembali pandangannya. Bahkan Prisa sampai memejamkan matanya. Berharap bahwa apa yang ia lihat adalah salah. Atau Prisa sedang berhalusinasi.
Prisa sudah mabuk.
Cowok di sebelahnya bukanlah orang itu.
Bukan.
Bukan orang yang amat dicintainya.
Prisa menegaskan dalam hatinya. Apalagi saat telinganya tak mendengar sepatah kata pun dari cowok itu, Prisa yakin kalau dirinya memang halusinasi.
"Lo ke mana aja?"
Seiring dengan kelopak matanya yang mulai terbuka, suara cowok itu kembali terdengar.
Ini halusinasi. Tapi kenapa---
"Kenapa lo tega ninggalin gue?"
Entah karena apa tubuh Prisa mulai gemetar. Air matanya perlahan menetes. Tangannya terkepal erat.
Cowok itu terdiam lagi. Pun dengan Prisa yang sejak tadi memang diam karena tidak mampu berkata-kata.
"Gue kangen banget sama lo."
Tanpa pamit cowok itu menarik tubuh gemetar Prisa ke dalam pelukannya.
Pelukannya terasa hangat. Pelukan yang selama ini Prisa rindukan. Rasanya sudah bertahun-tahun Prisa tak lagi merasakan pelukan sehangat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gue Prisa [Complete]✓
Teen FictionGue Prisa. Hidup gue udah rusak sejak SMP. Puncaknya saat gue kelas 10. Gue hamil. Gue benci. Gue aborsi. Dan cuma bisa meringis saat benar-benar merasakan jatuh cinta pada salah satu cowok di sekolah gue, yang sangat-sangat gue sadari bahwa gue eng...